Meira tidak menyangka dirinya bisa terjebak dalam permainan Dion, kini ia telah masuk kedalam kamar bersama dengan laki-laki yang dingin itu. Rasanya Meira sangat ingin berteriak, tapi ia terlalu takut melihat tatapan Dion yang begitu tajam dan terutama ia takut dirinya di siksa habis-habisan seperti drama yang ia tonton biasanya.
"Kenapa Diam saja, Meira? Apa yang kamu lakukan di samping pintu itu?"
"Di—Dion, aku ingin pu—pulang ... " Meira terus terbata-bata saking merasa takut.
"Kamu bisa pulang setelah pergi dari sini, ayo kemarilah!" Dion melambaikan tangannya, tapi Meira dengan segera mengelengkan kepalanya.
Seandainya diluar pintu tidak ada yang menjaganya, mungkin Meira sudah berlari dari Dion. Namun, di luar ternyata ada Sandi yang terus mondar-mandir layaknya sedang mengintai musuh. Meira jelas tidak punya pilihan lain lagi saat ini, selain melawan di saat Dion sedang melakukan sesuatu hal yang tidak diinginkan sama sekali olehnya.
"Meira, katanya kau ingin pulang, bukan?"
"Be—benar."
"Lalu kenapa kamu terus berdiri disitu?"
"Ti—tidak apa-apa."
Dion yang melihat Meira tidak ingin mendengarkan ucapannya, akhirnya bangkit berdiri dari duduknya dan menghampiri gadis itu. Ia melihat Meira terlihat begitu aneh saat ini, membuat Dion menjadi sangat penasaran tapi ia tidak ingin bertanya dan memilih untuk diam saja.
"Dio—"
"Bukankah, kamu ingin pergi ke toilet? Ayo, segera lah masuk ke dalam! Setelah ini aku akan mengantarkan mu pulang."
"Ke toilet?"
"Hem, bukankah kamu sendiri dari tadi ingin pergi toilet, kan? Jadi, aku membawa kamu kedalam kamar ini saja biar aman, toilet di klub malam ini terlalu banyak laki-laki yang mabuk, aku rasa tidak baik untuk mu yang terlalu awam begini," jelas Dion.
Meira akhirnya mengerti kenapa Dion membawa dirinya ke dalam kamar tersebut, ia mengira Dion akan melakukan sesuatu hal kepada nya.
"Tunggu lah sebentar." Meira langsung berlari kecil menuju ke kamar mandi karena dari tadi ia juga sudah kebelet pipis.
Dion yang melihat Meira seperti itu, seketika tersenyum tipis. Entah kenapa dirinya malah menyukai gadis yang begitu polos seperti Meira, padahal selama ini dirinya tidak menyukai gadis yang memakai pakain terbuka. Tapi, ketika melihat Meira ia malah tertarik apa lagi gadis itu terlihat cantik dan menawan. Membuat Dion merasa ingin memiliki gadis itu seutuhnya, walapun sebenarnya ia tidak tahu seperti apa perasaan gadis itu kepada nya tapi Dion mencoba akan mencari tahu, termasuk orang-orang yang sedang dekat dengan gadis itu.
Selama ini, Dion memang tidak pernah melihat Meira berjalan berduaan ataupun bersama dengan laki-laki manapun. Selain bersama dengan Layra sahabatnya, serta teman-temannya yang berada di kantor.
"Dion, aku sudah selesai."
"Oh, baiklah. Apa kau benar-benar ingin pulang sekarang?"
"Hem, jika kamu tidak keberatan mengantarkan ku pulang."
"Tidak sama sekali."
"Tapi .... bagaimana dengan pesta mu?"
"Tinggalkan saja, lagian aku sudah mentraktir mereka semua."
"Apa kau serius tidak akan kemari lagi?"
"Hem, aku rasa tidak."
Sekarang Dion dan Meira pergi keluar dari kamar. Mereka berdua melihat Sandi masih berdiri di depan pintu yang terlihat masih waspada akan sesuatu hal.
"Sandi, kau sudah melihat orang itu dengan jelas, kan?" tanya Dion.
"Sepertinya, aku mengenal orang itu. Tapi, aku benar-benar tidak yakin orang nya itu," jelas Sandi.
Sedangkan Meira kebingungan apa yang sedang dibahas oleh kedua laki-laki itu saat ini. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, sehingga membuat Sandi dan Dion terlihat begitu serius membahasnya.
"Ada apa?" tanya Meira yang berharap Dion mengatakan nya dengan jelas kepada nya.
Dion pun menjelaskan kepada Meira, bahwa ada seorang laki-laki yang dari tadi terus mengawasi nya. Namun sayangnya, wajah laki-laki itu memakai masker hingga tidak tidak terlihat jelas belum lagi dalam klub malam tidak mengunakan lampu yang seperti biasanya. Meira sangat terkejut dan sekaligus merasa takut mendengar apa yang dikatakan oleh Dion barusan, ia tidak menyangka ada orang yang seperti itu kepada nya. Entah apa mau orang tersebut yang pastinya, Meira yakin orang itu ingin berbuat sesuatu hal yang membahayakan dirinya.
"Apa kau memiliki musuh sebelumnya?" tanya Dion yang melihat Meira dari tadi terdiam membisu mendengar ucapannya.
"Kesalahan apa yang aku lakukan hingga sampai orang memusuhi ku? Aku rasa tidak pernah menyinggung perasaan orang lain ataupun selama ini," jelas Meira.
"Apakah itu mantan mu?"
"Aku tidak memiliki mantan sama sekali."
"Artinya ... kau tidak pernah pacaran sama sekali?!" tanya Dion yang sedikit terkejut mendengar nya, ia tidak menyangka di usianya yang seharusnya sudah benar-benar siap untuk menikah, tapi Meira mengatakan dirinya tidak punya mantan sama sekali yang artinya selama ini Meira terus menjalani masa muda nya tanpa pacaranpacaran dengan satu orang pun.
"Tentu saja pernah."
"Maksudnya? Bukankah kamu tidak memiliki mantan sama sekali? Atau yang ... kamu maksud ... kamu sudah memiliki kekasih sekarang?" tanya Dion yang seketika begitu cerewet berbicara kepada Meira, sedangkan Sandi yang berada disamping nya kebingungan melihat nya karena Dion selama ini tidak pernah bersikap ataupun seakrab itu kepada orang lain selain dirinya.
"Aku pernah ... menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Tapi, sekarang dia sudah tidak ada di dunia ini lagi saat melakukan tugasnya, jadi aku rasa ...."
Meira rasanya hampir tidak mampu untuk mengatakan semua masa lalu itu bersama dengan orang ia cintai, jujur selama ini Meira masih belum melupakan sosok laki-laki yang pernah mengisi hatinya yang kosongkosong, selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Tapi, takdir berkata lain, dirinya malah kehilangan sosok laki-laki yang begitu tulus mencintai nya.
"Maaf .... "
"Untuk?"
"Maaf sudah membuat mu teringat dengan masa lalu itu."
"Tidak masalah, lagian aku juga sangat merindukan dirinya. Jika begini, aku merasa benar-benar dia berada di samping ku."
"Ayo, pulanglah!" ajak Dion dengan tiba-tiba, hatinya seketika terasa panas membara ketika mendengar Meira mengatakan dirinya sedang merindukan kekasihnya yang dulu.
Sekarang ketiga orang itu bersama-sama melangkahkan kakinya masing-masing, sambil Dion dan Sandi masih belum berhenti untuk tetap melihat ke arah kiri kanan takutnya sosok itu tiba-tiba akan melukai Meira.
Sesampainya di mobil, Meira tanpa sengaja melihat sosok yang dikatakan oleh Dion beberapa waktu yang lalu sedang bersembunyi di balik mobil orang lain, Meira dengan jelas melihat tatapan matanya yang sangat mengerikan itu saat menatap dirinya.
"Dion, aku tidak yakin bisa pulang ke apartemen ku," jelas Meira yang merasa takut terlebih dulu.
"Jika kamu tidak keberatan, tinggal lah di rumahku. Disana banyak keluarga ku, jadi aku rasa kamu akan baik-baik saja disana."
Menurut Meira ucapan Dion ada benarnya juga, tapi dirinya tidak terbiasa dengan keluarga itu. Ia takut dirinya malah tidak disukai ataupun tidak di anggap keberadaan nya, tapi disisi lain nyawa nya juga lebih penting sehingga Meira pun langsung sana mengangguk kan kepala nya setuju saja. Tapi, sebelum itu Meira akan pulang ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil pakain gantinya serta pakain untuk pergi ke kantor hari esok.
Di sepanjang perjalanan, Meira masih kepikiran dengan kejadian itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya setelah itu, ia jelas tidak mungkin untuk terus tinggal di rumah Dion. Sedangkan ia dan Dion bukanlah keluarga ataupun memiliki hubungan darah daging, jadi Meira rasa dirinya harus mencari tempat yang paling aman selain di apartemen nya karena apartemen yang ia miliki itu jalannya sangat menyeramkan dN lebih sedikit jauh dari kantor tempat dirinya bekerja.
"Meira, apa kau tidak apa-apa?" tanya Dion yang melihat Meira dari tadi diam membisu.
"Dion .... "
"Hem, ada apa?"
"Sebenarnya ... emh ... tidak jadi," ucap Meira yang tiba-tiba membatalkan untuk berbicara, hingga membuat Dion penasaran. Padahal laki-laki itu sangat ingin tahu apa yang sebenarnya ingin Meira katakan padanya.