Part 5
Dua lelaki itu mengangguk, kemudian membuka minuman kaleng di tangannya. Mereka tidak mempedulikan aku yang masih terperangah. Sesaat kemudian ototku yang menegang kembali rileks. Aku curiga Tuan Sky dan Nona Ezi bukan saudara kandung.
"Apa Nona Ezi tahu, kalau Tuan Sky mencintainya?"
"Nona, kau ini seperti detektif saja? Siapa sebenarnya dirimu?"
"Aku pengawal Nona Ezi. Ada masalah?"
"Owh, jadi kau yang mereka bicarakan?" ujar salah satu dari mereka. Reflek, yang satunya menendang kakinya. Seperti mengingatkan agar jangan banyak bicara. Hem, bukankah ini saatnya beraksi?
"Apa yang mereka bicarakan?" mataku melotot bergantian menatap keduanya.
Sesuai perkiraanku, kaki lelaki berkaos putih itu, akan melayang ke arahku. Tapi gerakannya kalah cepat denganku. Kakiku lebih dulu mendarat tepat di k*********a. Kalian tahukah, seperti apa histerisnya dia? Dia menjerit sambil sujud menahan sakit.
Tinggal satu lagi yang harus kubereskan. Tangannya mengepal mengarah ke wajahku. Saat kepalan itu melesat. Sigap, aku menagkapnya. Dengan kekuatan penuh. Kutarik tangannya kebawah dan mengangkat satu lututku mengarah tepat menghantam dadanya.
Ia tersungkur kesakitan. Kukeluarkan pisau dari lipatan rokku. Kemudian aku kembali duduk di sofa.
"Apa yang mereka bicarakan." tanyaku sekali lagi sembari memainkan pisua. Kilatan cahaya matahari terpantul dari besi tajam itu.
"Mereka ingin menyingkirkanmu. Nona Ezi terganggu dengan kehadiranmu."
Aku tersemyum mendengarnya. Sudah kuduga saat Nona Ezi menyuruh tuan Baron membawaku ke gudang bawah tanah.
"Kemana Nona Ezi, pergi?"
"Dia ingin ke rumah sakit."
"Apa? Ah, sial! Siapa lelaki yang bersamanya tadi?"
"Itu Tuan Gio. Paman Tuan Sky. Dua hari lalu, ia pergi ke rumahmya, karena kesal pada Tuan Sky yang tidak mau mendengarnya menyingkirkanmu."
Sesaat keningku berkerut, apa aku sangat menggangu? Bukankah saat ini nyawanya sedang terancam? Aku jadi tidak sabar ingin kembali ke rumah sakit menyelidiki kasus ini.
Aku berjalan ke luar kapal boat meninggalkan dua lelaki itu. Di ujung sana, aku melihat motor mendekat. Sebaiknya aku memberitahu Mossa agar menjaga tuan Sky di rumah sakit.
Mossa mengirim Jie untuk menjemputku. Segera aku naik keboncengannya. Motor melaju kencang, menuju pantai dimana mobilku terparkir. Sesampainya di sana, aku segera melacu mobilku menuju rumah sakit.
Jalanan mulai padat oleh kendaraan. Mobilku berjalan zig zag melewati satu persatu kendaraan lain. Tiga puluh menit kemudian, aku sampai ditujuan. Setengah berlari aku menaiki tangga menuju ruangan Tuan Sky di rawat. Tanpa mengetuk pintu aku langsung masuk.
Semua mata tertuju padaku. Aku berjalan santai sembari menatap Nona manja.
"Nona Ezi, Apa kabar? Saya sangat mengkhawatirkan Anda." ujarku dengan suara datar.
Sesaat mata kami saling berlaga.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, pengawalku bisa diandalkan."
Angkuh sekali Nona manja ini. Aku heran, kenapa dia tidak suka padaku. Saat mataku masih lekat menatapnya, dia berpaling dan merebahkan kepalanya di d**a Tuan Sky. Aku tidak percaya kalau dia benar benar bersedih. Sekilas kulirik Mossa yang duduk di sofa, memandangku. Persetan dengan dia!
"Nona Aila, kemana saja, Anda?"
"Maaf Tuan Sky, ada urusan mendadak yang harus saya lakukan."
"Oke, tidak masalah, tapi lain kali bekerjalah lebih profesional. Ohya, kenalkan ini paman Gio. Dia adik ayahku."
"Salam Tuan, Gio."
"Salam Nona Aila. Terima kasih sudah menjaga keponakan saya."
"Paman Gio! Kenapa berterima kasih padanya? Dia itu menyebalkan. Aku tidak suka dia mengikutiku terus."
"Ezi, dia menjagamu, sabarlah sedikit. Nanti, setelah maslah ini selesai kau bebas melakukan apa saja. Bukan begitu, Sky?"
"Tentu saja, Paman. Lagi pula, sebentar lagi kami akan memikah."
Seketika suasana di ruangan hening. Dari sudut mataku, terlihat Mossa berjalan mendekat.
"Maksud Anda Apa?" Mossa berkacak pinggang di depan Tuan Sky.
Oh so sweet, Mossa kau manis sekali. Ah, tapi kau mata keranjang, menyebalkan. Mungkin ini saatnya membalasmu.
"Mossa, Tuan Sky sudah membicarakannya denganku sebelumya. Dan aku setuju."
Mata Mossa tajam menatapku, seolah ingin menelan. "Ikut aku!" perintahnya.
Aku mengikuti langkahnya ke luar ruangan. Mau apa dia? Apa dia ingin merayuku. Heh, kali ini aku tidak akan luluh dengan rayuannya."
"Aila, apa apaan ini? Kau tidak mengenal Tuan Sky, jangan bermain main dengannya."
"Wow, aku semakin penasaran, seberbahaya apa dia?"
"Aila, kau ini.... Kalau kubilang jangan, ya, jangan!"
"Hei, Tuan Jagoan, sejak kapan kau boleh melarangku menikahi pria itu?"
"Sejak aku mencintaimu!"
"Hah, bulsit! Apa kau juga bilang begitu pada Janeta? Pergi saja dengannya. Aku muak dengan rayuanmu!"
Tanpa menghiraukannya, aku kembali ke kamar. Aku sudah hafal gaya Mossa. Wajahnya akan memelas setiap kali minta maaf. Entah sampai kapan dia akan selingkuh dengan wanita lain. Janeta bukan yang pertama menjadi wanita selingkuhannya. Dan aku yakin, dia juga bukan yang terakhir. Lalu apa yang kuharapkan dari laki laki mata keranjang seperti itu?
Tuan Sky menatapku tajam, sepertinya dia curiga ada sesuatu antara aku dan Mossa. Biar saja, toh pernikahan kami nanti hanyalah sandiwara. Tidak ada cinta diantara kami jadi tidak perlu menjaga perasaannya.
Mata Nona Ezi menatapku lekat. Siapa yang peduli. Mata itu terlalu indah untuk menakutiku.
"Paman, tolong siapkan pesta sederhana untuk pernikahan kami."
"Baiklah, kalau itu mau kalian.... Ezi, bergembiralah, sebentar lagi kau akan punya kakak ipar."
"Pamaaan,...." rengeknya.
Tuan Gio tertawa gembira.
"Kakak sungguh ingin menikahi dia? Apa tidak ada wanita lain?"
"Tidak ada, waktuku habis untuk menunggumu. Aku tidak sempat mencari wanita lain."
"Ayolah, Kak, akan kucarikan seseorang untukmu."
"Tidak, aku mau gadis jagoan itu. Sepertinya ini sangat menarik."
"Aku tahu apa yang kakak pikirkan, kau ingin dia mengawasiku terus, kan?"
"Apa itu membuatmu takut?"
"Tentu saja, aku ingin privasiku."
"Tenang Ezi, setelah dia jadi kakak iparmu, dia akan memberimu sedikit privasi. Setidaknya saat dia menemaniku. Bukan begitu, Nona Aila?"
Menyebalkan, mengapa begitu muak aku mendengar pertanyaannya? Mata Mossa melirikku, tepat saat aku meliriknya. Alisnya naik sebelah. Tanpa berkata apapun, dia pergi meninggalkan ruangan.
"Apa dia cemburu?"
Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan Tuan Sky. Bagiku mereka berdua sama sintingnya.
"Baiklah Kak, aku dan paman Gio pamit dulu, cepat sembuh, ya!"
"Hm, sebaiknya sebelum aku pulang ke rumah, kau tinggallah bersama Paman Gio. Dia akan menjagamu."
"Baiklah, Kak, terima kasih. Kami pulang."
"Paman Gio, aku titip Ezi."
"Tenang saja, Sky, dia aman bersamaku."
Keduanya pergi meninggalkan ruangan. Sekarang di ruangan ini hanya ada aku dan Tuan Sky. Aku duduk di sofa seraya menonton tivi.
"Nona Aila, saat kau menelphonku sebelum kecelakaan. Kau bilang jangan mengejar Ezi, itu jebakan. Maksudmu apa?"
Aku menoleh pada Tuan Sky. Lalu berjalan mendekatinya. "Tuan Baron bilang, Nona Ezi ingin menyingkirkan Anda."
"Hahaha... Dan kau percaya?"
"Entahlah, tapi buktinya Anda kecelakaan."
"Aku tahu ada seseorang yang sedang mengincarku, mereka memperalat Ezi. Makanya aku ingin kau mengawasinya."
"Apa Anda percaya Tuan Baron otaknya?"
"Tidak, Dia Dan Ezi hanya kaki tangan saja. Aku belum tahu siapa otak sebenarnya!"
"Apa Anda tidak curia pada Tuan Gio?"
"Apa ada yang mencurigakan darinya?"
"Tidak juga, tapi bukankah Anda harus waspada, bahkan dari orang terdekat sekali pun?"
Tuan Sky terlihat tegang, keningnya berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu.