Melihat laki-laki yang ada dihadapannya saat ini membuat Meira seketika tertawa, ia tidak menyangka sosok ibu- ibu yang berdiri di samping nya seharusnya cocok menjadi ibu kandung nya tapi malah disebut sebagai kekasihnya. Meira benar-benar merasa sangat jijik melihat sepasang kekasih itu yang ia rasa tidak pantas untuk menjalin hubungan.
"Meira! Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Linda yang baru saja selesai memilih pakain untuk kekasihnya, tapi ia melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan Meira saat ini.
"Tidak apa-apa," jawab Meira yang langsung mengajak Linda pergi ke arah toko lain untuk kembali melanjutkan mencari pakain yang lain, sebelum pesta itu dimulai karena Meira merasa tidak enak jika dirinya terlalu lama datang terlambat.
Sedangkan laki-laki yang membuat Meira kesal barusan berniat ingin memberikan pelajaran karena sudah berani mengabaikan nya, setelah apa yang sudah terjadi. Ia ingin Meira meminta maaf dan berlutut di bawah kakinya, terutama kepada kekasih nya
"Sayang, sudahlah! Hentikan saja, lagian tidak ada gunanya untuk mengejarnya! Aku rasa tamparan barusan sudah membuat nya sadar diri dengan apa yang telah ia perbuat kepada kita," ucap ibu Jihan.
"Hem, baiklah. Ayo, kita berdua pulang saja sekarang," ajak Dika.
Setelah sekian lama di dalam mall, kini Meira dan Linda sudahlah berada di dalam perjalanan menuju ke arah klub malam. Kedua gadis itu terlihat terburu-buru setelah melihat jam sudah pukul 7 malam, mereka berdua tidak menyangka waktu berjalan secepat itu.
"Linda, apa sebaiknya kita berdua tidak masuk ke dalam?" tanya Meira yang merasa sangat malas karena sudah datang terlambat namun, Linda bersih keras menarik lengan nya untuk masuk. Hingga pada akhirnya Meira sudah pasrah dan mengikuti Linda dari arah belakang saja, sambil melihat-lihat suasana di dalam tampak sangat ramai serta dipenuh berbagai macam bau alkohol. Belum lagi suara musik berdering dengan sangat nyaring, membuat kuping Meira terasa hampir tuli mendengar nya karena ia benar-benar tidak terbiasa dengan suasana yang seperti itu.
"Hei! Akhirnya kalian berdua sudah datang, darimana saja kalian berdua?" tanya Dion yang langsung saja menyambut kehadiran Meira dan Linda.
"Maaf ... sudah terlambat datang," ucap Meira, ia pun memberikan paper bag warna hitam kepada Dion.
"Apa ini?"
"Hadiah kecil dari ku."
"Kau memberikan aku hadiah?"
"Ap—apa kau tidak menyukainya?" tanya Meira terbata-bata.
"Aku tidak memiliki alasan untuk tidak menyukai hadiah dari mu, aku rasa hadiah ini benar-benar sangat berharga untukku," ucap Dion membuat Meira tersenyum tipis mendengar nya.
"Meira, kau cobalah minuman ini!" ucap seorang laki-laki bernama Sandi, salah satu rekan kerja di kantor juga.
Meira tampak ragu melihat segelas minuman yang berada di tangan Sandi saat ini, ia takut di dalam gelas minuman itu ada sesuatu hal yang tidak beres apa lagi ia tahu sendiri Sandi laki-laki yang suka mempermainkan wanita diluar sana. Jadi, Meira merasa ia harus berhati-hati, takutnya Sandi malah mempergunakan kesempatan itu untuk membuat dirinya seperti wanita lain yang sangat menyedihkan nasib nya.
"Ayo, minumlah. Apa kau tidak mau, Meira?"
"Jika dia tidak mau, jangan memaksa nya. Berikan saja pada ku." Dion dengan segera mengambil gelas tersebut dari tangan Sandi, sedangkan Sandi sendiri juga tidak bisa menghalangi nya karena apa yang di katakan Dion barusan memanglah benar.
Setelah menghabiskan satu gelas minuman barusan, kini Dion membawa Meira untuk duduk bergabung bersama dengan yang lain. Dion tentu dengan sangat jelas melihat Meira tidak nyaman saat berada di klub malam, ia pun mencoba menyuruh Meira pulang saja terlebih dahulu tapi gadis itu malah menolaknya.
"Apa kau serius tidak ingin pulang sekarang? Jangan memaksakan diri," tegur Dion.
"Tidak apa-apa, kok. Lagian aku juga merasa bosan berada di apartemen terus-menerus," jelas Meira dengan jujur.
"Baiklah, jika kau ingin pulang. Jangan sungkan untuk mengatakannya."
Malam ini, Meira benar-benar merasa sangat aneh melihat sikap Dion yang terlalu baik kepada nya. Biasanya laki-laki itu terlihat sangat cuek dan tidak peduli pada siapapun di kantor, bahkan Dion juga terkenal dingin seperti bos pemilik perusahaan tempat dirinya bekerja. Namun, kali ini Dion benar-benar terlihat sangat berbeda dan bahkan menurut Meira laki-laki itu bukan seperti biasanya.
"Hem," ucap Meira yang benar-benar merasa kurang nyaman dengan sikap Dion saat ini, lalu tiba-tiba matanya tanpa sengaja melihat ke arah Dion dan Sandi saling bertatap mata, seolah-olah saling memberikan kode yang sangat mencurigakan. Meira pun merasa semakin was-was dan ia mencoba membisik Linda yang sedang asik menikmati minuman itu tapi sayangnya, suara nya tentu saja tidak terdengar sama sekali karena suara musik terlalu nyaring.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Meira dalam hatinya, ia ingin pulang sendirian tapi dirinya lebih takut karena di saat ia sendirian nanti malah akan membuat masalah besar untuk dirinya.
"Kamu ingin kemana?" tanya Dion yang melihat Meira bangkit berdiri dari duduk nya.
"Ak—aku ... " Meira seketika terbata-bata karena saat ini ia kebingungan harus mengatakan apa kepada Dion.
"Kemana? Ingin ke toilet?" tanya Dion lagi.
Meira pun dengan ragu menganggukkan kepalanya, lalu matanya masih belum berhenti melihat ke arah Sandi yang seperti sedang menatap dirinya saat ini.
"Baiklah, aku akan mengantarkan mu!"
"Tidak! Tidak perlu! Aku bisa sendiri!" jawab Meira dengan cepat. Ia pun langsung saja melangkahkan kedua kakinya yang entah ia akan pergi kemana saat ini karena sebenarnya,
ia juga tidak tahu dimana keberadaan toilet itu.
"Aku harus pergi kemana?" gumam Meira bertanya-tanya dalam hatinyahatinya dengan kebingungan.
"Apa kau menemukan toiletnya?"
"Su—" ucap Meira terpotong karena tiba-tiba saja Dion menarik tangannya pergi, Meira juga tidak tahu apakah Dion benar-benar akan membawa dirinya ke toilet atau tidak. Banyak hal yang Meira pikirkan saat ini, ia benar-benar takut dan sangat ingin menangis tapi ia tidak mungkin terlihat lemah dalam keadaan nya seperti sekarang ini.
Meira akhirnya pasrah juga dan memilih untuk mengikuti kemana arah Dion membawa dirinya pergi saat ini yang ia tahu, Dion sedang membawa dirinya ke suatu tempat yang bukan tempat toilet, melainkan di suatu ruangan yang terlihat seperti kamar di khususkan untuk menginap para pelanggan VIP.
"Di—Dion, ke—kenapa kamu membawa ku ke—kemari?" tanya Meira, ia seketika menghentikan langkah nya saat sudah berada di depan pintu kamar itu.
"Masuklah segera!" perintah Dion.
"Dion, aku ingin ke toilet. Bukan ... ke tempat ini ..." Meira langsung menarik tangannya yang dari tadi di gengam erat oleh Dion.
"Sebaiknya segera lah masuk," ucap Dion yang kembali menarik tangan Meira masuk kedalam kamar itu.
"Dion, tapi .... "
"Jangan keras kepala, kau tahu aku tidak menyukai gadis yang seperti itu, bukan?!"
Meira merasakan seluruh tubuhnya terasa bergetar hebat, bahkan lututnya benar-benar terasa lemas dan hampir tidak mampu untuk menompang dirinya berdiri.