Part 15

1114 Words
Aku berdiri di depan Tuan Sky dengan gaun hijau zamrud yang dipilihkan oleh Penjaga butik. Matanya tidak berkedip menatapku. Mungkin dia terpesona dengan make up dan gaun yang kupakai. Lihat saja mulutnya sampai terbuka begitu. "Awas masuk lalat!" Sontak Tuan Sky menutup mulutnya dan berpaling. Dia memasang wajah sinis. "Dasar centeng!" ujarnya sambil lalu. Aku mengikutinya dari belakang, gaun ini membuat langkahku terbatas. Ingin sekali rasanya kusingsing agar bebas bergerak. Aku masuk ke dalam mobil menyusul Tuan Sky yang telah masuk lebih dulu. Tanpa berkata apapun dia melacu mobil ke jalan raya. "Disana nanti, bersikaplah yang manis. Ingat! kau adalah wanitaku. Mengerti?" ujarnya sesaat setelah mobil melacu di jalan raya. Aku hanya diam menatap lurus ke depan. Busana ini mumbuatku tidak nyaman. Rasanya canggung sekali berpenampilan seperti ini. Beberapa menit kemudian, mobil memasuki sebuah hotel. Sesampainya di lobi, seseorang datang menghampuri dan membukakan pintu kabinku. Aku dan Tuan Sky turun hampir bersamaan. "Apa kau tidak bisa bersikap romantis, hm? Gandeng tanganku!" Tuan Sky memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Aku mengikuti saja perintahnya tanpa membantah. Aku menggandeng tangan Tuan Sky. Sesampainya di aula, aku melihat seorang wanita cantik dengan pakaian seksi datang mendekat. "Halo Tuan Sky, apa kabar?" sapanya, ia langsung melingkarkan tangan di leher Tuan Sky. Dia tidak menggubris kehadiranku. Untungnya pakaianku seperti ini, kalau tidak, pasti sudah Kulempar dia ke jendela. "Baik. Bisa kau menyinggkir? Kau menghalangi jalanku!" jawab Tuan Sky lembut. Aku tersenyum tipis pada wanita itu. Matanya membulat menatapku. Wajahnya berubah seketika. Senyum yang tadi merekah berubah masam. Dengan wajah berkerut ia melepaskan tangannya dari leher Tuan Sky, kemudain menyingkir. Sekarang gantian, senyumku yang merekah, kali ini aku senang dengan keangkuhan Tuan Sky. Aku bangga menjadi wanitanya di pesta ini. "Selamat malam, Tuan Sky. Selamat datang di acara konser ini. Silakan duduk di kursi Anda. Mari saya antar." sapa seorang pria. Sepertinya dia salah satu panitia. Kami duduk di kursi yang terletak di tengah. Tampat paling strategi menonton sebuah pertunjukan. Tuan Sky duduk dengan tenang. Mataku liar mengawasi wajah-wajah asing di sekitarku. Seketika, mataku membulat melihat Nona Ezi yang duduk di sebelah pojok kanan bersama Sean. Aku tidak ingin membuat suasana menjadi gaduh. Aku memilih menunggu acara selesai. Konsentrasiku terpecah, aku tidak bisa sepenuhnya menikmati acara. Dari sudit mataku, aku selalu mengawasi Nona Ezi. Apalagi dalam keadaan lampu temaram seperti ini, kewaspadaanku selalu meningkat. Kuhubungi Mossa untuk berjaga-jaga di lobi. Kali ini, Nona Ezi tidak boleh lolos. Usai acara, aku memberi tahu Tuan Sky tentang keberadaan Nona Ezi. "Mana?" tanyanya sembari menoleh ke kanan dan kiri, mencari Nona Ezi. "Dia baru saja keluar, Mossa sudah menunggu di lobi." ujarku. "Ayo, kita kejar! Beritahu Mossa jangan sampai melukai Ezi." ujarnya sembari mempercepat langkahnya. Walau kesal, aku tetap berusaha bekerja secara profesional. Ponselku bergetar, Mossa mengirim pesan jika ia sedang mengikuti Nona Ezi. Tuan Sky meminta mobilnya pada penyedia jasa valet. Saat Mobil datang, Tuan Sky bergegas mengambil alih kemudi. Mobil melacu kencang menembus kegelapan malam. Aku mengarahkan jalan sesuai peta lokasi yang dikirim Mossa. Mobil bergerak ke arah Tanggerang. Jalan ini cukup lengang, hanya satu dua mobil yang melintas. Saat mobil berbelok ke luar jalan tol, kami memasuki kawasan hutan. Tidak ada penerangan jalan di sini. Kami hanya mengandalkan lampu mobil. Di depan, terlihat Mossa memeinggirkan mobilnya. Tuan Sky pun, parkir di belakangnya. "Tuan Mossa, kemana Ezi?" tanya Tuan Sky menghampiri Mossa yang berdiri tak jauh dari mobilnya. "Mobil Ezi masuk ke gudang itu." "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyaku. Bukannya menjawab, Mossa malah menatapku lekat, matanya bergerak dari ujung kepala hingga ujung kakiku. "Jangan menatapku seperti itu, nanti kau tidak bisa tidur dengan nyenyak!" celetukku. Di bawah cahaya bulan, aku bisa melihat Kerutan di wajahnya. Mossa bergantian menatapku dan Tuan Sky. Sesaat dia menarik napas dalam. Kemudian kembali memperhatikan gudang yang sangat mencurigakan itu. Aku tidak terlalu ambil pusing dengan sikapnya. Aku tahu dia tidak suka melihat kedekatanku dengan Tuan Sky. Tapi persetan! Bukankah dia juga tidak pernah peduli dengan perasaanku saat dia bermesraan dengan Janeta? "Aila, ganti bajumu! Bagaimana kita menyergap ke sana kalau bajumu seperti itu!" Sesaat aku tertegun. Ganti baju? Ganti pakai apa? Aku tudak bawa baju salin! Kutoleh Tuan Sky yang berkacak pinggang menatapku dan Mossa bergantian. "Kau tunggu di sini saja, biar aku dan Tuan Mossa yang memeriksa gudang itu." usul Tuan Sky. Mossa menoleh padanya, sesaat ia terlihat ragu. Untuk yang kedua kalinya, dia menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kemudian menghela napas. "Baiklah. Aila, kau tunggu di sini." ujarnya sembari beranjak. Tuan Mossa melepas jasnya dan menyerahkannya padaku, kemudian mengikuti Mossa dari belakang, keduanya mengendap-endap. Aku memutuskan kembali ke mobi dan duduk di kursi supir, berjaga jaga jika terjadi sesuatu diluar perkiraan. Tempat ini sangat sepi, jauh dari pemukiman warga. Hanya nyanyian sunyi yang terdengar mengiang di telinga. Dari dalam mobil, mataku mengawasi sekitar hutan. Saat menoleh ke sebelah kiri, lamat-lamat terlihat sebuah gubuk tak jauh di belakang gudang. Aku sangat penasaran dengan gubuk itu seperti ada bayangan wanita sedang duduk bersandar. Tapi rasanya tidak mungkin menyelidikinya dengan busana seperti ini. Sebaiknya aku menunggu Tuan Sky dan Mossa kembali. Tidak sabar melihat Mossa dan Tuan Sky keluar dari gudang, aku memutuskan menyusul. Harusnya, keduanya sudah keluar dari sana. Mobil melacu dengan kencang, bersiap menabrak pintu gudang. Kukencangkan sabuk pengaman, dalam hitungan ketiga, Aku menekan gas. Seketika mobil terbang menghantam pintu gudang. Benar perkiraanku, Tuan Sky sedang di sandra oleh seorang lelaki bertubuh kekar. Aku tidak melihat Mossa, dimana dia? Kenapa dia membiarkan Tuan Sky sendirian? Aku menekan gas dan rem bersamaan, bersiap menabrak lelaki yang sesang menyandara Tuan Sky. Dari gerakan mulutnya, aku bisa menebak jika dia memintaku ke luar dari mobil dan menyerah. Dasar bodoh! Siapa yang mau menyerahkan nyawanya begitu saja. Mari kita lihat sekuat apa mentalmu! Kulepaskan kakiku dari pedal rem dan menginjak gas hingga habis. Seketika mobil melompat. Dia melepas Tuan Sky dan lompat menyelamatkan diri. Begitupun Tuan Sky, keduanya lompat bersamaan. Aku melihat Mossa ke luar dari balik tumpukan drum. Kemudian menghajar lelaki yang menyandra Tuan Sky. Suara decitan mobil terdengar di ujung sana. Sebuah mobil hitam melacu kencang meninggalkan gudang. Aku segera menjalankan mobil dan berhenti di samping Tuan Sky, setelah dia naik. Aku melacu mobil dengan kencang mengejar mobil hitam tadi, meninggalkan Mossa yang masih dikeroyok empat lelaki kekar. Aku yakin, dia mampu mengatasinya. "Cepat Aila, jangan sampai kehilangan jejak." Tuan Sky terlihat gusar. Aku melacu mobil dengan kecepatan penuh. Gelapnya malam bukan penghalang untuk menghentikan pengejaran. Mobil hitam itu berjarak tidak terlalu jauh dari mobilku, saat berbelok, tiba-tiba, sebuah truk melintas. "Awas Aila!" teriak Tuan Sky melinduni wajahnya dengan lengan. Aku segera menginjak rem dan membantung stir ke kanan. Sekilas, aku melihat mobil hitam itu mengahantam truk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD