Bab 4 : Istri Yang Sempurna 2

1439 Words
# “Apa yang lucu?” tanya Ariana heran dengan tingkah Damian. Pria itu bangkit berdiri dan meletakkan kedua tangannya di bahu Ariana, membuat Ariana melirik sekilas pada kedua tangan kokoh dan lebar yang sekarang seakan menggenggam pelan bahunya yang ringkih. “Aku tidak tahu bagaimana keluarga Pradipta mendidikmu. Tapi untuk menyenangkanku cukup di atas tempat tidur, kalau kau juga ingin menyenangkanku di meja makan, kau cukup barbaring di atasnya seperti kemarin, itu tentunya akan jauh lebih menyenangkan untukku dibanding seorang wanita yang harus bersikap seperti pembantu di hadapan suaminya. Aku tidak menyukainya,” ucap Damian. Damian melepaskan bahu Ariana dan memperhatikan bagaimana istrinya melipat bibirnya pelan dengan cara yang mungkin tanpa disadari oleh wanita itu sangatlah menggoda. Ia juga memperhatikan ketika Ariana memalingkan wajahnya perlahan dari meja makan, itu terasa menarik baginya untuk melihat bagaimana wanita itu sudah pasti teringat apa yang sudah mereka lakukan kemarin. Ia maju dan menarik kursi di samping Ariana. “Duduklah. Aku sedang mencoba menjadi seorang pria sejati disini,” lanjut Damian. Ariana duduk di kursi yang ditarik Damian dan pria itu kemudian memilih untuk duduk disampingnya dibandingkan di seberang Ariana. “Aku akan mengingat apa yang kau katakan,” ucap Ariana lagi. “Bagian mana? Bagian kau berbaring menggodaku di atas meja makan atau bagian kau tidak perlu bersikap seperti pembantu untuk membuatku senang?” Damian malah balas bertanya. Ariana tahu, Damian sedang mencoba mengganggunya. Memangnya di otak pria ini tidak ada hal lain selain hal-hal m***m seperti itu? Dia jelas-jelas terganggu tapi ia menekan kekesalannya hingga ke dasar kesabarannya sebisa mungkin. “Tentu saja bagian yang terakhir. Aku minta maaf kalau kau tidak menyukainya. Memang benar, wanita di keluargaku di didik untuk melayani suaminya dengan cara yang tradisional, kupikir itulah yang kau inginkan makanya aku dipilih oleh ayahmu diantara banyak wanita yang bisa saja menjadi pendampingmu,” ucap Ariana datar. Damian menyendokkan nasi ke piringnya dan juga piring Ariana. “Kau makan banyak atau sedikit? Dua sendok nasi atau tiga sendok nasi?” tanya Damian tanpa memperdulikan apa yang baru saja dikatakan oleh Ariana. “Satu,” jawab Ariana. Damian memberikan tiga sendok nasi kedalam piring Ariana. “Habiskan, kita akan sering berolahraga seperti semalam selama bulan madu disini, aku tidak ingin kau sakit dalam bulan madu kita dan menyulitkanku,” ucap Damian. Ariana menatap nasi di atas piringnya. “Ini….terlalu banyak,” ucapnya. “Makan dengan pelan, aku akan menemanimu sampai kau selesai makan,” ucap Damian Ariana tidak punya pilihan, ia hanya diam dan mulai mengambil lauk dan makan dengan perlahan, melawan dengan susah payah nafsu makannya yang sebenarnya sudah hilang entah kemana. Damian hanya mengamatinya dan Ariana menyadarinya. “Kau tidak makan?” tanya Ariana. Damian tersenyum dan mulai memenuhi piringnya dengan makanan. “Apa yang kau sukai? Aku ingin tahu,” ucap Damian. “Apapun yang kau sukai,” ucap Ariana. Damian berpaling lagi menatap Ariana. “Kalau kubilang yang kusukai adalah seks, memangnya kau juga akan menyukainya? Kau sangat tidak berpengalaman semalam, tidak mungkin kau langsung menyukainya hanya karena merasakannya sekali. Apa aku sehebat itu?” Trang…. Ariana menjatuhkan sendoknya ke atas piring. “Aku suka bermain musik. Bisakah kau berhenti mengatakan semua hal yang berkaitan dengan kejadian semalam?” pintanya. “Kenapa? Beri aku alasannya,” pancing Damian. Ariana mengerutkan dahinya untuk sejenak. “Aku tidak nyaman. Setidaknya, jangan ungkit hal seperti itu di meja makan,” ucapnya. Damian tertawa terbahak-bahak. Ia mendekat ke Ariana dan mengendus aroma segar yang menguar dari tubuh wanita itu. “Tentu saja, seperti yang kau inginkan Nyonya Atmachandra,” ucap Damian. Ariana menarik napas lega perlahan saat akhirnya Damian mulai fokus menikmati makanan di hadapannya. Meski kini setiap butir nasi yang memasuki tenggorokkannya sama sekali tidak terasa lezat, ia tahu ia tetap harus menuruti perintah Damian untuk menghabiskan makanannya. Dia harus menurut dan tidak boleh membuat mood pria itu memburuk atau semua rencananya mungkin saja berakhir sebelum ia berhasil mewujudkannya. Suasana tenang berlangsung dalam keadaan yang lumayan lama. Damian benar-benar membiarkannya makan dengan tenang hingga mereka selesai. “Katakan padaku Ariana, apa yang akan kau lakukan setelah masa dua tahun dan kita pada akhirnya bercerai? Apa kau akan kembali ke Jepang dan menjadi dosen bahasa Jepang seperti yang sudah kau lakukan sebelumnya?” tanya Damian. Ia duduk sambil memperhatikan Ariana membereskan meja makan dan menyusun semua piring kotor serta sisa lauk mereka dengan sempurna tanpa cela di wastafel. Ia yakin, tukang bersih-bersih yang akan datang nanti pasti akan berseru gembira karena pekerjaannya berkurang banyak. “Tidak. Aku ingin ke tempat lain,” ucap Ariana. “Kemana?” tanya Damian lagi. Ariana meraih air mineral dari dalam kulkas dan membukanya kemudian meneguknya perlahan. “Belum terpikirkan,” ucapnya. Damian tersenyum. Ia tahu Ariana enggan mengatakan segalanya kepadanya. “Aku akan memberimu kompensasi yang besar sebagai mantan istriku, tapi ayahmu pasti tidak akan terlalu senang dengan perceraian kita dan kau akan disalahkan karena hubungan kita yang tidak harmonis,” ucap Damian, ia tengah mengetes istrinya sekarang. Kedua bola mata Ariana tampak berkilat untuk sesaat. “Kalau begitu aku akan membutuhkan bantuanmu untuk membuat semua orang sadar bahwa dirimu-lah yang menjadi penyebab perceraian kita dan bukan aku,” ucap Ariana. Kali ini matanya menatap Damian langsung. Kedua alis Damian berkerut menatap istrinya. “Kenapa aku?” tanya Damian. “Karena kaulah yang mengusulkan untuk bercerai setelah dua tahun, dan kau jugalah yang memiliki banyak kekasih wanita di luar sana yang bisa kau manfaatkan untuk menjadi tameng perceraian kita, pada akhirnya, orang-orang akan lebih menyalahkan para wanita simpanan dibandingkan istri sah atau bahkan seorang suami yang berselingkuh,” ucap Ariana. Damian tersenyum sinis. Wanita ini benar-benar berpikir untuk mengorbankannya sejak awal. “ Kenapa bukan kau yang melakukan itu?” tanya Damian. Ariana tersenyum kecil. “Kalau aku melakukannya, orang-orang tidak hanya akan menyalahkanku tapi juga meragukan kemampuanmu sebagai seorang pria sejati. Dan aku, demi menyelamatkan diriku sendiri dari tudingan ayahku sebagai perusak nama baik keluarga Pradipta, mungkin saja membenarkan pada media kalau kau….mengidap disfungsi seksual,” ucap Ariana menelan ludah gugup. Damian menatapnya tajam. Ia bangkit berdiri dan mendekati Ariana yang masih menatapnya dengan sorot tenang. “Apa kau…benar-benar berani melakukan hal itu?” tanya Damian. Ariana mundur hingga membentur dinding, jantungnya berdegup kencang sekarang, firasat tidak enak membuat kekhawatiran kini membayang di wajah cantiknya. “Aku….tidak berani. Itu hanya sebuah gambaran. Pada akhirnya, kau lah yang jauh lebih berkuasa untuk menentukan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan. Aku hanya akan mengikuti apapun yang kau rencanakan, hanya saja………” Kalimat Ariana terhenti saat wajah Damian semakin dekat dengannya. “Hanya apa?” tanya Damian dengan suara serak. Ariana tidak bisa melepaskan pandangannya dari jakun Damian yang bergerak naik turun saat ini, entah kenapa hal itu tiba-tiba membuatnya merasa terancam. “Jangan membuatku menjadi orang yang menghancurkan nama baik keluargaku. Kalau itu terjadi, bukan hanya aku yang akan menerima akibatnya….aku akan melakukan apapun yang kau inginkan selama dua tahun ini, menjadi apapun yang kau inginkan selama kau tidak memaksaku atau berbuat kasar kepadaku dan selama aku masih mampu melakukannya kecuali menjadi penyebab dari perceraian kita nantinya,” ucap Ariana dengan perasaan gugup yang mulai merusak konsentrasinya. Damian tersenyum puas saat menangkap getaran dalam nada suara Ariana. Akhirnya ia bisa melihat lagi ekspresi gelisah dari istri yang sudah dinikahinya beberapa hari ini. Perlahan Damian meraih beberapa helai rambut cokelat Ariana dan menghirup aromanya. “Kau wangi,” ucap Damian. Ariana memberanikan diri untuk menatap mata Damian kini. “Wangi?” tanyanya seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Damian tersenyum. “Ya. Kau wangi dan meski aku tidak menyukai caramu bersikap atau bagaimana kau begitu naif di tempat tidur tapi kau adalah tipe wanita yang sesuai dengan kriteriaku. Kuakui, Papaku memang pintar mencarikanku calon istri. Jangan khawatir, jika kau melakukan peranmu dengan baik, aku tidak akan pernah membiarkan perceraian kita membawa rasa malu atasmu atau atas keluargamu. Kau tidak akan merugi sama sekali dari perjanjian ini dan aku menjaminnya.” Damian tersenyum penuh makna. Ia menyerah. Keinginannya untuk berselancar dan juga membawa Ariana berkeliling harus menunggu sampai besok. Saat ini ada hal lain yang harus dilakukannya dan itu mendesak. Kedua mata Ariana membulat terkejut saat Damian secara tiba-tiba merengkuh pinggangnya dan kembali menciumnya, mendominasi dirinya sejak awal. Perlahan kedua tangannya terkepal kuat. “Bertahanlah selama dua tahun dan semua yang kau inginkan akan kuberikan. Kau paham bukan?” tanya Damian. Tangannya mulai menyingkap gaun yang dikenakan istrinya. “Aku…paham,” ucap Ariana parau. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Keduanya sama sekali tidak menyadari kalau akan terlalu banyak yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun itu. Dua tahun adalah waktu yang cukup untuk mengubah perasaan seseorang. Entah itu menjadi cinta atau bahkan benci. Bersambung……
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD