Kekesalan Liana

1522 Words
Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Serkan, Kana memilih diam dan ia bingung ingin memulai pembicaraan, namun ia ingat ketika ke Rumah mertuanya harusnya ia membawa buah tangan untuk mereka, apalagi ini kunjungan pertamanya sebagai istri Serkan. Ia harus memberikan kesan baik walaupun kemungkinan besar orang tua Serkan tidak menyukainya. "Mas bisa nggak kita berhenti di Tokoh buah, Mas?" Tanya Kana. "Oke," ucap Serkan tanpa ingin bertanya mengapa Kana memintanya untuk berhenti di Tokoh buah. Kana merasa Serkan bak seorang robot yang akan menjawabnya dengan singkat seolah tak banyak kara kata bahkan stok kalimat yang keluar dari bibirnya. Laki-laki disampingnya benar-benar dingin dan sulit untuk ditebak. Kana bahkan belum pernah melihat ekspresi bahagia dari wajah Serkan apalagi senyuman dari bibir Serkan. kana mengangkat jika Serkan sangat tidak menyukainya dan ia menahan dirinya untuk keberatan dengan sikap Serkan padanya saat ini. Serkan menepikan mobilnya di sebuah toko yang menyediakan beberapa buah segar. Kana segera turun dan membeli beberapa buah untuk dibawa ke Kediaman orang tua Serkan. Kana mengambil beberapa macam buah dan ia tidak menyadari jika saat ini ada Serkan yang berada dibelakangnya. Serkan mengambil alih keranjang yang dibawa Kana membuat Kana terkejut dan ia tidak menyangka Serkan juga masuk kedalam toko ini. "Biar saya yang bawa!" Ucap Serkan. Kana menatap wajah tampan dan dingin itu dengan tatapan menyelidik lalu ia menganggukan kepalanya. Setelah itu Kana menuju kasir diikuti Serkan, ia mendengar bisik-bisik Karyawan perempuan yang mengatakan jika Serkan sangatlah tampan dan gagah. Serkan mengeluarkan kartu miliknya dan ia memberikan kartu itu kepada Kana lalu mengatakan pinnya kepada Kana. Kana sebenarnya keberatan untuk membeli buah ini dengan menggunakan uang Serkan tapi jika ia menolaknya pasti Serkan akan marah padanya. Setelah membayarnya ke Kasir, keduanya segera menuju mobil dan masuk kedalam mobil. Serkan menghidupkan mesin mobilnya dan Kana memberikan kartu itu kepada Kana. "Kartu itu untukmu," ucap Serkan. "Nggak usah Mas," ucap Kana menolaknya. "Harus diterima! Apapun yang ingin kamu beli untuk kebutuhanmu kamu bisa menggunakannya!" Ucap Serkan tegas dan suaranya terdengar amat dingin. Kana memasukkan kembali kartu itu kedalam dompetnya dan jika kali ini ia menolak lagi dengan keras kartu yang diberikan Serkan maka dapat dipastikan ia akan mendengar ucapan yang teramat dingin yang pastinya akan membuat suasana akan semakin menegang. "Maaf, karena melibatkanmu dalam masalahku," ucap Kana. "Masalah apa?" Tanya Serkan. "Pernikahan ini," ucap Kana. Serkan menghela napasnya, ia memilih diam dan tidak menanggapi ucapan Kana. Beberapa menit kemudian mereka sampai dikediaman orang tua Serkan, Kana tidak menyangka jika orang tua Serkan ternyata sekaya ini dan ia pun sama sekali tidak mengetahui perkerjaan orang tua Serkan. Dulu saat ia bertunangan dengan Arman, ibu Amran sama sekali tidak menyukainya namun ia bertahan karena Amran selalu menjadi penguatnya, lalu selalu menyakinkanya nanti ibunya pasti akan menerimanya sebagai menantu ketika Kana benar-benar telah menjadi istrinya. Kana merasa lega karena ia mampu menjaga harga dirinya hingga tidak terjerumus pergaulan bebas, termasuk kuat menahan godaan ketika Amran mulai menunjukkan tingkahnya yang ingin menyetuhnya. Ternyata Tuhan memberikan petunjuk padanya dan menggagalkan dirinya menjadi istri dari b******n seperti Amran. Mobil berhenti dan keduanya melangkah kakinya keluar dari dalam mobil. Jantung Kana berdetak dengan kencang dan ia harus menerima resiko apa yang terjadi ketika ia berada dilingkunhan keluarga Serkan. Ia harus siap menerima kemarahan keluarga Serkan dan juga tatapan tak suka dari semua keluarga Serkan. Siapapun pasti tidak akan menerima menatu dadakan yang terpaksa dinikahi putranya karena permintaan sang Kakek untuk menutupi aib keluarga atas gagalnya pernikahaan karena kecerobohan cucunya yang lain. Dua orang maid tersenyum melihat Serkan, namun ketika melihat Kana keduanya saling berpandangan lalu menatap Kana dengan tatapan menilai. Kana menahan diri untuk bersabar karena buah dari kesalahannya yang begitu saja berpaling dari laki-laki yang harusnya menjadi jodohnya hingga salah memilih dan membuatnya dipandang rendah oleh para maid di Rumah ini. "Mami dan Papi mana Mbak?" Tanya Serkan. "Didalam Den, diruang keluarga," ucapnya. Serkan melangkahkan kakinya masuk kedalam ruang keluarga dan ia melihat kedua orang tuanya duduk disana sambil melihatnya. Kana masih saja terkejut melihat Prof dirumah Sakit tempat ia berkerja sekaligus pemilik rumah sakit adalah orang tua Serkan. Kemarin saat menikah ia memang merasa orang tua Serkan mirip dengan prof di Rumah sakitnya, namun Kana masih belum yakin tapi saat ini ia sangat yakin jika orang tua Serkan memang benar adalah Prof Nasir. Kana melihat tatapan dingin dari ibu mertuanya dan ia tahu jika ibu mertuanya ini tidak menyukainya. Apalagi ternyata Serkan yang begitu dingin sama seperti ibu mertuanya dan ia merasa sangat terintimidasi berada dalam satu ruangan ini dengan orang tua Serkan. Serkan menciuum punggung tangan kedua orang tuanya diikuti Kana yang yang juga menciuum punggung tangan orang tua Serkan. "Silahkan duduk nak Kana, nggak usah gugup seperti itu!" Ucap Nasir. "Iya Prof," ucap Kana gugup. "Jangan-jangan dia tidak tahu kalau kamu itu Pi direktur rumah sakit tempatnya berkerja," sinis Liana. "Mi..." tergur Nasir. "Apa Mami nggak boleh bicara?" Kesal Liana. Ia masih sangat kesal dengan Kana yang mengabaikan perjodohan dengan putranya dan memilih Amran. Apalagi sekarang putranya menjadi pengantin pengganti atas permintaan ayah mertuanya. "Boleh tapi jangan merusak suasana!" Pinta Nasir yang saat ini menatap istrinya dengan tajam dan senyum ramah yang selalu ia tunjukkan kepada rekan kerjanya dan juga karyawannya hilang sudah. "Kok Mami jadi perusak suasana? Wajar ya Pi kalau Mami bersikap seperti ini mengingat dulu dia langsung memilih Amran tanpa mempertimbangkannya untuk bertemu Serkan. Anak saya jauh lebih baik dari pada Amran," ucap Liana dingin. Kana menundukkan kepalanya dan ia memilih diam karena memang benar apa yang terjadi dia dulu memilih Amran tanpa mau mempertimbangkan untuk bertemu dengan Serkan, hingga membuat ibu mertuanya kecewa padanya juga karena kesalahannya. "Sudah Mi, sekarang Kana udah jadi istrinya Serkan dan Mami nggak boleh gitu, Mi!" tegur Nasir. "Serkan ini mau-mau saja didesak Kakek menikah tanpa perisapan dan kamu itu kayak jadi tumbal karena masalah yang diciptakan Amran," ucap Liana. Inilah seorang Liana yang akan mengatakan apa yang ingin ia katakan secara spontan tanpa memperdulikan perasaan orang lain. "Pernikahan itu sekali seumur hidup sebelum terlambat kalau kamu keberatan menjadi istri putra saya, kamu ajukan pembatalan pernikahan, kasihan putra saya jadi duda begitu saja karena ulah kamu dan Amran," ucap Liana dingin. Kana memilih menundukkan kepalanya dan ia tak berani menatap wajah Liana. Ia menahan semua perasaan sedihnya agar tidak menangis dan apa yang dikatakan Liana benar, harusnya pernikahannya bersama Serkan tidak terjadi. Sekarang bukan hanya perasaannya yang terluka tapi laki-laki yang ada disampingnya dan juga keluarga besarnya. "Mi..." tegur Serkan dan ia menatap Liana dengan dingin membuat Liana kesal. "Kenapa kamu marah? Mami benar, kalau hari itu kamu tidak menikah dengan Kana mungkin Kakekmu meminta Defran yang menikahi Kana. Itu alasan kamu mengiyakan keinginan Kakek, Mami sangat mengenal kamu Serkan," ucap Liana. Serkan akan rela melakukan apapun demi melindungi adik-adiknya. "Kakekmu bahkan bisa saja meminta Salsa menikah dengan Altaf demi membayar hutang budi karena ayahnya pernah menyelamatkan Kakek," ucap Liana. Salsa merupakan adik bungsu Serkan dan Altaf adalah adik bungsu Kana. Sedangkan Defran Alisatyas merupakan adik laki-laki Serkan dan ia juga merupakan seorang abdi negara sama seperti Serkan tapi Defran menjadi anggota kepolisian. "Maafkan saya," ucap Kana dan air matanya menetes lalu ia dengan cepat menghapus air matanya. "Untuk apa kamu meminta maaf karena semuanya sudah terjadi. Sebagai seorang ibu yang melahirkan Serkan saya tidak ingin anak saya menjadi korban," "Mami..." teriak Nasir yang tak habis pikir dengan apa yang telah istrinya itu ucapkan. Ucapan istrinya ini pasti sangat menyakiti hati Kana. "Pi, kali ini Mami nggak bisa diam, semua memang sudah terjadi tapi nanti saat mereka menjalani pernikahan, Kana berubah pikiran bagaimana? Pernikahan itu bukan hanya karena terpaksa untuk menjalaninya, pernikahan itu harus bertahan sampai mati, apa kamu sanggup selamanya terjebak pernikahan dengan putra saya yang dingin, pendiam tanpa ekspresi dan sulit mengatakan apa yang dia mau?" Tanya Liana. "Satu minggu bersamanya kamu pasti akan meminta bercerai karena kamu tidak mencintainya," ucap Liana. Serkan menghela napasnya, baru kali ini Maminya ini bersikap seperti ini. Saat ia mengatakan akan menikahi Kana, Maminya ini hanya diam dan tidak menujukkan keberatan seperti hari ini. Apalagi ibunya dulu mengatakan jika ia menyukai Kana saat Kakeknya meminta Kana dijodohkan dengan dirinya. Entahlah Serkan bingung dengan sikap sang Mami yang berubah seperti ini. Kana meneteskan air matanya dan ia mengangkat wajahnya menatap Liana dengan wajah bersimbah air mata. "Bagiku menikah sekali seumur hidup, apa yang terjadi aku akan berusaha untuk terus bersama Mas Serkan," lirih Kana. "Nggak terpaksa?" Tanya Liana membuat Kana menggelengkan kepalanya. Nasir menghela napasnya, ia tahu kekhawatiran istrinya dan awalnya ia juga khawatir kalau Serkan tidak bisa membawa Kana mengunjungi ia dan istrinya pagi ini. "Kamu masih mencintai Amran?" Tanya Liana. "Nggak Mi," ucap Kana dengan cepat. Bagaimana mungkin ia mengatakan mencintai laki-laki yang tega menyakitinya dihari pernikahannya. "Nanti kalau Amran muncul dihadapan kamu, dia memohon memintamu kembali lalu bilang kalau dia tidak bersama perempuan itu dan memilih kamu, kamu mau kembali sama dia?" Tanya Liana. "Nggak, aku sudah menikah sama Mas Serkan. Dia bukan siapa-siapa aku lagi," ucap Kana membuat Nasir bernapas lega. "Udah Mami hanya ingin mengatakan itu, Mami permisi..." ucap Liana dan ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ini membuat Nasir tersenyum melihat tingkah istrinya yang memang memiliki wajah minim ekspresi namun sebenarnya sangat penyayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD