"Kalian mau apa?" tanya Karin yang merasakan seseorang menyingkap dress yang dia kenakan hingga paha mulusnya terbuka, semakin gelap mata lah orang orang yang menatapnya.
"Tenang, cantik, kita mau enak enak!" kata seorang laki laki yang berada paling dekat dengannya, rupanya laki laki itulah yang menyingkap bagian bawah dress Karin tadi.
"Enggak, pergi ... pergi kalian orang jahat!" pekik Karin, tapi dengan cepat seorang di antara mereka membungkam mulut wanita itu dengan tangannya, seketika bau minuman beralkohol dan bau rokok yang begitu kuat menyeruak memasuki hidung Karin.
Satu orang lainnya memegangi kaki Karin dan membukanya agar kaki wanita itu mengangkang sedangkan satu orang lainnya sibuk membuka resleting celananya sendiri, wanita itu meronta kesadaran yang sejak tadi menghilang kini kembali membuat Karin sadar jika dirinya sedang dalam bahaya.
"Ayo Sayang, kita mulai," kata Seorang laki laki berambut gondrong sambil mengelus paha Karin hingga pangkalnya dan berusaha menurunkan c*****************a itu, Karin yang meronta sambil menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri melihat ada sebuah balok di sebelahnya, tanpa kesulitan berarti Karin berhasil meraih balok yang cukup berat itu dan memukul laki laki yang sedang berusaha melucuti pakaiannya.
"Aaaa ... sialan!" pekik laki laki itu sambil memegangi kepalanya, Karin memanfaatkan kelengahan laki laki yang sedang memeluknya dan membekap mulutnya dari belakang untuk memukulnya, seketika laki laki itu melepaskan pelukannya, Karin bangun lalu mengayunkan balok yang dia pegang ke sembarang arah.
"Aaaa ... kalian jahat! kalian semua jahat, enggak ada yang baik sama aku!" pekik Karin keras keras seolah sedang meluapkan semua beban yang ada dalam hatinya.
"b******k, dasar perempuan gila!" maki salah seorang preman itu.
"Apa salahku? apa salahku, aku juga enggak pernah minta di lahirkan di dunia ini, aku enggak pernah minta di lahirkan jadi anak perempuan!" pekik Karin Sambil terus mengayunkan balok itu ke sembarang arah, hingga satu ayunannya mengenai kaca pos kamling. Pecah dan menyebabkan suara semakin gaduh hingga membangunkan warga sekitar.
"Ayo pergi, kita bisa ketahuan warga!" kata seorang preman pada temannya. Ketiga laki laki itu melarikan diri meninggalkan Karin yang masih mengamuk tidak karuan.
"Kenapa kalian semua jahat sama aku? Apa salah aku sama kalian, apa salah aku sama kamu Adam? kamu b******k, kamu jahat!"
Warga sekitar pos kamling itu mulai keluar dari rumah masing masing tapi tidak ada yang berani mendekat karena Karin masih membabi buta dengan balok yang di pegangnya, wanita itu seolah tidak merasakan sakit pada kakinya yang berdarah karena menginjak pecahan kaca yang ada di lantai.
***
"Pak dokter ... Pak dokter ... bangun pak dokter ... pak dokter ...."
Suara panggilan di sertai ketukan pintu membuat tidur seorang laki laki terganggu, dengan cepat laki laki itu membuka mata memasang telinga untuk memastikan jika panggilan itu memang untuknya.
"Pak dokter ... tolong Pak ...."
Panggilan itu kembali terdengar hingga laki laki berpawakan tinggi besar itu yakin jika panggilan itu memang untuknya, sambil menyugar rumahnya dengan tangan agar tidak terlalu berantakan laki laki itu menuruni ranjang dan dengan langkah cepat dia keluar dari kamar. Langkah itu kian laju hingga laki laki itu sampai di pintu rumahnya.
"Ada apa, Pak?" tanya laki laki berkulit kuning Langsat itu sambil menatap seseorang yang tidak ia tahu bagaimana caranya bisa sampai di depan pintu rumahnya.
"Pak dokter, tolong Pak ada orang gila ngamuk di pos kamling. Dia bawa balok, udah mecahin kaca pos kamling kami takut kalau dia ngamuk ngancurin rumah kami juga, Pak," kata laki laki yang terlihat ketakutan itu.
"Iya, Pak, ayo kita ke sana," jawab laki laki itu sambil mengambil sesuatu dari dalam rumahnya tidak lama kemudian laki laki tampan itu keluar rumah dan mereka bergegas untuk berjalan ke pos kamling.
"Bapak gimana bisa masuk ke sini?" tanya laki laki yang sedari tadi di panggil dan sebutan 'pak dokter' itu, laki laki di sebelahnya malah tertawa malu.
"Saya lompat pager, Pak dokter, maaf ya. soalnya kalau manggilnya dari depan takut enggak kedengaran," jawab laki laki bertubuh kurus itu, sang dokter malah tertawa mendengarnya. Usai membuka pagar mereka berdua berjalan menuju pos kamling yang ada di ujung gang, dan benar saja mereka masih mendengar suara teriakan seorang wanita.
Wanita itu masih berteriak tapi kini ucapannya lebih terdengar seperti racauan tidak jelas, pukulannya di udara pun sudah mulai melemas mungkin karena dia merasa kelelahan.
"Mbak, Mbak kenapa?" tanya sang dokter pelan, melihat dokter yang di nanti sudah datang beberapa laki laki lain berani ikut mendekat berjalan tidak jauh dari dokter muda itu.
"Apa? kamu juga laki laki jahat kayak mereka? Kamu mau perkosa aku hah? Ayo perkosa aku kalau berani maka aku akan membuat kalian di penjara! Enggak ... kalian akan aku bunuh!" kata Karin sambil mengayunkan balok yang dia pegang pada sang dokter beruntung dokter itu sigap mengelak.
"Enggak Mbak, saya dokter, nama saya Danar, kami orang baik. kami enggak akan menyakiti Mbak, kami enggak akan berbuat jahat," kata dokter itu.
"Bohong! enggak ada orang baik di dunia ini semuanya jahat sama aku!" pekik Karin, wanita itu berusaha memukul laki laki yang berdiri dengan jarak sekitar dua meter di depannya itu.
Dokter Danar memberi isyarat pada beberapa laki laki di sekitar dan dari samping dan belakang mereka menyergap Karin, dua orang memegang lengan Karin hingga wanita itu tidak bisa mengayunkan lagi balok yang di pegangnya.
"Kayunya buang, ya, Mbak, ini bahaya kalau kena orang," kata dokter Danar Sambil berusaha melepaskan pegangan Karin pada kayu itu, susah karena Karin memeganginya dengan sangat kuat apalagi wanita itu meronta ronta agar seseorang yang menahan tubuhnya dari belakang melepaskannya, "Mbak tenang, kami orang baik, kok."
"Bohong semua orang jahat ...." pekik Karin, dokter Danar berhasil membuat Karin melepaskan kayu itu dan melemparkannya jauh, laki laki itu lalu mengambil sesuatu dari saku celana dan menyuntik otot vena Karin dengan obat penenang yang biasa dia gunakan untuk pasiennya.
Dia lah Danar Vardamma seorang dokter yang bertugas di sebuah rumah sakit jiwa di kota itu.
Karin masih meronta dan masih di pegangi hingga beberapa saat kemudian tubuhnya mulai melemas, dia di dudukan di kursi yang ada di depan pos ronda, beberapa wanita akhirnya berani mendekat setelah melihat Karin tenang.
Dokter Danar mengerutkan kening saat melihat sesuatu di dalam pos ronda tergeletak di bawah temaram lampu bohlam, sebuah celana dalam.
"Bu, apa tadi ibu melihat orang lain di sini?" tanya dokter Danar pada orang orang yang sedang mengerubungi tempat itu.
"Iya, Pak dokter, tadi ada orang orang yang lari ke sana kayaknya preman preman yang suka ke sini buat nyolong ayam," jawab seorang wanita, dokter Danar manggut manggut mengerti mengapa wanita itu begitu histeris.
"Bapak bapak, bisa tolong bantu bawa Mbak ini ke rumah saya? Besok saya akan membawanya ke rumah sakit," pinta Danar, beberapa orang langsung sigap membantu.
"Ibu tolong, bantu saya juga ya," pinta dokter Danar pada seorang wanita, wanita itu mengerti apa yang dokter Danar inginkan. Wanita itu mengambil celana dalam Karin lalu membawanya.
***
"Dokter yakin? kalau Mbak ini ngamuk lagi gimana, dokter kan sendirian di rumah," kata wanita yang sudah membantu menggantikan pakaian Karin.
"Iya, Bu, enggak apa apa, dia enggak akan ngamuk lagi kok," jawab dokter Danar, tentu saja wanita itu mempercayainya karena memang dokter Danar yang paling ahli menangani orang seperti Karin.
"Ya udah kalau begitu kami pamit ya pak dokter, terima kasih banyak," kata laki laki yang tadi memanggil dokter Danar.
"Iya Bapak, ibu, enggak perlu sungkan dan terima kasih juga bantuannya," jawab dokter tampan itu.
Dokter Danar menutup pintu rumahnya setelah tetangganya pergi, laki laki itu menatap wanita cantik yang terbaring dan tertidur lelap di sofa ruang tamu rumahnya. Dress kotor yang tadi Karin kenakan sudah berganti dengan setelan piyama berlengan dan bercelana panjang miliknya.
Laki laki itu mengambil kotak obat yang ada di meja lalu duduk di lantai, tepat di sebelah kaki Karin yang akan dia obati.
Dokter Danar memeriksa telapak kaki Karin memastikan tidak ada beling yang tertinggal lalu menempelkan kasa yang sudah dia basahi dengan obat merah dan merekatkannya dengan plester. Ada beberapa bagian telapak kaki Karin gang terluka.
"Dia bukan wanita sembarangan, seberat apa bebannya sampai dia jadi seperti ini?"
Dokter Danar menatap kaki cantik Karin dengan kuku kakinya yang masih di hiasi nail art dengan hiasan diamond yang berkilau.