Monica menjerit terkejut begitu mengetahui, siapa yang memeluk tubuh nya. Dengan cepat ia menepis tangan besar itu dari tubuh nya, sambil melotot marah. “Siapa yang memperbolehkan kau untuk menyentuh tubuh ku! Dengar ya! Kamu sudah melakukan kesalahan. Ingat, kamu berhadapan denganku, Monica Sinaga!”
Monica kemudian berlalu pergi dari pinggir lapangan basket menuju ke kelas nya. Merasa menjadi pusat perhatian dan bisik-bisik dari beberapa orang yang dilewatinya, sambil berkacak pinggang Monica berteriak kesal. “Apa yang kalian lihat! Kagum dengan pesona kecantikan ku, yang alami ini! Atau kalian iri tidak ikut dalam pertunjukan tadi?”
Mata Monica melihat keberadaan Rangga, cowok yang semula disukainya dan sekarang dalam sekejap berubah menjadi orang yang dibencinya. Monica berjalan menghampiri Rangga dan menunjuk d**a nya, menggunakan telunjuk jari kanan nya. “Dengar ya, Rangga! Kau terlalu besar kepala, kalau berpikir aku ini bucin dengan kau! Kau pikir aku tidak akan marah, dengan apa yang kau lakukan tadi? Aku pastikan, mulai dari sekarang kau sudah menjadi musuh seorang Monica Sinaga. Dan jangan pernah kau bermain-main, denganku!”
Ia pun berbalik dan membiarkan rambutnya yang sepanjang bahu, mengenai wajah Rangga. Ia tidak peduli, kalau Rangga merasa sakit.
Rangga menatap kepergian Monica dengan diam, dalam hati nya ia menggerutu kesal. “Dasar cewek bar-bar! Aku justru senang ia tidak akan mengganggu aku.
****
Sejak pagi hari kediaman keluarga Sinaga sudah terlihat sibuk. Mami Monica memerintahkan kepada pelayan di rumah mereka untuk menyiapkan makanan kesukaan Kris. Ia dan suaminya, juga Monica akan datang langsung ke bandara untuk menyambut kedatangan Kris.
Mereka sekeluarga akan menyambut kedatangan Kris dengan hangat, biar ia merasa betah tinggal di rumah mereka, selama berada di Jakarta.
“Monica! ayo cepat masuk ke mobil, Pesawat paribanmu sudah mendarat, jangan sampai ia menunggu lama!” teriak Putra.
“Papi sama mami saja yang menjemputnya, aku mau nonton drama Korea favoritku saja,” sahut Monica dari dalam kamar nya.
“Kalau kamu dalam waktu lima menit tidak juga ke luar dari kamar dan masuk ke dalam mobil, Papi akan blokir ATM dan kartu kreditmu!” Peringat Putra kepada Monica
Mendengar kalimat sakti yang diucapkan papi nya, Monica pun dengan trepalsa ke luar dari dalam kamar nya. “Ish! apaan sih Papi ini. Memangnya dia itu siapa, saja pakai dijemput segala, seperti orang penting. Ia, ‘kan” Bisa datang ke sini dengan naik Grab, atau ojek online, atau jangan-jangan karena dari kampung, ia tidak mengetahui kalau sekarang ini semuanya bisa dilakukan secara online, meski dari kampung ia tidak udikkan?” sahut Monica, sambil berjalan menuju ke mobil papinya dengan wajah yang ditekuk.
Begitu Monica sudah duduk di dalam mobil, maminya menegurnya dengan keras, “Kamu tidak boleh seperti itu, mami minta kamu untuk tidak mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti hatinya. Biar bagaimanapun juga, dia pariban mu dan ia nantinya juga akan menjadi teman mu, di rumah,” ucap mami Monica.
Mobil yang dikemudikan papi Monica pun meluncur ke arah bandara. Jalanan yang lumayan ramai, membuat waktu tempuh mereka menjadi lebih lama.
Sesampai di bandara, melalui kaca mobil, papi dan mami Monica tersenyum melihat ke arah Kris, yang terlihat berdiri di samping kopernya. Mereka semua pun turun dari mobil, setelah papi Monica selesai memarkirkan mobilnya.
Mereka menghampiri Kris yang mencari-cari keberadaan keluarga ayahnya. Dengan memegang ponsel nya dan menoleh ke arah kiri dan kanan.
Mendengar namanya dipanggil, Kris pun berbalik dan ia tersenyum setelah melihat keluarga paman nya yang sudah memanggilnya.
“Maafkan kami datang terlambat menjemputmu!” kata ayah Monica, ia lalu mengajak kepada mereka semua untuk masuk ke dalam mobi.l Di dalam mobil, Kris duduk bersebelahan dengan Monica, yang tidak mau menyapanya sama sekali, semenjak mereka berada di parkiran bandara tadi.
Monica berbisik di telinga Kris, “Pariban, ternyata kau ganteng juga! tapi kedatanganmu bikin aku menjadi kesal.”
Menahan balasan ketusnya kepada gadis yang berada di sampingnya, Kris memperlihatkan wajah dingin dan berkata, “Aku juga tidak suka denganmu, anak kecil sok cantik.”
Monica memutar bola matanya, ia hampir saja berteriak, kepada paribannya ini, kalau ia bukanlah anak kecil yang sok cantik, tetapi ia memang cantik. ‘Sabar, akan ada waktunya untuk memberikan pembalasan.’ gumam Monica dalam hatinya.
Ia lalu menyenderkan badannya pada sandaran kursi dan memejamkan matanya, sambil mendengarkan musik melalui headset yang menempel di telinganya.
Kris menolehkan wajahnya ke arah Monica yang memejamkan matanya, “Dasar bocil, tukang rajuk!”
Sontak saja Monica membuka matanya, mendengar perkataan Kris yang menembus pendengarannya. “Baru juga datang sudah mengajak gado. Kamu pikir, karena aku perempuan dan badanku lebih kecil darimu aku takut,” sahut Monica pelan, karena tidak mau pertengkaran mereka kedengaran kedua orang tuanya.
Putra dan Monica yang duduk di depan menoleh ke belakang, mereka merasa heran. Keduanya mendengar suara bisik-bisik antara Monica dan Kris. Putra berkata pelan kepada istrinya. “Sepertinya, mereka berdua cocok. Kris, bisa menjadi pasangan untuk Monica.”
“Aku setuju Pi, Kris anak yang baik dan tegas juga pintar. Dia bisa membimbing Monica menjadi lebih baik dan mungkin saja, bisa merubah sifat tomboy anak kita itu.”
Beberapa saat kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Putra sampai di halaman rumah. Begitu mesin mobil sudah mati, mereka semua pun turun dari mobil dan berjalan masuk.
“Kris, kamar kau ada di lantai dua, bersebelahan dengan kamar Monica. Dia yang akan mengantarkanmu ke kamar.”
Monica memanyunkan bibirnya, “Mi, rumah ini, ‘kan” Tidak terlalu besar. tak mungkinlah ia akan tersesat. Biarlah, ia mencari sendiri kamarnya, jangan buat ia menjadi manja dan merasa istimewa, biasa sajalah. Besar kepala dia nanti!”
Kris yang merasa, kalau ia tidak dianggap ada, ikut menimpali percakapan ibu dan anak tersebut. “Benar kata Monica, aku lebih baik naik ke atas sendiri saja. Cukup katakan, kamar mana yang harus kutuju, Tante.”
Putra yang mendengar penolakan Monica untuk menunjukkan kamar Kris, pun berkata, “Papi keberatan, kamu harus mengantarkan Kris menuju kamarnya.”
Dengan menghentakkan kakinya, Monica menaiki tangga dan berkata kepada Kris, “Ayo, yang Mulia Tuan Kris. Hamba akan mengantarkanmu menuju ke kamar.”
Kris pun berpamitan kepada papi dan mami Monica menuju ke lantai dua. Ketika keduanya sudah berada di depan pintu kamar Kris, Monica dengan ketus berkata, sambil membukakan pintu kamar. “Silahkan Tuan Kris, masuk ke dalam kamar tuan!”
Kris berjalan mendekati pintu kamar dan ketika ia sudah berdiri dekat dengan Monica, ia berbisik di telinganya, “Dengar ya! Nona manja dan perajuk. Aku juga tidak suka dengan kau, jadi sebaiknya kita tidak usah saling bertemu selama berada di rumah ini.”
“Baguslah! kalau kita saling memahami. Kuharap, kau tidak mengingkari ucapanmu, Tuan sombong dan angkuh!” tegas Monica
Kris yang lelah baru saja menempuh perjalanan jauh dengan naik pesawat dan sekarang harus menghadapi gadis manja, membuatnya menjadi emosi. Ia mengukung Siska ke dinding kamarnya dan menatap Monica dengan galak, “Aku bukanlah orang yang akan mengingkari janji. Aku sama sekali tidak suka dengan putri manja macam kau ini.”
Kris, kemudian mendorong Monica dan masuk ke dalam kamarnya. Ia lalu meletakkan tas ranselnya di atas lantai dan merebahkan badannya di atas tempat tidur. “Mengapa juga, aku harus tinggal di rumah ini. Aku harus mencari cara, supaya bisa tinggal di tempat kos saja.”
Baru saja, Kris hendak memejamkan matanya, dari arah bawah terdengar suara memanggilnya untuk makan dahulu.
Dengan malas-malasan, Kris pun bangun dari rebahannya dan berjalan ke luar menuju ke lantai bawah untuk makan siang bersama dengan paman nya.
Kris merasa sial, ia harus duduk bersebelahan dengan Monica. Alamat, tidak tenang makannya, Gadis cilik itu banyak tingkah dan suka membuat darahnya naik. Kris melihat Monica yang mengetuk-ngetukkan sendok ke piringnya, sehingga menimbulkan suara berisik.
Kris yang tidak tahan mendengar suara berisik itupun berkata, “Mau makan saja pakai drama segala. Kekanakan sekali,” gumam Kris pelan, yang hanya bisa didengar Monica saja.