BAB 6

1801 Words
Sudah 2 minggu Keisha bekerja menjadi supir dari seorang pria sombong, Devan. Pria itu semakin hari semakin membuatnya repot. Pantas saja tidak ada yang betah bekerja bersama nya. Dia memang benar-benar minta di hajar. Lihat saja seperti saat ini. Keisha sedang menyetir. Dan dengan seenak jidatnya Devan menaruh kedua kakinya berbalut kaus kaki putih ke bagian belakang kepala kursi mobil Keisha. Menendang-nendang kecil hingga membuat Keisha geram karenanya. Keisha melepaskan seatbelat nya. Lalu dengan sengaja ia menarik tuas kursinya dan mendorong ke belakang hingga membuat kursi mobilnya menghimpit kaki Devan sampai tertekuk. "Hei. Kau.." "Maafkan saya tuan. Terlepas sendiri. Sepertinya tuasnya sudah rusak."ucap Keisha. Tersenyum paksa pada Devan dari kaca spion. Lalu ia menepikan mobilnya. Membetulkan kursinya dengan gebrakan. Dengan sengaja. Agar Devan tahu ia tak suka. Dan tak segan-segan melawan jika pria itu melakukan hal kurang ajar padanya. "kotor sekali, debu."Keisha memukul kursi tersebut dengan kuat, lalu melirik Devan sinis. Devan mendengus remeh. Sadar jika wanita itu melakukannya dengan sengaja. "Apa kau tidak bisa mengemudi dengan cepat. Kau membawa mobil ini seperti keong."ucapnya ketika Keisha kembali melajukan mobilnya pergi. Keisha hanya bisa menghela nafas kesal, diam-diam mengutuk dan melempar kata makin dalam hatinya untuk Devan. Pria itu memang minta dihajar, Keisha mulai beandai-andai jika menabrakan mobil ini apa reaksinya. Kenapa dia tidak bisa diam dan membiarkan Keisha untuk mengendarai mobil ini dengan tenang. Rasanya seperti ingin menenggelamkan pria itu di sungai biar dia tahu rasa. "Maaf tuan. Tapi keong tidak bisa membawa mobil. Bahkan membawa cangkang nya saja sudah kesulitan sendiri". "Maksudku kau membawa mobil ini lamban seperti keong." "Tapi tuan. Keong tidak bisa membawa sebuah mobil. Apa anda pernah melihat keong membawa mobil dengan lamban. Sehingga anda mengatakan jika saya membawa mobil ini seperti keong yang lamban" Devan memutar kedua bola matanya malas. Ia menyesal sudah membahasnya. Wanita itu sangat pandai dalam membahas setiap perkataannya. Devan menyipitkan matanya ketika menatap pantulan wanita itu dari kaca spion. "Naikan kecepatannya." "Peraturannya adalah 60 km/jm. Saya tidak bisa lebih dari itu." "Oh ya ampun."desah Devan frustasi. Keisha menahan senyumnya. Bibirnya berkedut ingin terbahak. Ia memang sengaja. Ternyata membuat orang lain kesal itu memang menyenangkan. Apalagi jika orang itu adalah Devan. Keadaan berubah hening, Devan menatap keluar jendela mobil hingga ia teringat sesuatu. *** Belum jam 6 seperti pada umumnya mereka pulang Kantor. Devan sudah keluar untuk pulang lebih awal. Pria itu hanya diam. Memejamkan matanya seolah sedang tertidur. Keisha meliriknya dari kaca spion. Ia merasa ini lebih baik. Tidak ada ocehan. Dan kata-kata tak berguna untuk membuat bosnya itu kesal sore ini. Ketika mereka sampai, Keisha bergegas keluar untuk membukakan pintu untuk Devan. Keisha memarkirkan mobilnya di Garasi setelah itu ia pergi menuju kamarnya. Keisha merasa tubuhnya begitu lengket karena keringat. Keisha memutuskan untuk mandi. Setelahnya ia menyisir rambutnya yang ia gerai. Ia baru saja mengeringkannya menggunakan hairdryer. Rambutnya sepanjang bahu. Berwarna hitam sedikit ombak di bagian bawah. Karena ia sering mengikatnya. Keisha memakai sweater rajut berwarna hijau tua sepanjang pinggang. Dan celana olahraga berwarna hitam bergaris putih. Ia baru saja membanting dirinya di atas kasur ketika telepon di kamarnya berdering. "Hal..." "Ke kamarku sekarang" Keisha memutar kedua bola matanya malas. Dia mengenali suara ini. Suara orang tukang perintah-perintah. Tentu saja hanya Devan lah orangnya. siapa lagi pria yang berani seenak jidatnya memerintah jika bukan dia. Keisha baru saja ingin protes tapi sayangnya. Waktu masih menunjukan pukul 7 malam. Masih ada 1 jam lagi sebelum ia bisa menolak perintah pria itu untuk menyuruh-nyuruhnya melakukan sesuatu. Keisha bergegas pergi menuju kamar Devan di lantai 2. Ia mengetuk pintunya sebelum masuk. Ketika suara pria di sebrang sana memperbolehkannya. Ia langsung masuk. Dan mendapati Devan tengah berdiri menatap ke arah jendela kamarnya. "Ambil semua hiasan lemari itu yang bertema superman dan masukan ke dalam kardus coklat yang ada di atas sofa"perintah Devan tanpa melihatnya. Masih dengan berdiri membelakanginya. Keisha nampak bingung. Ia berdiri di depan lemari tersebut. Menatap kagum pada miniatur-miniatur superman tersebut. Devan terus membelakanginya. Lalu kemudian ia menoleh pada Keisha. Keterkejutan jelas tercetak di wajahnya. Ini pertama kalinya ia melihat Keisha menggerai rambutnya. Selama ini ia selalu melihat wanita itu mencepol rambutnya atau menguncir kuda. Keisha terlihat sedikit berbeda. Biasanya wanita itu terlihat seperti wanita buas, wanita tangguh yang bisa menerkam balik jika siapapun mengganggu nya. Tapi melihatnya seperti ini. Sedikit feminim. Dengan sweater rajut dan celana olahraga. Dan membiarkan rambutnya tergerai. Ia nampak seperti wanita muda feminim rumahan. Rasanya berbeda. Entah kenapa. Seolah ia sedang bersama dengan wanita berbeda. Bukan bersama dengan pengawalnya yang galak. Devan terus menatapnya. Melihat wanita itu yang tengah sibuk mengagumi miniatur miliknya, dan memasukannya ke dalam kardus. Miniatur-miniatur itu pemberian dari Sena. Dan Devan meminta Keisha untuk menyingkirkannya dari kamarnya. Berniat menaruhnya di gudang. Tapi ia tak mau menyentuhnya langsung. Seolah itu adalah barang kramat untuk disentuh. Ketika Keisha menoleh padanya Devan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Keisha menatapnya bingung. Lalu ia kembali menyibukkan diri dengan memasukan berbagai miniatur tersebut ke dalam kardus. Dan ketika Keisha kembali menyibukkan diri. Devan kembali meliriknya. "Apa benda ini mau dibuang?."tanya Keisha. Devan berjalan mendekatinya. Lalu melirik miniatur-miniatur tersebut dengan wajah jijik. Semua miniatur itu pemberian Sena. Dan Devan tidak ingin memilikinya. Bahkan mengingat setiap momen yang ada. Ia terlanjur membenci wanita itu. Entah sampai kapan ia akan membencinya. Atau bisa memaafkannya dan menerima statusnya sebagai kakak ipar. "Dari pada dibuang lebih baik buat aku saja."ucap Keisha dengan wajah sumringah, menatap setiap miniatur tersebut. Sebelas alis Devan terangkat. Menatap Keisha dengan kedua mata memicing. "Kau suka superman?." "Tidak.” ucap Keisha dengan menggeleng kecil kepalanya membuat dahi Devan bertaut bingung. "Lalu kenapa kau memintanya-huh!"geram Devan. Keisha selalu saja membuatnya bingung. Dan Devan benci itu. "Aku bisa menjualnya kembali dan mendapatkan uang. Dari pada kau menjualnya. Lebih baik buat aku saja.  Ya... Ya... Yayayaya"mohon Keisha penuh harap dengan wajah berbinar menatap Devan. "Taruh di gudang."jawabnya dengan wajah datar lalu berlalu pergi mendudukkan dirinya di balkon kamarnya. Keisha memberenggut. Ia bergumam tidak jelas. Memaki pria itu. Keisha tidak habis pikir Devan bisa begitu saja membuang barang-barang tanpa berpikir dahulu. Memangnya membeli barang ini bukan pakai uang. Lebih baik dijadikan uang lagi jika tidak memakainya. Keisha melirik Devan. sebuah ide melintas di kepalanya. jika dia ambil satau atau dua lalu di jual kepada tetangganya di sebelah rumah, Keisha rasa itu bagus. Harganya pasti mahal.  Keisha ingin melirik Devan lagi, lalu sebelah tangannya mencoba memasukan satu miniatur itu ke dalam kantungnya.  "Jangan ambil secara diam-diam. Jika besok aku melihatnya terpajang di salah satu website online. Ku patahkan tanganmu menjadi 4." Ucapan Devan seketika membuat Keisha hampir saja terjengkang saking terkejutnya. Bagaimana bisa dia tahu. pikir Keisha. Keisha memasukan miniatur itu kembali ke dalam kotak dengan kesal. "Memangnya aku pencuri. Dasar pria menyebalkan. Pelit. Mati saja sana. Aku benar-benar muak melihatnya. Kalau bukan karena gaji ku yang besar untuk bekerja di sini. Aku tidak akan mau punya bos sepertinya"gerutu Keisha berbisik. Seraya memasukan miniatur tersebut ke dalam kardus. *** Setelah selesai. Devan menyuruhnya untuk membawanya ke dalam Gudang di belakang Rumah. Keisha membawanya ke bagian belakang. Namun ketika ia ingin menuruni tangga ia tak sengaja mendengar suara ribut dari dalam ruang kerja Demian. Keisha mengedarkan pandangannya. Lalu dengan perlahan ia mendekatkan dirinya ke arah pintu ruang kerja Demian. "Berhenti bersikap dingin padaku. Aku tidak membutuhkan pernikahan ini jika kau hanya membuatku menjadi istri pajangan" "Aku menikah denganmu. Karena aku percaya kau bisa membuatku merasakan cinta. Bukan malah bersikap seolah aku tidak ada. Aku ini istrimu. Kenapa kau tidak bisa memperlakukanku sedikit lebih manusiawi" "Kau bahkan tidak pulang. Kau malah menginap di sini" Devan yang baru saja keluar dari kamar malah mendapati wanita itu tengah menempelkan telinganya di depan ruang kerja kakaknya. Devan menaruh sebelah tangannya di belakang kepala Keisha dan bertolak pinggang, menatapnya sinis.  "Aku menyuruhmu menaruh kardus itu di gudang. Bukan menguping pembicaraan orang lain." Ucapan Devan yang mengejutkan dan tiba-tiba berada di belakangnya membuat Keisha spontan menjauh, dan malah menginjak kakinya.  "Yaish. Kau."decak Devan sebal. Keisha tersenyum dengam cengiran di wajahnya sebelum mengulum senyum. "Maafkan aku. Aku tidak menguping. Aku hanya.. Hanya sedang lewat. Kau jangan menuduhku yang bukan-bukan"ucap Keisha menyangkal perkataan Devan. Devan menyipitkan kedua matanya. Menatap Keisha sinis. "Cepat bawa kardus itu ke gudang." "Bawa saja sendiri kenapa kau menyuruhku terus-terusan. Sudah jam 8 lewat. Aku di bebas tugaskan" "Kau yang memasukan miniaturnya kelamaan. Kau kira aku tidak tahu. Kau sengaja agar lewat jam 8 dan dapat berhenti bekerja. Cepat bawa ke bawah. Jangan kerja setengah-setengah. Kau harus menyelesaikan pekerjaanmu dengan benar sampai selesai. Asisten"ucap Devan dengan penekanan pada kata asisten membuat Keisha mendesis sebal. Keisha melotot kan matanya kesal. "Kenapa melotot padaku. Cepat bawa itu."perintah Devan seraya menunjuk kardus itu dengan dagunya. Devan menyuruh Keisha pergi dengan dagunya. Keisha mendengus sebal lalu kemudian berjalan pergi meninggalkan Devan. Tapi pria itu malah mengikutinya dari belakang. Berdiri tak jauh dari Keisha. *** Devan mengantar Keisha menuju gudang. Ia menunggu di pintu gudang ketika Keisha menaruh kardus tersebut ke salah satu rak kayu yang berjejer di sana. Bau kayu mahoni nampak terasa harum menyeruak ke Indra penciumannya. Keisha mengamatinya. Berjalan ke salah satu bilik rak, dari satu rak ke rak lainnya. Dan anehnya Devan hanya diam saja. Membiarkan wanita itu melihat-lihat gudangnya. Gudang itu tidak seperti gudang kumuh yang penuh debu dan barang kotor berkarat. Gudang ini sangat tertata rapih. Setiap barang tergantung dan tersusun rapih di sebuah rak-rak. Seperti berada di sebuah Pusat perbelanjaan di sebuah Swalayan barang. Keisha merasa nyaman. Walau ini adalah Gudang. Ia berhenti pada rak keempat ketika melihat foto seorang wanita. "Bisa kita pergi sekarang."ucap Devan dari ambang pintu Gudang membuat Keisha menoleh padanya. "Oh. Maafkan aku"Keisha berlari menuju Devan. Pria itu mematikan lampu sebelum keluar dan menutup pintu Gudang. Ketika mereka kembali. Keisha melihat Taman yang begitu luas. Ada macam-macam bunga. Dan sebuah kursi taman bercat putih bertengger manis di tengah Taman. Tak jauh di depannya. Ada sebuah kolam ikan. Keisha meminta Devan untuk mengizinkannya melihatnya. Ketika Devan mengangguk. Keisha langsung berlari menuju kolam ikan tersebut. Ia berjongkok di pinggir kolam. Menatap senang pada ikan-ikan yang berenang di dalam kolam tersebut. Ikan Koi denan berbagai warna. Dan ukurannya sangat besar. "Kau bisa memberinya makanan"Devan mengulurkan sebotol makanan ikan ke arah Keisha. Keisha mendongak lalu tersenyum. Ia mengambil botol tersebut dan memberikan sedikit demi sedikit makanan ke dalam kolam. "Aku selalu ingin memelihara sebuah binatang. Tapi.. Mam tidak suka jika aku memelihara sesuatu. Dia bilang. Siapa yang akan mengurus kotorannya. Lalu kami semua menyerah. Aku juga pernah memelihara ikan. Tapi ketika 6 kali berturut-turut ikan nya selalu mati. Jadi aku berhenti untuk memelihara sesuatu" Devan melipat kedua tangannya di depan d**a. Ia mendengarkan walau raut wajahnya nampak datar. Seolah tak menyimak. "Tapi tenang saja. Aku hanya memberinya makan. Hanya malam ini. Jadi kau tidak perlu takut aku membunuh ikan piaraanmu ini"Devan mendengus. Bibirnya tertarik sedikit. Merasa lucu dengan ketakutan Keisha yang tiba-tiba. "Ya benar. Jangan terlalu dekat. Mendengar bagaimana pengalamanmu dalam membunuh binatang. Aku rasa aku harus berhati-hati dan menjaga ikanku dari pembunuh berantai sepertimu" Keisha meringis. Berdecak mendengar khawatiran Devan yang begitu berlebihan. "Yang benar saja"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD