Kris duduk di dalam kafe tersebut dan tidak menghiraukan candaan dari Monica bersama dengan teman-temannya. Ia memilih duduk di meja yang berlainan dengan Monica dan teman-temannya.
“Siapa yang datang bersama denganmu, tadi?” tanya salah seorang teman Monica, sambil menunjuk ke arah Kris.
“Bayi besar yang baru saja datang dari kampung dan aku harus menjaganya, biar dia tidak tersesat. Orang tuaku takut dia menangis, kalau nanti ,” sahut Monica asal.
Mendengar jawaban dari Monica, sontak saja teman-temannya tertawa terbahak. Sementara Kris sendiri harus menahan kemarahannya.
“Akan tetapi bayi besar itu ganteng juga! Apakah ia sudah mempunyai kekasih?” tanya Kiki, salah seorang teman Monica.
Monica yang sedang mengunyah makanannya menjadi tersedak. “Astaga! Pria dingin dan kaku seperti robot itu kamu bilang ganteng? Please deh! Matamu perlu diperiksa, agar bisa melihat dengan lebih jelas lagi.”
Kiki mengabaikan apa yang dikatakan oleh Monica, ia berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah meja Kris dan duduk di kursi sebelahnya yang masih kosong.
“Hei! Katanya Kakak baru saja datang di Jakarta, kalau Kakak memerlukan seorang guide dengan senang hati aku akan mengantarkan kakak ke mana saja,” ucap Kiki.
Kris hanya menatap dingin Kiki, tetapi ia menerima juga uluran tangan gadis itu, sambil menyebutkan namanya. “Nama saya Kris dan saya datang ke Jakarta bukan untuk bersenang-senang. Namun, untuk kuliah, sambil bekerja,” sahut Kris dingin.
Bukannya merasa tersinggung dengan jawaban dingin Kris, Kiki justru merasa kagum. “Ih, Kakak, benar-benar hebat. Masih muda sudah memikirkan masa depan. Pasti kakak memikirkan masa depan kita berdua, ‘kan? Nama kita saha sudah kembaran,” goda Kiki.
Kris menyunggingkan senyum berupa garis tipis di bibirnya, sebelum senyum itu menghilang. “Kamu ini, masih kecil dan belum lagi lulus dari SMU sudah berbicara seperti itu.”
“Justru karena itu, Kak! Masa depan kita itu sudah harus direncanakan sedari awal, biar nanti pada saat pelaksanaannya kita sudah matang dan siap,” sahut Kiki.
Kris melirik ke arah meja di mana Monica duduk dan ketika itulah tatapan mereka berdua bertemu. Monica melotot ke arahnya, lalu mengacungkan jari tengah ke arah Kris.
Tidak mau membalas perbuatan kekanakan Monica, dengan balas mengacungkan jari tengahnya. Kris lebih memilih untuk memberikan senyuman kepada Kiki.
“Apakah tawaran untuk menjadi guideku selama berada di Jakarta masih berlaku? Karena sepertinya kamu akan menjadi teman seperjalanan yang menyenangkan.” Kris lalu mengeluarkan ponselnya dan meminta nomor kontak Kiki.
Senyum bahagia langsung saja tersungging di bibir dan mata Kiki. Ia pun dengan cepat menyebutkan deretan angka nomor kontak miliknya.
“Aku janji kakak tidak akan menyesal dengan menjadikan diriku sebagai teman jalan kakak. Aku akan menunjukkan tempat-tempat yang indah dan kakak pasti akan menyukainya.” Kiki kemudian berdiri dari duduknya dan melakukan hal yang sama sekali tidak diduga Kris.
Kiki mencium pipi Kris, kemudian berjalan cepat kembali ke mejanya bersama dengan Monica.
Sementara itu, d**a Monica rasanya mendidih, melihat apa yang dilakukan oleh Kiki dan Kris.
“Kenapa kamu berani sekali mencium paribanku? Padahal kamu baru saja bertemu dengannya dan kamu juga sudah berani memberikan nomor ponselmu kepadanya!” tegur Monica dengan kesal.
Kiki memandang Monica dengan perasaan heran. “Kenapa kamu berkata seperti itu? Kamu tidak cemburu dan marah, bukan? Kalau aku mendekati saudaramu yang baru saja datang ke ibukota?”
Monica mendengus tidak suka, mendengar apa yang dikatakan oleh Kiki. Ia memang tidak menyukai Kris dan sudah seharusnya tidak ada satupun temannya menyukai Kris juga. Dan bukan sebaliknya.
“Kau tidak mengenal seperti apa dirinya yang sebenarnya, ia itu saat ini hanya sedang menjaga imej saja,” sahut Monica dengan nada suara ketus.
“Yah, bagaimana dong! Aku sudah janji akan mengajak Kris untuk menjelajahi kota Jakarta, selama ia berada di sini,” sahut Kiki.
“Tidak perlu! Aku yang akan mengatakan kepada Kris, kalau kau batal mengajaknya jalan-jalan,” timpal Monica.
Mereka semua kemudian asyik bercanda, sambil menikmati makanan dan minuman yang mereka pesan. Hanya Kris saja, yang duduk diam memperhatikan hal itu, dari tempatnya duduk.
Kris beranjak dari duduknya, untuk pergi ke kamar kecil. Dilihatnya meja Monica, gadis itu masih asyik bercanda dengan teman-temannya. “Aman, kalau ditinggal sebentar. Tidak mungkin Monica menghilang begitu saja dari kafe ini,” gumam Kris.
Ia pun berjalan menuju toilet laki-laki, untuk menuntaskan kegiatan alamiahnya. Tak berapa lama berselang, ia pun ke luar dari toilet tersebut dan hal pertama yang dicarinya begitu berada di tempatnya semula adalah Monica.
“Ke mana gadis itu menghilang? Kenapa ia sudah tidak berada lagi di tempatnya semula,” gerutu Kris pelan.
Dihampirinya kawan-kawan Monica, yang terlihat bercanda dengan asyik. “Permisi! Apakah kalian mengetahui di mana Monica berada?” tanya Kris.
Tiga orang kawan Monica yang sedang bercanda itupun langsung berhenti bercanda. Mereka melihat tidak suka ke arah Kris.
“Dengar ya, Bang! Monica itu sudah besar dan ini tempat kelahirannya. Jadi, Abang tidak perlu takut, kalau ia akan menghilang,” kata salah seorang teman Monica.
Kris kemudian melihat ke arah Kiki, satu-satunya harapannya yang tersisa untuk mencari keberadaan Monica. “Bagaimana denganmu, Ki? Apakah kamu mau memberitahukan kepada Abang, di mana Monica berada?”
“Monica tadi pergi ke luar dengan Luki, Kak! Kakak tidak perlu takut, sebentar lagi Kiki dan Luki, juga yang lainnya pasti kembali ke sini kok!” sahut Kiki.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Kiki, bukannya merasa lega. Kris justru menjadi semakin khawatir saja, karena Monica pergi bersama lelaki, sementara ia dipesan untuk menjaga Monica.
Kris dengan cepat berjalan ke luar dari kafe tersebut dan Kiki, turut serta berjalan di sampingnya.
“Aku ikut menemani kakak mencari monica, kalau dia sih tidak mungkin tersesat di sini. Beda cerita dengan kakak, kalau tersesat, ‘kan, lebih baik sama aku saja,” ucap Kiki.
Kris menolehkan kepalanya ke arah Kiki, sambil mengernyitkan keningnya. “Kalau begitu, kamu tidak usah ikut saya. Buat apa, kalau berdua dengan kamu saya juga akan tersesat!”
Dengan gemas Kiki mencubit lengan Kris. “Ish, Kakak! Aku, ‘kan, ngajakin untuk tersesat ke hotel bersama denganku. Kakak mau?” tanya Kiki, sambil mengedipkan sebelah matanya.
Sontak saja Kris menjadi terkejut mendengarnya. Ia baru sekali ini mendengar ada gadis ingusan yang mengajaknya secara langsung untuk pergi ke hotel. “Kamu serius ngajak aku ngamar? Apa kamu tidak takut sama sekali, atau merasa malu?”
Kiki tersenyum mendengarnya. “Kakak itu bikin jantung aku berdebar kencang, aku juga suka melihat senyum tipis Kakak, yang cuman lewat sebentar saja. Kenapa sih, Kakak nggak mau tersenyum? Malah memasang wajah dingin, seperti ini. Biar begitu aku suka kok, Kak! Misterius gitu kesannya.”
Kris hanya mendengus saja. Tanpa terasa mereka sudah berada di parkiran kafe tersebut. Mata Kris mencari-cari keberadaan mobil yang tadi dikemudikan oleh Monica.
Hingga pandangannya menemukan keberadaan mobil Monica. Ia pun langsung saja melangkahkan kakinya ke sana. Namun, sesampainya di dekat mobil Monica, dilihatnya mobil itu bergoyang-goyang, seakan sedang dilanda gempa bumi.
Kiki tertawa pelan melihatnya, ia lalu berbisik di telinga Kris. “Coba Kakak tebak, sedang ada apa di dalam mobil Monica? Apa mereka sedang bercinta ya, Kak?”