Part 2

1224 Words
Mata Nona Ezi menatapku sinis, aku yakin, seandainya bisa pasti dia ingin menelanku. "Aku bersama kekasihku, dia akan menjagaku dengan sepenuh jiwa raganya. Jadi kuminta tinggalkan kami. Aku ingin privasiku." suaranya terdengar menahan marah. "Maaf Nona Ezi. Saya akan tetap di sini bersama Anda." Mata Nona muda itu membulat menatapku, rahangnya mengeras. Tapi siapa yang takut dengan mata indah itu? Aku membuang tatapanku ke sembarang tempat, sekadar menghindari tatapannya. Aku tidak ingin dia bertambah emosi. Tapi ternyata, aku salah. Ia bertambah kesal, kini ia berjalan menuju ruang Sky. Aku tetap mengikutinya dari belakang. Aku sudah bisa menebak apa yang ingin dia katakan pada Tuan Sky. Tanpa mengetuk pintu, gadis manja itu langsung bringsut masuk ke ruangan. Di dalam Tuan Sky sedang menatap layar monitor. "Kakak. Bisakah kau suruh orang ini pergi dari rumah ini? Dia selalu mengikutiku dan itu membuatku kesal." "Ezi, memang tugasnya menjagamu, jadi tentu saja dia akan nengikutimu kemanapun kau pergi." "Bahkan dirumahku sendiri? Lalu dimana lagi aku bisa menikmati kebebasanku?" "Ezi, untuk saat ini, nikmati saja keadaan ini. Makanya aku memilih wanita, agar bisa terus disampingmu." "Kau over protektif, Kak Sky. Kejadian yang menimpamu kemarin di rumah ini, itu hanya sebuah kecelakaan. Berhentilah berpikir ada musuh dalam selimut di rumah ini." "Ezi, Aku sedang berusaha mencabut duri dalam daging di rumah ini. Aku ingin kau tetap aman sampai kutemukan siapa orangnya." "Kakak, kumohon." wajah Nona Ezi memelas. Tapi sepertinya dia sadar jika permohonannya sia sia, "Baiklah, kalau Kakak bersikeras melindungiku. Tapi komohon, tidak saat aku bersaa Sean. Aku ingin privasiku." "Tidak. Aila akan tetap bersamamu walau saat bersama Sean. Ini perintah. Paham!" Mata Nona Ezi berkaca kaca, ia tampak kesal, sesaat ia menoleh padaku. Aku tersenyum tipis padanya, meyakinkannya bahwa aku akan terus berada di sampingnya. Kesal, Ia melangkah pergi meninggalkan ruangan tanpa pamit pada kakaknya. Sungguh adik tidak sopan! Setelah menunduk pada Tuan Sky, aku mempercepat langkahku mengikuti Nona manja itu. Mata kedua sepasang kekasih itu menoleh tajam padaku. Hem, aku tahu mereka pasti terganggu dengan kehadiranku, tapi peduli setan, aku harus menjalankan tugas. Walau sebenarnya aku juga tidak suka situasi ini, mengawal orang yang sedang pacaran itu menyedihkan, Jendral! Aku jadi ingat Mossa dan Janeta, sedang apa mereka sekarang? Ah, menyebalkan, perutku terasa mual setiap ingat dua orang itu. Aku mengambil posisi berdiri di belakang Nona manja itu, agar mudah mengawasinya. Keduanya hanya duduk diam membisu, mungkin mereka jengah. Tapi siapa yang peduli, aku tidak akan beranjak dari sini. Nona Ezi menoleh dan mendongak melihatku. Aku tersenyum tipis. Aku tahu senyum ini akan membuatnya jengkel. Tidak masalah, lebih baik melihat wajah masam dari pada melihat orang m***m, menjijikkan. "Uwuuh, menyebalkan!" teriak Nona Ezi kesal. Diraihnya loncong kecil yang terletak di meja. Kemudian di goyangnya dengan hentakan gemas. Setelah Baron datang, aku baru tahu kalau lonceng itu berfungsi untuk memanggil pelayan. Gila! Apa dia pikir pelayannya itu hewan? "Ada apa Nona Muda?" tanya Tuan Baron. "Tolong ajak perempuan itu mengambil anggur di ruang bawah tanah!" Sesaat, mataku dan mata Tuan Baron berlaga. Dari mata lelaki itu aku bisa membaca kecemasan di hatinya. Apa yang dia cemaskan? Apa dia menyembunyikan sesuatu di ruang bawah tanah? Aku rasa ini kesempatanku menyelidikinya. Tidak mengapa, bukan, meningalkan Nona Ezi sejenak bersama Sean? Tuan Baron tanpak gelisah saat mataku menatapnya lekat. Apa yang dia sembinyikan di ruang bawah tanah? Apa benar kecurigaan Tuan Sky, jika pak tua inilah musuh dalam selimutnya? "Baik, Nona Muda." ujarnya sembari melirik padaku. "Mari Nona Aila, ikut saya." ujarnya sembari beranjak. Aku bergegas mengikutinya, mataku mengawasi sekeliling. Oh Tuhan, mewah sekali isi rumah ini. Saat memasuki ruang belakang, terlihat dari jendela kaca, ada kolam rendang yang terbentang di luar berwarna biru. Aku terus mengikuti Tuan Baron, ia berhenti di pintu yang terletak paling pojok. "Silakan masuk Nona Aila," ia sedikit membungkuk mempersilakan aku masuk. Apa maksudnya? Kanapa harus aku yang masuk lebih dulu? Kenapa bukan dia? "Saya tetap di belakang Anda, Tuan. Silakan masuk, saya akan ikut," Kutatap wajahnya lekat, sebenarnya aku ingin menatap matanya, tapi dia menunduk, sepertinya dia sengaja menghindari mataku. Akhirnya dia mengalah berjalan di depanku. Hem, tempat apa ini? Ruangan khusus menyimpan minuman beralkohol? Siapa yang suka minuman alkohol di rumah ini? Mataku mengawasi sekeliling, mencari sesuatu yang mencurigakan. Nihil, tidak ada benda benda aneh di tempat ini. "Mari Nona Aila, kita kembali. Ini anggaur yang diminta Nona Muda." "Oke, baiklah, ayo kita kembali ke atas." Aku tetap bertahan ditempatku berpijak, membiarkan Tuan Baron berjalan lebih dulu. Saat berada di tangga terakhir, Tuan Baron panik, pintu terkunci. Aku setengah tidak percaya lalu mencoba membukanya. Ah, sial! Siapa yang mengunci kami di ruang bawah tanah ini? Apa maksudnya? Mana mungkin Tuan Baron pelakunya, dia bersamaku sejak tadi. Aku menatapnya tajam, memastikan ini bukan rencananya. "Apa Anda punya kunci cadangan, Tuan?" "Tidak Nona." "Lalu bagaimana caranya kita ke luar dari tempat ini? Aku harap bukan Anda dalang semua ini." Hei! Mau kemana dia? Bukannya menjawab malah melengos pergi! Kutatap pintu itu sekali lagi, rasanya konyol sekali begitu mudah terjebak di tempat ini. Oh Tuhan, bagaimana ini? Aku ikut menuruni tangga mengikuti Tuan Baron. Lelaki itu duduk menekuk lutut di lantai. Kepalanya tertunduk dalam. "Apa Tuan Sky mengatakan sesuatu pada Anda tentangku?" Kutatap matanya lekat saat ia menoleh padaku. Mata itu sayu, wajahnya terlihat murung. "Aku tidak menyalahkan Tuan Sky jika mencurigaiku sebagai pelaku teror di rumah ini. Tapi aku kasihan padanya, dia dalam bahaya. Aku yakin Nona Muda akan mempercepat rencananya." "Tuan Sky dalam bahaya?" Tuan Baron mengangguk menjawab pertanyaanku. "Nona Ezi ingin menyingkirkannya?" Lagi-lagi, Tuan Baron mengangguk. "Demi apa?" "Saya tidak tahu, Nona." Aku berjalan mondar mandir berpikir keras menebak untak apa Nona Ezi ingin menyingkirkan Tuan Sky, apa demi harta? Ah, tidak masuk akal! Aku terkesip, tubuhku reflek berbalik saat merasakan sebuah benda akan menghantam punggungku. Dalam hitungan detik, tanganku menagkis kursi yang hampir saja mendarat dipunggungku. "Hiiiaaa!" teriakku mengencangkan seluruh otot tubuh menahan hantaman kursi. Ah, sial! Tuan Baron sengaja membuatku lengah padanya. "Wah, hebat! Kemampuanmu boleh juga Nona cantik." "Ow, begini rencananya? Jadi benar kau dalang semua ini?" tanyaku sembari memasang kuda kuda. "Hahaha... Tidak juga! Dan aku peringatkan kau untuk tidak ikut campur dalam urusan ini." "Tuan Sky menyewaku untuk menyelesaikan maslahnya. Itu berarti ini jadi urusanku." Lelaki bertubuh tegap itu, mengeluarkan pisau dari balik jas hitamnya. Apa dia sudah merencanakan semua ini? Tapi tidak semudah itu menjebakku pak tua! Mari kita buktikan. Aku menekan tombol kecil di dalam sepatuku. Dua pisau segera keluar dari kedua ujung sepatuku. Mata tuan Baron membulat melihat pisau di kakiku. Aku tersenyum sinis padanya, puas sekali hati ini melihat raut wajahnya yang mulai menengang. Aku ingin tahu, jika kukeluarkan senjata dibalik rokku ini, apa kah dia akan terkencing di celana? Hah, nanti sajalah, jika memang terdesak, baru kugunakan. Tuan Baron memasang kuda kuda, bersiap menyerang. Dari gerakan tubuhnya terlihat dia cukup menguasai bela diri. Aku harus hati-hati. Aku tidak mau mati di gudang bawah tanah ini. Makin senang nanti Mossa dan Janeta jika aku mati lebih cepat. Saat pisau itu menghujam ke arahku, sigap, aku merunduk dan menyapu kaki pembantu gila itu. Untung saja dia cepat minghindar, kalau tidak kakinya pasti robek dengan pisauku. Aku tidak memberinya kesempatan untuk menarik napas, gesit, aku melompat dan berdiri kemudian dengan tendangan berputar, kakiku sempurna mendarat di lehernya. Dia terhunyung ke lantai. Aku sengaja memasukkan kembali pisau ke sepatu. Aku tudak ingin membunuhnya, aku hanya ingin melumpuhkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD