Sarapan pagi bersama keluarga akan segera dimulai dan Kana memanggil Serkan yang sepertinya masih berada didalam kamar. Ia membuka pintu kamar dan melihat Serkan meliriknya sekilas lalu kembali larut dalam pekerjaannya. Kana merasa Serkan adalah sosok yang kaku, dingin yang pastinya akan sangat membosankan jika harus berbincang dengannya. Ia mendekati Serkan dan menatap Serkan dengan dingin.
"Sarapan dulu!" Ucap Kana membuat Serkan menutup berkasnya dan ia mengangkat kepalanya menatap Kana. Mata Serkan bertemu dengan mata Kana membuat Kana terkejut dan ia merasa gugup.
'Astaga kalau saja wajahnya nggak tampan mungkin aku bisa mati berdiri ngadepin kamu Mas, nggak ada ramah-ramahnya sama sekali' Batin Kana.
Serkan berdiri dan ia melangkahkan kakinya mengikuti Kana menuju ruang makan. Serkan duduk disamping Kana dan kedua orang tua Kana tersenyum melihat Serkan menantunya. Bagiamana tidak tersenyum dan merasa sangat bahagia karena sebenarnya yang mereka harapkan menjadi menatu mereka adalah Serkan. Apalagi saat mengujungi kota Surabaya beberapa bulan yang lalu Serkan bertemu orang tua Kana, kedua orang tuanya bisa menikai bagaimana baiknya seorang Serkan untuk putri sulungnya.
"Selamat datang di keluarga kita Serkan, setelah ini Ayah ingin kalian berdua bicara sama ayah di ruang kerja ayah!" Ucap Subekti.
"Iya...Pak," ucap Serkan dengan suara beratnya yang terlihat begitu menggetarkan hati para wanita. Kiran menyenggol lengan Kana dengan senyumnya yang menggoda sedangkan Lifia tersenyum melihat Kana.
"Cie-Cie bikin iri aja nih hehehe..." kekeh Lifia.
"Jahil banget kalian berdua ini," ucap Altaf kesal melihat ringan Lifia dan Kiran.
"Nak Serkan, Altaf ini nanti butuh bimbingan nak Serkan karena rencananya Altaf mau ikut tes juga ya nak, mau jadi tentara," ucap Murni membuat Kana terkejut. Ia menatap kearah Serkan dan rasa penasarannya tentang pekerjaan Serkan akhirnya terjawab.
"Iya Bu, siap," ucap Serkan terdengar kaku membuat Kana merasa ia harus siap menerima segala kekakuan suaminya ini. Apalagi orang seperti Serkan pasti jauh dari kata romantis dan sikapnya yang dingin akan membuatnya merasa bosan.
Mereka sarapan pagi sambil mendengarkan cerita Kran, Lifia dan Altaf yang sejak tadi menceritakan keseruan mereka. Serkan terlihat serius mengunyah makanannya dan ia memilih mendengarkan cerita mereka tanpa menanggapinya. Apalagi Lifia dan Kiran sengaja mengatakan semua sifat yang dimiliki Kana termasuk apa makanan yang disukai Kana. Setelah acara makan malam selesai, Subekti dan Murini mengajak Kana dan Serkan menuju ruang kerja Subekti. Saat ini mereka telah duduk disofa bersama dan terlihat Subekti sedang menatap Serkan dengan serius. Sebagai seorang ayah ia sangat mengkhawatirkan pernikahan putrinya apalagi Serkan bukanlah suami yang diharapkan Kana.
"Sebelumnya Ayah mau mengucapkan terimakasih kepada kamu Serkan, karena telah bersedia menikahi Kana dan menyelamatkan acara pernikahan Kana. Ayah tahu mungkin kamu keberatan dengan pernikahan ini tapi Ayah harap kamu bisa menerima Kana sebagai istri kamu," ucap Subekti.
Serkan memilih diam dan diamnya Serkan ini membuat Kana merasa jika seharusnya pernikahannya bersama Serkan tidak terjadi. Pernikahan dengan keterpaksaan seperti ini hanya akan menimbulkan luka dan Kana harus bertahan dengan ketidakpastian dalam menjalani biduk rumah tangganya. Jika saja akad nikah ia dan Serkan tidak terjadi, keluarganya paling akan malu dan nama baiknya hancur, namun setidaknya ia masih bisa kembali menata hatinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Kana hanya akan membiarkan Serkan menjatuhkan talak padanya atau Serkan akan mengajukan penceraian padanya.
"Saya menerimanya, Pak," ucap Serkan dengan suara beratnya yang terdengar tegas dan itu membuat Kana terkejut.
"Jangan panggil Pak, kamu panggil Ayah dan Ibu saja seperti anak-anak Ayah yang lain!" Pinta Subekti.
"Baik Yah, hmmm...Ayah dan ibu tidak perlu khawatir saya telah mengambil keputusan menikahi Kana jadi saya pasti menerimanya," ucap Serkan. Ia sangat menghormati kedua orang tua Kana dan ia tak ingin menyakitinya. Tentu saja ia yang telah lama hidup mandiri lebih kuat dibandingkan Kana seorang perempuan yang terlihat dimanja oleh kedua orang tuanya.
"Kalian memang baru kenal dan pasti banyak hal yang harus kalian pelajari tentang keinginan atau sifat masing-masing," jelas Subekti. "Kana..." panggil Subekti.
"Iya Yah," ucap Kana menatap Subekti dengan tatapan sendu. Ia menahan air matanya agar tidak menetes dan Kana juga merasa jika ini semua terjadi karena kesalahannya.
"Serkan, Ayah menyerahkan Kana denganmu, Ayah mohon jaga anak Ayah dan jangan sakiti dia!" Pinta Subekti menatap Serkan dengan tatapan penuh harap. Tanpa sadar Kana meneteskan air matanya, ayahnya memohon kepada laki-laki yang belum tentu menerima dirinya sebagai istri.
"Iya Yah," ucap Serkan.
Subekti dan Murni menteskan air matanya, keduanya yakin keputusannya dengan menikahkan Kana dengan Serkan adalah yang paling benar. Ia harap keputusannya itu tidak salah dan Serkan bisa membahagiakan putrinya. "Sebelumnya saya mohon izin kepada Ibu dan Ayah membiarkan Kana tinggal disini untuk sementara karena masih banyak pekerjaan yang haru saya lakukan diluar kota," ucap Serkan.
"Kalau nak Serkan ingin Kana ikut nak Serkan ke luar kota silahkan saja!" Ucap Subekti.
"Saya berencana akan pindah ke Jakarta Bu, Yah dalam tahun ini, jadi untuk Kana tidak perlu pindah ke luar kota bersama saya," jelas Serkan.
Murni tersenyum, tadinya ia berpikir putrinya akan segera dibawa jauh oleh Serkan namun ternyata Serkan akan segera menetap di Jakarta. "Alhamdulilah nak Serkan akan menetap di Jakarta," ucap Murni.
"Alhamdulilah," ucap Kana.
"Saya juga mau pamit Bu, saya mau kembali ke Rumah keluarga saya karena hmmm...pernikahan ini mendadak dan saya belum menyiapkan apapun Bu. Saya juga mau bertemu kakek serta keluarga saya yang lain sebelum saya berangkat melaksanakan tugas saya di luar kota," ucap Serkan.
"Silahkan saja nak Serkan, sekalian kamu memperkenalkan Kana secara resmi dengan orang tua kamu. Kami juga akan segera berkunjung ke Rumah orang tua nak Serkan," ucap Subekti.
"Iya Yah," ucap Serkan.
Setelah pembicaraan mereka selesai, Serkan segera keluar dari ruang kerja Subekti dan ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah diikuti Kana. Kana yang bingung Serkan keluar begitu saja dan berada didepan teras membuat memegang lengan Serkan. "Mau pergi sekarang?" Tanya Kana.
"Iya," ucap Serkan.
"Aku belum mengganti pakaianku Mas," ucap Kana yang masih memakai pakaian rumahan. Kana kesal karena sikap Serkan begitu kaku padanya, apa salahnya Serkan memerintahnya untuk segera mengganti pakaian dan membuatkannya mempersiapkan dirinya untuk bertemu orang tua Serkan.
"Saya tunggu disini dan jangan lama!" Ucap Serkan membuat Kana bergegas menuju kamarnya dengan cepat membuat Lifia, Kiran dan Altaf menatap Kana dengan terkejut karena Kana tampak berlari kecil menuju kamarnya. Kana memakai dress dan ia mengambil tas tangannya lalu melangkahkan kakinya dengan cepat keluar dari kamarnya. Ia tak sempat lagi bermakeup karena ucapan Serkan yang memintanya untuk jangan lama yang diartikan Kana jika ia lama mengganti pakaiannya. Serkan akan meninggalkannya.
Kana mempercepat langkah kakinya namun tiba-tiba ia dihadang Altaf yang merentangkan kedua tangannya dan kedua tanganya dipengang dua orang saudarinya yang juga sangat jahil padanya. Siapa lagi kalau bukan Kiran dan Lifia. "Mau kemana buru-buru amat, mbak itu kayak dikejar anjing tahu," ucap Kiran.
"Aduh nanti Mbak ditinggal, kalian sana minggir!" pinta Kana.
"Mbak mau kemana? Jawab dulu dong pertanyaan kita!" Pinta Lifia.
"Iya jawab aja!" Ucap Altaf.
"Mau ke Rumah orang tua Mas Serkan," ucap Kana.
"Cie yang udah panggil Mas sayang," goda Lifia.
"Yang udah mulai berdebar-debar jantungnya," goda Kiran.
"Stop udah ya ini darurat, kalian jangan suka ngegoda Mbak, Mbak doakan kalian dapat pasang militer yang lebih-lebih menakutkan dari mbak," ucap Kana membuat mereka semua tertawa.
Bagi Lifia dan Kiran, Serkan adalah sosok yang sangat tampan dan mengerikan bukanlah kata-kata yang pantas untuk menujukkan betapa gagahnya seorang Serkan. Kiran dan Lifia melepaskan tangannya yang memegang lengan Kana sama halnya dengan Altaf yang segera menyingkir memberi jalan untuk Kana. Kana mempercepat langkah kakinya dan ia melihat Serkan ternyata masih menunggunya, membuatnya bernapas lega. Ia paling kesal jika terburu-buru seperti ini tapi apa boleh buat, ia tak mungkin mengatakan kekesalannya kepada sosok Serkan yang masih sulit ia pahami bagaimana sikapnya. Bisa saja Serkan adaah sosok yang kasar yang akan memarahinya dan bahkan memukulnya ketika sedang marah padanya. Memikirkan itu semua membuat tubuh Kana merinding. Ia berharap Serkan adalah laki-laki baik yang nantinya akan menyayanginya sebagai seorang suami yang bertanggung jawab.
Serkan melihat kedatangan Kana dan ia segera melangkahkan kakinya menuju mobilnya, lalu Kana segera masuk kedalam mobil mengikuti Serkan yang lebih dulu masuk kedalam mobil. 'Nggak ada niat apa buat bukakan aku pintu mobil,' Batin Kana.