Part 16

1059 Words
Aku berusaha setenag mungkin mengendalikan stir agar mobil tidak terbalik. Kuarahkan mobil pada batang kayu tidak terlalu besar di depan. Decitan mobil dan suara hantaman keras, memecah kesunyian malam. Berhasil. Airbag otomatis mengembang melindungi kepala dan dadaku. Kutoleh Tuan Sky, dia terjepit Airbag. Syukurlah, semua terkendali sesuai perkiraanku. Sesaat, kami hanya menghela napas dan saling pandang. Menenangkan jiwa yang hampir melayang. "Ezi ... " tiba-tiba Tuan Sky kembali gundah. Dia berusaha membuka pintu kabinnya. "Aila, buka pintu ini, aku ingin melihat keadaan Ezi!" teriaknya panik. Aku berusaha membantu, tapi tidak bisa. Lalu kucoba membuka pintu kabinku, juga tidak bisa. Pintunya macet, mungkin karena hantaman keras. Aku mengabil pisau yang terselip di sepatuku lalu merobek airbag. Aku menendang pintu kabin dan berusaha membuka paksa. Dari kaca spion kulihat Mosa datang mendekat. Ia mengambil batu besar dan melempar kaca depan mobil. Seketika butiran kaca berserakan. Aku dan Tuan Sky merangkak keluar dari mobil melewati serpihan kaca. Tempat ini cukup gelap, hanya cahaya bulan sebagai penerangan. Tuan Sky setengah berlari mendekati mobil hitam yang ringsek. Mossa berjalan ke mobilnya, lalu kembali membawa senter. "Apa mereka masih hidup?" tanyanya pada Tuan Sky sembari menyenter korban di dalam mobil. "Entahlah Tuan Mossa, aku belum memeriksa nadinya." "Apa dia Nona Ezi?" tanyaku ingin memastikan. "Iya, dia Ezi dan Sean." jawab Tuan Sky dengan suara parau. "Aku akan menghubungi ambulan. Kita bawa mereka ke rumah sakit." ujar Mossa. Kulihat Tuan Sky masih berdiri terpaku melihat Nona Ezi yang bersimbah darah tak sadarkan diri di dalam mobil. Aku mendekati Nona Ezi dan memeriksa nadinya. Masih ada denyut dalam pergelangan tangannya, tapi sudah sangat lemah. "Dia masih hidup," ujarku menoleh Tuan Sky. Aku tidak tega melihatnya bersedih, walau sedihnya melukai perasaanku. "Dia mengeluarkan darah terlalu banyak. Mungkin dia tidak akan selamat." Tuan Sky tampak frustasi. Belum pernah aku melihat wajahnya murung seperti itu, walau tidak terlihat jelas, tapi aku bisa merasakan kesedihan dari suaranya. Sepuluh menit menunggu, akhirnya ambulan datang. Aku dan Mossa membantu mengevakuasi Nona Ezi dan Sean. Kemudian, kami bertiga mengikuti ambulan dari belakang. **** Tuan Sky menanda tangani semua persetujuan oprasi untuk Nona Ezi, walau harapannya sangat tipis, tapi Tuan Sky sangat berharap Nona Ezi selamat. Sean menghembuskan napas terakhirnya saat diperjalanan menuju rumah sakit. Aku hanya duduk memperhatikan Tuan Sky yang mondar mandir di depan pintu ruang oprasi. Satu jam kemudian, dokter keluar dari dalam. "Selamat malam, apa Anda keluarga Nona Ezi?" "Iya, Dok! Saya keluarganya. Bagaimana keadaannya?" jawab Tuan Sky. "Kami sudah berusaha sebaik yang kami bisa, tapi, takdir berkata lain. Nona Ezi Baru saja menghembuskan napas terakhirnya." Aku tertegun mendengar ucapan dokter itu. Kutoleh Tuan Sky yang masih berdiri mematung. Dengan wajah sedih, sang dokter beranjak meninggalakan Tuan Sky. Tuan Sky, lunglai berjalan ke kursi. Dia menghempaskan tubuhnya seolah kehabisan tenaga. Aku dan Mossa hanya diam membisu. Sesaat kemudian, Jenazah Nona Ezi dibawa ke ruang mayat untuk dimandikan dan di kafani. Beberapa saat kemudian aku melihat Tuan Gio setengah berlari mendekat. Sepertinya Tuan Sky menghubunginya. "Sky, apa yang terjadi?" Tuan Sky diam, tidak menjawab, mungkin sulit baginya menerima kenyataan ini. Tuan Gio beralih bertanya padaku, aku juga tidak menjawab pertanyaannya. Aku masih curiga padanya, dia terlibat dalam kasusu ini. Tuan Gio mengurus semua prosesi pemakan Nona Ezi, sedangkan Sean, masih menunggu keluaranya. Jenazahnya masih disimpan di ruang mayat. Usai prosesi pemakaman Nona Ezi, Tuan Sky masih belum mau bicara pada siapa pun, termasuk denganku. Aku bisa memakluminya. Aku tahu bagaimana rasanya berpisah dari orang terkasih. "Aila, tugasmu sudah selesai. Kau sudah bebas tugas sekarang. Selanjutnya tinggal urusanku dengan Tuan Sky." ujar Mossa menghampiriku, usai pemakaman. "Aku tahu, tugasku sudah selesai. Tapi urusanku dengan Tuan Sky belum selesai." "Urusan apa?" "Dia suamiku sekarang. Aku tidak bisa meninggalkannya bigitu saja." "Apa? Suami? Kalian jadi menikah?" Aku menatap lekat mata Mossa kemudian mengangguk. Jujur aku pun bingung harus bagaimana. Tapi aku harus tetap disampingnya sampai ada keputusan bercerai dari mulutnya. "Aila... Kau sunguh ingin meninggalkanku?" "Maaf Mosaa, cintaku terlalu egois untukmu. Aku tidak sanggup melihatmu bahagia dengan wanita lain... Untuk apa bersama, jika cinta hanya membuat kita tersiksa." "Kau mencintai Tuan Sky?" "Entahlah, tapi aku bahagia berada di dekatnya." "Tapi ingat Aila! Kita bukan manusia bebas yang punya banyak pilihan. Nyawa kita sudah dibeli oleh Tuan Dipta. Jika kau membangkang, bukan hanya nyawamu yang terancam, tapi juga nyawa orang yang kau sayangi. Jadi, bijaklah dalam menentukan sikap!" Aku menatap Mossa lekat. Ada pilu di hati mendengar ucapannya. Tanpa permisi Mossa pergi meninggalkanku. *** Kata-kata Mossa terus terngiang di telingaku. Aku merenung sembari menatap wajah rupawan yang termenung di ruang tamu. Tuan Sky masih belum banyak bicara. Sudah dua hari sejak kepergian Nona Ezi, dia berubah menjadi pemurung. Sekarang aku sadar, tidak ada tempat untukku di hatinya. Justru kehadiranku di sampingnya hanya akan membuat masalah. "Tuan Sky, tugas saya sudah selesai. Saatnya saya pergi. Tentang urusan pribadi kita.... Jika nanti Anda sudah siap untuk membahasnya, silakan hubungi saya. Permisi." tanpa menunggu jawabannya, aku beranjak menuju pintu. Baru dua langkah kaki berjalan, Tuan Sky menghentikan langkahku. "Aila ... Maukah kau tetap di sini bersamaku?" Kutarik napas dalam, dadaku terasa sesak. Seperti ada sesuatu yang menghimpit. "Aila ... Kumohon dengan sangat, teteplah di sampingku." Perlahan, aku berbalik, kini kami saling berhadapan. Mata kami saling bertaut, menyelami rasa yang ada di dalam hati. "Tempatku bukan di sini, Tuan Sky. Hidupku berbeda. Sebelum rasa ini terlalu dalam, kita akhiri sampai di sini saja. Jaga dirimu baik-baik." Aku segera berbalik. Tapi sebelum sempat aku melangkah, Tuan Sky kembali menghentikanku. "Aila ... Aku tidak peduli sesulit apa memilikimu, tapi aku akan mempertaruhkan segala yang kupunya untuk membuatmu tetap berada di sampingku." "Tuan Sky, jangan bodoh! Kau bisa mendapatkan wanita manapun di luar sana, tanpa mengambil resiko. Aku tidak pantas kau perjuangkan!" "Kalau begitu, pantaskan dirimu untuk diperjuangkan. Yakinkan aku, kau layak mendapatkannya!" "Dasar bodoh! Kau pikir siapa yang kau hadapi?" ujarku. Aku pergi melangkah ke pintu, meninggalkannya. Belum sempat aku membuka pintu, seseorang membukanya dari luar. Sedetik kemudian, bayangan seorang wanita yang dua hari lalu di makamkan, muncul. "Nona Ezi?" gumamku dengan mata membulat. Dia memandangku lekat dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu beralih menatap Tuan Sky. "Kakak ... Aku pulang! Kenapa kau diam saja? Apa aku terlihat seperti hantu?" tanyanya menghampiri Tuan Sky yang masih berdiri memataung. Matanya membulat dengan mulut terbuka. "Ezi? Kau masih hidup?" tanyanya mundur ke belakang saat Nona Ezi ingin memeluknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD