7. SOSOK YANG TIDAK ASING

1546 Words
Pagi sekali Flo sudah sampai di gedung tempatnya bekerja. Ia berangkat kerja diantar oleh Arga yang kebetulan juga berangkat pagi. Senin adalah hari yang rawan akan kemacetan sehingga Flo lebih memilih berangkat lebih awal. Apalagi hari ini ada informasi kalau ada pengenalan CEO baru tempatnya bekerja. Meski tidak terlalu Flo pedulikan, ia tetap harus mengikuti acara tersebut. Suasana lobi gedung belum terlalu ramai. Flo berjalan menuju lift untuk menuju lantai di mana ruang marketing berada. Ia berdiri di depan lift, menunggu pintunya terbuka. “Pagi Flo.” Suara yang memanggil namanya membuat Flo terkesiap. Ia menoleh ke samping untuk mencari tahu siapa yang menyapanya. Rasa terkejutnya kembali bertambah saat tahu siapa yang kini berdiri di sebelahnya, menatapnya dengan senyum yang begitu menggoda para wanita, kecuali dirinya. Apalagi pakaian yang dikenakan Bian sangat formal, mencirikan sosok pria dengan karier yang memiliki jabatan penting. “Kamu? Ngapain kamu di sini? Jangan bilang kamu ngikutin saya sampai di tempat ini.” cecar Flo kepada Bian dalam satu tarikan napas dan tidak ketinggalan dengan menggunakan nada ketus seperti biasanya. “Semangat sekali, Flo. Apa setiap pagi semangat kamu seperti ini?” tanya Bian santai. Pertanyaan Bian belum sempat Flo jawab karena pintu lift sudah terbuka. Beberapa orang yang keluar dari sana, membungkuk singkat ke arah ia dan Bian. Namun, hal ini justru tidak disadari oleh wanita itu karena yang ia pikirkan sekarang segera pergi dari hadapan pria itu. “Jangan terlalu tegang, Flo. Sambut pagi dengan perasaan enjoy. Kalau suasana hati santai dan bahagia, maka pekerjaan kamu akan terasa ringan.” ucap Bian, mengikuti Flo masuk ke dalam lift. “Ngapain kamu ikutan masuk? Kamu serius mau ngikutin saya kerja?” tanya Flo tidak terima dengan keberadaan Bian di dalam lift yang sama. Bian berdeham, memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. “Saya juga kerja di sini, Flo.” Jawaban Bian langsung membuat Flo tersenyum remeh. “Jangan bercanda. Sejak kapan kamu bekerja di sini?” “Saya serius. Ya sejak hari ini saya akan bekerja di sini.” Bian sedikit menghimpit Flo yang ada di sebelahya, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga wanita itu, kemudian mulai berbisik. “Bekerja di tempat yang sama dengan kamu dan saya akan terus berada di sekitar hidup kamu, Flo. Sampai kamu terbiasa dengan keberadaan saya di dekat kamu.” Seketika bulu kuduk Flo merinding mendengar apa yang Bian ucapkan. Belum lagi embusan napas pria itu membuatnya merasa tidak nyaman. Ia segera menarik diri, menjauh dari sosok Bian. Sialnya di dalam lift hanya ada ia dan pria itu sehingga membuat Bian semakin leluasa menggodanya. “Jangan mimpi. Kamu sengaja ngomong begini hanya untuk nakut-nakutin saya, kan? Kenapa sih kamu suka sekali menggoda saya?” “Karna reaksi kamu selalu membuat saya tertarik, Flo,” jawab Bian tanpa peduli bagaimana kesalnya kakak dari sahabatnya. Flo melotot, wajahnya merah, tubuhnya mendadak kaku padahal ia ingin sekali meninju wajah mulus pria di sampingnya. Kesadarannya kembali setelah mendengar suara denting lift yang sudah sampai di lantai tujuannya. Wanita itu menghela napas panjang, karena terbebas dari pria yang tidak ia sukai. “Dasar gila!” ucap Flo sebelum keluar dari lift. Bian tergelak mendengar umpatan Flo untuknya. Pagi ini benar-benar menyenangkan baginya. Rasa tegang dan gugupnya menguap begitu bertemu Flo tanpa ia sengaja. “Ini baru awal, Flo. Mungkin nanti kamu yang akan gila, saat tau apa yang terjadi sebenarnya.” Begitu sampai di ruang divisi marketing, Flo langsung melempar tas miliknya di atas meja. Untung saja isinya ringan jadi tidak sampai menimbulkan kegaduhan. Di ruangan juga sudah ada dua rekannya tapi mereka terlihat tidak peduli dengan apa yang Flo lakukan. “Ternyata bukan gue aja yang rajin kalau hari senin. Si Flo juga rajin banget.” ucap Surya yang mejanya ada paling pojok. Dante mendongak, melihat keberadaan sosok yang disebutkan. “Eh? Ada Flo, gue malah nggak nyadar.” “Iya ini gue. Kenapa pagi-pagi kalian udah pada sibuk, sih?” “Iya Flo, kebut sebelum waktunya disita karna pengenalan bos baru.” Flo menghela napas pelan, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. “Oh karna itu. Iya juga sih, pasti ngebosenin,” gumamnya tanpa didengar oleh Surya dan Dante. Rasa kesalnya terhadap Bian masih terasa sampai membuat kepalanya bedenyut sakit. Tangannya memijat ringan pelipisnya agar sakitnya segera menghilang. Ia tidak menyangka akan bertemu Bian di tempat kerjanya. Keberadaan pria itu membuatnya penasaran, sebenarnya ada urusan apa Bian di gedung ini. “Nggak mungkin kalau apa yang dia omongin tadi serius, Ini pasti akal-akalan Bian aja biar aku kesel.” Pikir Flo. “Gedung ini bukan hanya satu lantai dua lantai, pasti dia ada urusan di divisi lain. Dan nggak mungkin dia kerja di sini. Kalau memang Bian kerja di sini, Arga pasti kasih tau sejak awal dong. Tapi, tunggu dulu. Apa mungkin Bian adalah orang yang akan ganti posisi Ibu Hanum sebagai Marketing Director? Oh Tuhan, semoga itu Cuma dugaanku saja. Nggak mungkin Bian kerja di sini, pokoknya nggak mungkin dan jangan sampai.” “Kenapa pagi-pagi udah pegang kepala, Flo?” Flo tidak menyadari kedatangan Mirah hingga membuatnya terkejut. “Mir, kenapa bikin gue kaget, sih?” Mirah mendudukkan tubuhnya di atas kursi kerja yang cukup empuk. “Siapa yang bikin kaget, Flo? Lo aja yang melamun sampai nggak sadar kalau gue udah datang,” jawabnya. “Lagi mikirin apa sih sampai serius begitu?” Wanita itu menghela napas, lalu menggeleng pelan. “Enggak kok. Biasa kan kalau hari senin hawanya males. Enggak b*******h dan ngantuk.” “Semangat Flo, beresin kerjaan sebelum jam 10. Setidaknya separuh aja, biar nanti bisa diberesin tepat waktu.” “Iya-iya, gue tau itu.” Apa yang dikatakan Mirah benar. Tidak ada yang namanya santai dan buang-buang waktu. Pekerjaan menumpuk karena memang harus selesai sebelum Hamun resmi resign sebagai Marketing Director. Saat waktu menunjukkan pukul 10, semua karyawan di divisi marketing kompak meregangkan tangan, setelah berkutat dengan pekerjaan. Waktu mereka sudah habis karena saat ini juga mereka harus berkumpul di hall yang ada di gedung Graha Food. Waktu yang ditunggu-tunggu semua karyawan, untuk tahu siapa yang akan menjadi pengganti dari Wisnu Nugraha. “Flo, kok muka kamu dari tadi lecek banget. Ada masalah apa lagi?” tanya Mirah saat mereka berjalan memasuki hall yang ukurannya cukup luas. Flo menggeleng tidak semangat karena saat ini ia tidak mau membahas soal pertemuannya dengan Bian tadi pagi. “Enggak apa-apa. Gue capek sama kerjaan.” “Syukurlah kalau masalah kerjaan. Gue nggak mau lo nggak semangat gini karna masalah perasaan.” “Santai saja, nggak usah terlalu khawatir karna gue baik-baik aja.” Saat Flo masuk ke dalam ruangan besar itu, suasana begitu ramai karena kehadiran para karyawan dari berbagai divisi. Jika ingin cuci mata atau berkenalan dengan visi lain, inilah saatnya. Namun, peraturan larangan manjalin hubungan dengan sesama karyawan tentu tidak boleh dilanggar atau jika sanggup bisa pacaran diam-diam tanpa ada yang tahu. Tentu saja hal itu juga sangat sulit dilakukan mengingat banyak mata yang akan memperhatikan. “Gila, rame banget ya. Kadang gue suka nggak sadar kalau kita kerja di perusahaan yang besar,” gumam Mirah sambil memperhatikan sekitar. “Aneh, padahal kan ada acara yang diadakan dengan melibatkan semua karyawan, masih aja heran.” “Iya gimana dong, gue terlalu fokus sama pekerjaan.” Flo berdecis dengan tatapan malasnya. “Alasan yang tidak masuk akal,” sindir wanita itu. “Udah yuk, temen-temen ada di situ. Jangan sampai pisah, malu nanti.” Flo dan Mirah bergabung dengan rekannya yang lain. Keduanya duduk di tempat yang tersisa dengan posisi agak ke depan dan siap mengikuti acara. Setelah pembawa acara menenangkan orang-orang yang ada di ruangan, acara segera dimulai. Semua penasaran dengan siapa pengganti dari CEO sebelumnya dan apakah mampu membawa perusahaan ke arah yang lebih baik lagi. Tidak ada bocoran sedikit pun mengenai sosok pengganti Wisnu Nugraha. Serentetan acara pembuka sudah selesai. Ini adalah bagian yang paling ditunggu-tunggu yaitu kehadiran dari CEO lama dan CEO baru. Semua mata tertuju pada panggung yang ada di depan. Tidak lama, muncul beberapa orang yang berpakaian resmi, kemudian duduk di tempat yang sudah disediakan. Semua orang mulai berbisik-bisik, mungkinkah di antara orang tersebut, terdapat sosok CEO yang baru. “Gila, siapa itu ganteng banget,” celetuk Niar pelan, lalu disusul bisikan yang lainnya. “Bukannya itu anaknya bos besar ya?” “Siapa? Yang mana?” “Itu loh, yang pakai jas warna hitam dengan corak garis. Rambutnya paling on point banget. Wah jadi anaknya yang gantiin Pak Wisnu?” ucap Lucy pelan. Mirah menyikut Flo yang tengah fokus pada ponsel. “Flo, ada artis korea di sini. Asli, wujudnya ganteng banget. Elo nggak penasaran?” “Mana?” Wajah Flo yang menunduk, kini terangkat, lalu mengikuti arah pandangan mata Mirah. “Yang mana, sih?” “Itu Flo, tepat di sebelah Pak Wisnu.” Flo berusaha mencari siapa yang Mirah maksud. Namun, pandangan matanya terpaku dengan raut wajah terkejut. Mulutnya terbuka dengan tubuh tiba-tiba kaku karena tegang. Sosok yang ada tidak jauh di tempat duduk, terlihat tersenyum manis, mendampingi sosok pemilik dari Graha Food. Orang yang yang sangat tidak asing bagi kedua indera penglihatan Florensia. “Bian?” gumam Flo dengan raut wajah masih sama yaitu terkejut serta tegang. “Bian? Maksud kamu Biantara Nugraha?” tanya Mirah pelan. “Lagi ngapain dia di sini? Kenapa dia duduk di samping CEO kita, Mir?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD