Monica mengerucutkan bibir nya ke arah Kris. Namun, ia enggan menanggapi sindiran pria itu. Ia tetap melanjutkan makan nya dengan lahap dan mengacuhkan Kris.
“Sial, nih cewek! Baru kali ini ada yang nyuekin aku. Awas saja nanti! Akan kubuat ia jatuh cinta kepadaku,” gumam Kris dalam hati nya.
“Monica, papi minta kamu nanti ajak jalan Kris! Dia baru datang di Jakarta, tentu saja belum punya teman. Kamu bisa kenalkan dia dengan teman-teman kamu,” ucap papi Monica.
Monica menjadi batuk mendengar ucapan papi nya, setelah reda batuk nya, ia pun berkata, “Ya ampun Papi! Seperti bayi dong, si Kris ini. Kemana-mana harus ditemani. Dia, ‘kan, sudah besar. Palingan kalau tersesat dia tinggal cari pos keamanan dan melapor, mudah, ‘kan! Atau jangan-jangan, si Kris ini anak culun yang gak punya teman,” ejek Monica.
Sekarang giliran Kris yang tersedak makanan yang tengah dikunyahnya. Rasanya menyebalkan cewek satu ini, sudah membuat ia naik darah saja. Namun, ia tidak bisa terang-terangan membalas nih anak satu. Jangan sampai paman dan tante nya menjadi kepikiran, karena mereka yang selalu bertengkar.
“Wah kamu kok bisa tahu ya! Kamu punya indera keenam, ya? Karena itu Pariban! Sebagai cewek yang popular dan mempunyai banyak teman, ajaklah pariban mu ini, mengenal kota Jakarta. Kalau tersesat, kau juga nanti yang pusing!” sahut Kris.
“Benar kata Kris, kamu harus ajak pariban mu ini jalan-jalan!” timpal mami Monica.
Monica memanyunkan bibir nya, tetapu ia tidak mengatakan apapun lagi. Hingga akhirnya mereka pun selesai juga makan malam. Mereka pun ke luar dari ruang makan, dengan papi dan mami nya yang duluan ke luar.
Ketika Kris akan ke luar, tangannya ditarik oleh Monica. “Pariban! Jangan lupa pakai jaket ya! Kamu, ‘kan, lemah. Jangan sampai nanti masuk angin kena angin malam. Kalau kamu sampai muntah, nanti kutinggal kamu di pinggir jalan. Aku tidak peduli kamu bisa kembali ke rumah ini atau tidak dalam keadaan selamat!”
Kris melihat tangan nya yang dipegang Monica dengan kencang. Senyum sinis tersungging di bibir Kris. “Pariban, kamu dari tadi suka sekali menyentuhku! Apakah kamu suka denganku? Kalau suka, bilang saja, jangan pura-pura malu. Kamu pasti bicara tentang diri kamu sendiri, ‘kan! Yang kalau jalan kemana saja, selalu membawa minyak angin. Persis seperti bayi tapi, memang kamu masih bayi sih, bayi besar!”
Mata Monica melotot mendengarnya. Dari sekian banyak teman-teman nya, baik laki-laki, maupun perempuan tidak ada satupun yang berani dengannya. Ia harus membuat pariban nya ini mengerti, kalau dirinya bukanlah cewek yang lemah.
“Dengar ya, Kris! Kita lihat siapa yang bayi! Jangan sampai kamu nanti mengeluh, apalagi minta pulang!” ucap Monica. Ia lalu melepaskan pegangan tangan nya di tangan pariban nya itu.
Kris mengekor di belakang Monica, yang langsung berjalan ke arah luar. Namun, ketika melewati ruang tamu. Ia berhenti sebentar, karena ditegur mami dan papi nya, yang melihatnya main selonong saja.
“Mau ke mana kau? Kenapa tidak berpamitan?” tegur Putra galak.
Monica menyengir lebar, ia pun berhenti berjalan. “Ih, Papi ini bagaimana sih! Tadi menyuruh jalan, mengajak anak kampung yang baru datang melihat ibu kota, lah sekarang, malah ditanya mau ke mana?”
“Ya sudah, kalau kamu mau pergi jalan! Ingat! Jangan lama-lama kalian pergi dan kamu jangan tinggalkan Kris seorang diri, ia masih belum mengenal daerah sini! Jangan kau buat ia kebingungan di hari pertamanya berada di Jakarta,” peringat Putra.
“Huh, payah sekali! Masa aku menjadi baby sister! Mana mungkin aku mengawasinya terus, Pi! Tidak mungkin, ‘kan, Kami selalu bersama yang menempel seperti perangko. Apa kata pacar ku, nanti? Bisa-bisa marahlah dia, Pi!” gerutu Monica.
Tidak ingin perdebatan antara papi dan anak terus berlanjut, Kris pun ikut membuka suara. “Tenang saja, paman! Saya bisa menjaga diri saya sendiri, kok! Kalau terpisah dengan Monica nanti, saya bisa naik ojek online atau taksi. Saya sudah mencatat alamat rumah ini, kok.”
Papi dan mami Monica pun tersenyum mendengar jawaban yang diberikan oleh Kris. “Maaf ya, Kris! Maklumlah Monica ini masih belum terlalu dewasa, ia masih suka seenak dirinya sendiri saja,” ucap mami Monica.
Tak lama berselang, mereka pun sudah berada di depan mobil Monica. Mereka pun masuk ke dalam mobil, dengan Monica berada di balik kemudi. Belum lagi Kris duduk dengan benar dan memakai sabuk pengaman. Monica sudah melajukan mobil nya dengan kecepatan tinggi. Ia seakan ingin memperlihatkan kemahirannya dalam mengemudi, sekaligus rasa kesalnya, karena harus menjadi pengasuh untuk Kris.
“Hei, gadis manja! Bisa tidak, kau pelankan laju mobil ini! Aku masih ingin hidup dan memiliki anak-anak dari wanita yang ku ….” Belum selesai Kris berkata, Monica mengerem mendadak. Sehingga, Kris yang belum memakai sabuk pengaman terdorong ke depan dan kening nya, juga perut nya terkena dashboard mobil.
Kris menegakkan duduknya dan melihat ke arah Monica, dengan mata melotot tajam. “Dengar ya, Monica! Aku tahu kau tak suka denganku dan aku pun juga. Bukan aku yang meminta untuk ikut naik mobil ini dan aku pun tidak senang, mengerti, kau!” Hardik Kris, yang sudah tidak dapat menahan emosinya lagi.
Monica tidak kalah marah, ia pun balas melotot. “Bagus! Kita sepakat, kalau kita berdua saling membenci.” Tanpa aba-aba, Monica kembali melajukan mobil nya dan membuat Kris mengumpat kasar. Tidak peduli, kalau Monica itu adalah seorang wanita.
“Sialan kau ini! Tak pantas kau disebut wanita, atau jangan-jangan, kau ini sebenarnya laki-laki yang terkurung dalam tubuh wanita. Aku percaya, tidak akan ada lelaki yang mau menjadi kekasihmu, kalaupun kau punya pacar itu pastilah karena kau ancam dia. Wanita pemberang macam kau ini, lebih pantas pacaran dengan penjahat,” ejek Kris.
Monica melirik Kris, dengan bibir nya yang cemberut. “Dan aku yakin, kau selama di kampung sana tidak mempunyai kekasih. Mana ada cewek yang mau pacaran dengan cowok yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Cowok penakut!”
Kris menggertakkan gigi nya, emosinya sudah di ubun-ubun. Pandai sekali, Monica ini membuatnya naik darah. “Seandainya saja kau ini laki-laki, sudah kuajak kau berkelahi! Tapi tenang saja, aku memiliki caraku sendiri untuk membuatmu membayar semua ejekanmu tadi!”
Hahaha, suara tawa Monica meledak. “Kasian kali, kau Kris! Aku tidak takut denganmu sama sekali, kalau kau mengajakku untukku berkelahi. Kau yang akan kalah, Kris! Aku sudah terbiasa berkelahi dengan lelaki dan mereka belum ada yang menang.”
Kris menyandarkan badan nya pada sandaran kursi dan memejamkan kedua mata nya. “Tentu saja kau yang menang! Itu karena mereka semua mengalah kepadamu, mana mau lah mereka melawan cewek, sekalipun kau itu bar-bar.”
Selanjutnya tidak ada lagi percakapan di antara keduanya. Hingga Monica menghentikan mobil nya di parkiran sebuah kafe. Tanpa suara, Monica turun dari mobil nya dan diikuti oleh Kris. Keduanya pun masuk ke dalam kafe tersebut.
“Wah, siapa tuh di belakang mu, Mon? Apa kamu sekarang punya pengawal?” tegur salah seorang teman Monica, yang melihat kedatangannya.
“Bukanlah! Mana mau aku dikawal seperti bayi saja, yang ada aku mendapat perintah untuk mengawal nih baby boy, maklum dia baru datang dari kampung. Takut nanti nyasar, malah jadi bikin heboh!” sahut Monica ketus.
“Kok, kamu bisa kenal dengan cowok dari kampung, sih? Biar dari kampung, tapi dia ganteng kok,” timpal Dara, teman Monica.
Kris mengepalkan kedua tangan nya, ia geram karena dirinya dianggap tidak ada dan dengan seenaknya mereka membicarakan dirinya. “Dasar kumpulan abege manja,” gerutu Kris dalam hati nya.
Tidak mau lebih lama lagi mendengarkan perbincangan Monica dengan teman-teman nya, Kris berjalan menuju meja yang terlihat kosong. Dan hal itu, tidak lepas dari pengamatan Monica, yang langsung menegurnya.
“Hei Bayi Besar! Mau ke mana kau? Mau menghilang dan membuatku diomelin!” teriak Monica.