Part 13

1242 Words
"Jika tidak ada petunjuk, lalu kemana kita harus mencari Nona Ezi?" tanyaku masih dengan suara ketus. "Sudahlah, hari ini kita istirahat dulu sambil mencari informasi selanjutnya... Tuan Sky, saya akan mengantar Anda pulang." "Terima kasih Tuan Mossa." Mataku melirik Tuan Sky. Ternyata lidahnya bisa juga mengucap kata terima kasih. Kukura tidak ada kata-kata itu dalam kamusnya. "Tapi malam ini aku ingin pulang ke rumah Aila saja. Bolehkan Aila?" Aku menatap lelaki flamboyan iti kesal. Ingin sekali kulayangkan satu kepalan tinju ke perutnya. Kualihkan pandangan pada Mossa, dia menatapku penuh selidik. "Apa?" tanyaku melotot. Bukannya menjawab dia terus saja menatapku. Aku benci sekali tatapan itu. Hatiku seperti diremas setiap kali melihat sinar mata itu. Kau menyebalkan Mossa! Aku membuang pandanganku ke samping. Menyingkirkan rasa yang tak kumengeri. "Tuan Sky, Nona Aila tidak menjawab, sebaiknya Anda mencari tempat lain untuk menginap malam ini." Mataku melirik Mossa, secepat kilat beralih melirik Tuan Sky. Kedua lelaki itu saling menatap, menajamkan mata. Tanpa kuduga, Tuan Sky menoleh padaku. "Aila, malam ini, kau ingin kita menginap dimana?" Pertanyaan itu seolah sengaja dilontarkannya untuk menyerang Mossa. Aku tidak ingin memperkeruh suasana. Tapi menolak permintaan Tuan Sky, juga bukan pilihan. "Mossa, pulanglah, antar Jie kerumahnya. Aku akan mengantar Tuan Sky pulang." seruku seraya turun dari mobil. Tuan Sky bergegas ikut turun. Sekilas aku melirik Mossa, ia diam terpaku. Sesaat, ia menoleh padaku. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Maaf Mossa aku tidak sanggup menyertaimu, cintaku terlalu rapuh untukmu. Beberapa detik kemudian, Mossa melacu mobilnya meninggalkan aku dan Tuan Sky di parkiran apareme itu. "Dia pacarmu?" tanya Tuan Sky seraya mendekat. "Bukan urusan Anda! Urus saja adik kesayangan Anda yang tidak tahu diri itu!" "Oke, lagi pula siapa yang peduli dengan urusanmu!" Aku menatapnya kesal. Bibirku membulat dan menipis. Apa bedanya dia dengan Mossa? Bahkan dia lebih parah. Tidak ada yang bisa dipilih darinya; Cinta dan kasihnya hanya untuk Nona Ezi. Kata-katanya pedas bagai cabe setan yang tumbuh di atas karang. Lalu apa yang kuharapkan dari lelaki seperti dia? Aku tidak butuh cinta seperti ini. Aku dilahirkan bukan untuk di sakiti! Jika cinta membuatku menderita, untuk apa aku mencinta. Aku ingin bebas, lepas seperti burung. terbang kemana aku suka. Tanpa berkata apa pun, aku melangkah meninggalkannya. "Aila...." panggil Tuan Mossa. Persetan! Aku tidak akan menyahut, apalagi menoleh. Malam ini aku ingin kembali ke aparemen. Aku ingin tidur memeluk boneka kesayanganku. Aku berjalan ke pintu gerbang, lalu berdiri di pingir jalan menunggu taxi yang lewat. "Aila, apa kau tuli? Aku memanggilmu!" teriak Tuan Sky mendekat. Terserah apa katamu, caci aku semaumu, jika itu membuatmu bahagia. Aku tidak akan peduli. Sebuah taxi berwarna biru dengan lampu menyala di atasnya, datang mendekat. Aku segera memberhentikannya. Tanpa berkata apapun pada Tuan Sky, aku naik ke kursi belakang. Saat ingin menutup pintu, Tuan Sky menahannya. Melihat ia akan masuk, aku segera bergeser. Saat pintu di tutup, mobil segera melacu. "Kau ingin meniggalkan aku?" wajah itu terlihat polos. Aku menatapnya sendu, tak tahu harus berkata apa. Tidakkah dia merasa telah menyakiti perasaanku, hingga wajahnya sepolos itu bertanya tanpa rasa bersalah? Ah, ikatan pernikahan ini membuatku tersiksa. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Mataku sayu menatap jalanan yang padat. Walau dia sangat menyebalkan, tapi aku senang dia ada di sampingku. Jangan tanya mengapa? Karena Aku juga tidak tahu jawabannya. Mencintainya jauh lebih menyakitkan ketimbang mencintai Mossa. Tapi aku memilih bertahan, bahkan tidak melawan. Ada apa dengan isi kepalaku? Apa benturan itu membuat syarafku kejepit, sehingga otakku terganggu? "Pak, masuk Apartemen kali bata, ya!" "Baik, Neng." Aku mengeluarkan dompet dari saku celanaku. "Aku saja yang bayar!" Ujarnya mengeluarkan dompet. Aku menoleh, melihat Tuan Sky mengeluarkan uang, kukembalikan lagi dompet ke saku. Setelah taxi berhenti, bergegas aku turun. Tanpa menunggunya aku terus berjalan menuju lobi. "Selamat sore Nona Aila." sapa Boby-satpam yang bertugas. "Selamat Sore, Boby. Lagi tugas?" tanyaku sambil lalu. "Iya," jawabnya cengengesan. Aku tersenyun tipis membalas senyumnya tanpa berhenti melangkah. "Aila...." teriak Sky dari belakang. Aku tak peduli, bodoamat! Siapa suruh mengikutiku. Sayup-sayup aku mendengar suara gaduh di belakangku. Sepertinya Tuan Sky dihadang oleh satpam. Di apartemn ini, tidak sembarangan orang boleh masuk. Jika tidak punya kartu pengenal penghuni, satpam akan menahannya di ruang lobi. Kamarku terletak dilantai 21, dari tempat ini, kota Jakarta terlihat indah. Aku memesan makanan melalui delivery, perutku terasa lapar. Aku baru sadar, belum makan siang. Belum sempat aku menekan tombol memesan makanan. Ponselku bergetar, nama Tuan Sky muncul di layar kaca. Persetan! Paling dia mau minta jaminanku. Tidak akan kuberukan! Memangnya tidak ada tempat lain untuk menginap? Aku menolak panggilannya dengan menekan tombol merah. Pikirkan saja masalahmu Tuan Sky! Jangan mengangguku, aku Mau istirahat. Aku mencari nomer delivery langgananku dan menuliskan pesanan. Sepertinya aku masih sempat mandi sebelum pesanan datang. Air terasa sejuk menyentuh kulitku, aroma sabun dan shampoo membuat pikiranku menjadi segar. Usai mandi aku segera memakai baju dan menyisir rambut. Suara bel memaksaku meninggalkan meja rias. Kuambil uang yang sudah kusiapkan untuk membayar pesanan. Mataku membulat saat melihat bukan Delivey yang datang, melainkan Tuan Sky. Tanpa kupersilakan, dia menerobos masuk. Tidak sopan! "Jadi kau tinggal di kamar ini?" tanyanya sembari memperhatikan isi kamarku. Apa yang dilakukannya hingga satpam mengizinkannya masuk? "Bagaimana Anda bisa naik ke sini? Cara apa lagi yang Anda pakai?" "Masuk ke istana presiden pun, bukan hal sulit bagiku, apalagi hanya ke aparemen seperti ini!" Aku menatapnya datar, kata-katanya selalu sukses membuatku naik darah. Bel kembali berbunyi. Kali ini aku yakin petugas delivery langgananku yang datang. Bergegas aku membuka pintu, lalu membayar dan menerima pesananku. Aku duduk di sofa sembari membuka makanan. Tanpa basa-basi mengajak Tuan Sky, aku menyantap makanan sembari melipat kaki di sofa. "Dasar centeng! Tidak punya sopan santun! Hei, apa tidak ada yang mengajarimu cara memperlakukan tamu dengan baik?!" "Aku tidak mengundangmu! Jadi kau bukan tamu, tapi penyusup!" "Hahaha... Kau tidak memanggilku Tuan lagi, hm?" dia tergelak. Apa yang lucu? Manusia antik! Aku tidak menggubris pertanyaannya, makanan ini terlalu lezat untuk tidak dinikmati. "Aila, aku lapar." ujarnya sembari duduk di sampingku. Astaga! Kenapa jantungku tiba-tiba berdegup kencang mendengar suara lembut itu. Hatiku meleleh seperti es krim. Kutoleh Tuan Sky yang duduk lemas bersandar di sampingku. "Mau?" tanyaku dengan bodohnya menawarkan nasi kebuli di tanganku. "Buat ganjal sementara. Aku akan pesankan yang baru untukmu," Sesaat dia melirik nasi ditanganku, kemudian menatapku lekat. "Serius?" tanyanya tercengang. "Nggak mau, ya sudah!" Kutarik kembali nasiku lalu merapikan duduk mencari posisi nyaman. Kemudian mulai menyendok lagi. Belum sempat aku memasukkannya ke mulut, Tuan Sky menghentikannya. "Aku belum menjawab!" ujarnya bergantian menatapku dan nasi kotak. "Memohonlah dengan sangat!" ujarku melirik sinis penuh kemenangan. "Ah, sial!" Aku tergelak melihat wajahnya yang berubah sangar persis macan ompong. Hahaha... Puas sekali rasanya bisa membuatnya jengkel. Aku menyendok makananku lagi, belum sempat menyentuh bibir, Tuan Sky kembali menahannya. "Aila, Aila! Baiklah, Aku mohon dengan sangat!" ujarnya dengan gigi merapat. Aku menoleh, dengan penuh penghayatan, aku masukkan suapan itu ke mulutku. "Lakukan, dengan, benar!" protesku memberi perintah. "Astaga! Hanya demi makanan sisamu, kau memyuruhku memohon dengan sangat untuk mendapatkannya?" "Tidak mau? Tidak masalah, aku bisa menghabiskannya sendiri." aku kembali menyendok nasi kebuli yang masih hangat dan harum khas rempah rempah. "Baiklah! Aila, kumohon dengan sangat." ujarnya dengan wajah memelas. Sontak, aku tertawa penuh kemenangan. Dengan senyum ejekan aku menyerahkan nasi di tanganku. "Ambillah, karena kau sudah memohon dengan sangat. Ini milikmu!" Tuan Sky menatapku sinis. Mungkin setelah ini dia akan semakin ketus padaku. Persetan! Yang penting aku puas sudah membuatnya memohon. Hahaha....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD