Dion Yang Terluka

2013 Words
Sesampainya di depan pintu apartemen, Meira dengan segera membuka pintu apartemen nya. Saat ia masuk, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan sosok seseorang yang baru saja keluar lompat dari jendela. Termasuk Dion dan Sandi, mereka berdua juga melihat nya dengan jelas sosok yang berada di klub malam itu kini tiba-tiba berada di dalam apartemen Meira saat ini. Tapi, lebih mengejutkan lagi semua barang yang berada di dalam sangat berantakan dan berhamburan di mana-mana, membuat Meira semakin takut harus tinggal di apartemen nya sendirian. "Dion, apa yang harus aku lakukan?" tanya Meira yang sudah terlihat pucat pasi hingga tanpa sadar dirinya mengengam lengan Dion dengan sangat erat saking merasa takut dengan kejadian di depan matanya. Entah apa alasan orang itu sampai melakukan hal yang seperti itu kepada nya, padahal Meira tidak pernah sama sekali menghina orang lain ataupun merendahkan nya. "Tenangkan lah diri mu, sebaiknya kamu siapkan dulu semua pakain untuk menginap di rumah ku untuk sementara ini." "Ba—baiklah." Meira segera pergi ke kamarnya yang berada di lantai atas Sedangkan Dion dan Sandi melihat-lihat barang yang sudah di hamburkan oleh orang itu karena mereka berdua berharap bisa menemukan suatu petunjuk untuk mengetahui siapa sebenarnya orang itu. "Akh!" Suara teriakan dari lantai atas seketika mengejutkan Dion dan Sandi, kedua laki-laki itupun dengan segera berlari menuju ke sana. Terutama Dion sendiri, ia tidak perduli kakinya yang sampai terbentur meja tamu dan menyebabkan kakinya memar hingga membuat dirinya terpincang-pincang. "Ada apa?!" tanya Dion yang tampak ngos-ngosan, sambil menahan rasa sakit berada di lututnya yang terasa nyeri hebat. "Parfum kesayangan ku pecah!" ucap Meira. "Apa?!" teriak Dion dan Sandi dengan serempak. "Parfum yang aku beli dari paris pecah," ucap Meira hingga membuat Dion dan Sandi seketika merasa kesal tapi mereka berdua tidak mungkin membentak Meira ataupun memarahi gadis itu, hanya karena masalah itu. Padahal mereka berdua mengira telah mengalami hal yang sangat membahayakan nyawa gadis itu, tapi malah diluar dugaan mereka berdua sama sekali. "Kau membuat kami sia-sia berlari, Meira!" "Berlari?" tanya Meira kebingungan mendengar ucapan Dion. "Hem," jawab Dion dengan singkat, sedangkan Sandi hanya menghela nafas nya dengan sangat kasar melihat Meira seolah-olah tidak melakukan sebuah kesalahan sedikit pun. "Memangnya kenapa kalian berdua berlari?" "Tidak apa-apa! Segera bereskan semua barang mu!" "Kenapa semuanya?" "Maksud ku ... barang yang paling kamu perlu saja, bukan semuanya." "Oh, kirain semuanya." Meira pun kembali melanjutkan mengemas barang-barang nya ke dalam koper. Tapi, Dion begitu asik melihat isi kamar Meira, ia tidak mengira gadis seperti Meira sosok gadis yang tidak menyukai kebersihan tapi setelah dilihat-lihat isi kamarnya behitu rapi dan bersih. Namun, tanpa sengaja kedua bola matanya memandang ke arah sebuah foto yang membuat hatinya terasa kesal, dimana di dalam foto itu ia melihat jelas Meira sedang berpelukan dengan seorang laki-laki yang begitu mesra. "Apakah ini mantan yang ia maksud beberapa waktu yang lalu?!" gumam Dion dalam hatinya, ia pun memegang bingkai foto itu lalu menjatuhkan nya hingga pecah dan seketika mengejutkan Meira yang sedang mengemas barangnya. "Dion, ada apa?" "Maaf ... aku tidak sengaja memecahkan nya, maafkan aku," ucap Dion yang berpura-pura merasa bersalah. "Dasar buaya pembohong besar!" gumam Sandi dalam hatinya karena ia tentunya melihat sendiri bahwa Dion memang sengaja menjatuhkan foto tersebut dan menyebabkan nya pecah sampai seperti itu. Meira melihat fotonya dengan kekasihnya, rasanya ia ingin memarahi Dion tapi setelah mendengar alasan Dion yang tidak sengaja memecahkan nya, akhirnya membuat Meira hanya bisa bersabar saja untuk menerima kenyataan nya. "Tidak apa-apa, lagian bingkai foto ini sudah terlalu tua. Aku akan membelikan bingkai yang baru lagi," ucap Meira. "Benarkah? Coba aku lihat!" Dion tiba-tiba segera merebut foto yang berada di tangan Meira dengan begitu kasar, hingga membuat foto tersebut seketika sobek menjadi dua bagian. "Dion! Kau!" "Maaf ... " Hanya kalimat itu yang Dion ucapkan, padahal ia memang sengaja melakukan nya karena rasa cemburu di hatinya yang melihat foto Meira bersama dengan laki-laki lain. "Bagaimana ini? Bagian kepala dan badannya menjadi terpisah ... " Seketika wajah Meira menjadi berubah bersedih karena foto itu banyak kenangan yang tidak dapat ia lupakan sama sekali selama ini. "Ya, sudah. Tinggal buang saja, bereskan?" "Bisa di lem, kok," sahut Sandi, ia dari tadi begitu bosan melihat Dion yang terus bersandiwara di hadapan Meira. "Aku rasa tidak perlu karena akan semakin sangat jelek hasilnya, sebaiknya buang saja!" ucap Dion dengan sangat cepat. "Yang terpenting foto nya di lem dengan hati-hati, supaya hasilnya bagus walapun tidak seperti semula lagi. Setidaknya foto nya masih terlihat jelas, bukan?" sahut Sandi. "Sialan! Aku rasa sebaiknya lem saja mulut mu k*****t!" maki Dion dalam hatinya, ia begitu kesal mendengar Sandi yang terus berusaha membuat Meira tetap menyimpan foto tersebut. "Hem, kau benar. Aku akan tetap menyimpan foto ini," ucap Meira. "Ta—" ucap Dion terpotong karena tiba-tiba saja Sandi mengalihkan pembicaraan mereka. "Meira, apakah barang mu sudah semua?" tanya Sandi. "Hem, sudah." "Baiklah, aku akan membantu mu untuk membawa barang-barang mu," ucap Sandi yang membuat Dion seketika cemberut tidak suka melihat Sandi memperlakukan Meira dengan begitu baik. "Biarkan aku saja!" Dion berusaha merebut koper yang dibawa oleh Sandi. "Sebaiknya jangan, bukankah kaki mu terluka?" "Sandi! Kau benar-benar laki-laki kurang ajar!" maki Dion lagi dalam hatinya. "Kaki mu terluka, Dion?" "Hem, ini tidak seberapa. Hanya luka kecil saja." "Dasar bodoh kau, Dion! Seharusnya ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk mu!" gumam Dion dalam hatinya. "Meira! Tiba-tiba kaki ku sangat sakit, seperti nya harus di obati," jelas Dion yang seketika menghentikan langkah Meira. "Bukankah kamu bilang itu hanya luka kecil saja, Dion?" tanya Sandi lagi, mendengar hal itu akhirnya Dion menatap tajam ke arah Sandi yang tidak pernah peka sama sekali pada nya tapi Sandi malah tersenyum sinis melihat Dion yang berusaha mencari perhatian Meira dari tadi. "Aku rasa lukanya cukup besar dan kaki ku hampir tidak bisa berjalan saat ini," ucap Dion berbohong, Meira mendengar nya merasa sangat khawatir. Ia pun dengan segera mencari kotak p3k untuk mengobati luka Dion. "Hei! Kau! Sebaiknya diam saja! Apa kau tidak melihat sahabat mu ini sedang mencari pasangan nya, hah?!" ucap Dion membisik di telinga Sandi dengan begitu sinis, rasanya ia sangat ingin menendang kaki Sandi sekarang juga tapi Meira sudah keburu melihat ke arah mereka berdua. "Cih! Kau benar-benar sangat licik!" "Apa tidak sebaiknya di obati di dalam mobil saja? Bagaimana?" tanya Sandi karena ia rasa mereka harus segera sampai di rumah sebelum malam semakin larut, terutama jalan menuju ke rumah Dion terasa sepi dan sedikit lebih rawan. Terutama Sandi berpikir bahwa orang yang sedang mengintai Meira saat ini, mungkin bisa saja mengikuti mereka dan menjadikan kesempatan nya untuk menyerang mereka di saat keadaan jalan sepi. "Kau benar." Kali ini Dion sangat setuju mendengar apa yang dikatakan oleh Sandi barusan dan sekarang mereka turun kebawah menuju ke arah mobil yang terpakir khusus di tempat parkiran. Sesampai di dalam mobil, Meira dengan segera mengobati luka memar yang berada di lutut Dion. Tapi, saat Sandi ingin menyalakan mobil, tiba-tiba saja tidak bisa menyala. Sandi pun sudah berulangkali mencoba untuk menghidupkan nya tetap saja tidak bisa, hingga Dion yang duduk di kursi belakang bersama dengan Meira merasa bingung. "Ada apa, Sandi?" tanya Dion. "Aku tidak tahu kenapa mobil milik mu tidak bisa di hidupkan, apakah mobil ini sebelumnya pernah rusak?" "Mobil ini baru saja sebulan yang lalu aku beli, mana mungkin rusak!" ucap Dion yang merasa tidak yakin dengan ucapan Sandi, tapi setelah ia melihat Sandi yang sudah berulangkali mencoba menghidupkan nya tetap saja tidak bisa. "Aneh!" gumam Dion yang masih terdengar jelas di telinga Meira. "Mobil kamu ada dimana?" tanya Dion kepada Meira. "Di kantor," jawab Meira dengan singkat. "Lalu sekarang bagaimana?" tanya Sandi. Dion tidak menjawab pertanyaan Sandi, justru dirinya fokus kepada ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang yang tidak lain adalah supir pribadinya yang berada di rumah untuk segera menjemput. "Tunggulah saja 20 menit," ucap Dion. Meira merasa lega karena akan ada orang yang menjemput mereka. Ia benar-benar tidak ingin tinggal di apartemen nya malam ini, akibat kejadian itu mungkin Meira akan berpikir untuk segera pindah dan mencari apartemen yang lain. "Meira, dimana teman mu yang bernama, Layra? Apa dia sudah berhenti bekerja setelah menikah?" tanya Sandi, ia hanya sekedar basa-basi saja ketimbang suasana di dalam mobil terasa sunyi. "Emh, iya," jawab Meira dengan singkat. "Iya, apa?" tanya Sandi. "Layra memang berhenti bekerja." "Bagaimana hubungan kalian berdua sejak dia sudah menikah?" "Sandi, kau yang benar saja. Layra baru saja menikah dan tentu saja, Meira juga tidak tahu, tapi aku rasa hubungan mereka masih seperti dulu," sahut Dion. Meira langsung saja menghela nafasnya dengan sangat kasar. Ia juga bingung harus bagaimana dirinya menjelaskan kepada kedua laki-laki itu karena sampai sekarang dirinya masih belum juga mendengar kabar Layra, entah sampai kapan dirinya bisa bertemu dan melihat wajah sahabatnya. Ia berharap Layra akan baik-baik saja, rasanya Meira sampai tidak bisa tidur dengan tenang memikirkan sahabat nya itu. "Ada apa?" tanya Dion, ia melihat Meira terus melamun sejak membahas tentang Layra barusan. "Emh, tidak apa-apa." "Jika ada sesuatu, katakan saja kepadaku." "Apakah kita berdua sedekat itu?" Seketika wajah Dion memerah padam karena merasa malu mendengar ucapan Meira barusan. Apa yang dikatakan oleh Meira memang benar, ia selama ini selalu cuek dan judes kepada Meira. Jadi, ia rasa tidak mungkin gadis itu terus terang bercerita tentang kehidupannya. Sedangkan Sandi yang berada di bagian setir, tentunya diam-diam mentertawakan sahabatnya yang terlalu sok akrab kepada Meira. Padahal, sahabatnya itu baru pertama kali ini berbicara panjang lebar kepada Meira, biasanya Dion akan berbicara seperlunya saja dan bahkan terlihat sangat judes saat menjawab ucapan orang-orang di kantor. "Keluar lah, supir ku sudah datang dan segera masuk ke mobil itu," ucap Dion. "Tunggu!" ucap Dion lagi yang membuat Sandi dan Meira seketika berhenti membuka mobil. "Ada apa?" tanya Sandi bingung. "Aku rasa itu bukan supir pribadi ku," ucap Dion yang berusaha untuk melihat-lihat di dalam mobil itu. Begitu juga dengan Sandi sendiri, ia membuka kedua kelopak matanya lebar-lebar, berharap bisa melihat dengan jelas dan memastikan apa yang di katakan oleh Dion barusan tidaklah salah. "Kenapa supir pribadi mu terlihat begitu aneh? Bukankah, dia selama ini tidak pernah memakai masker ataupun topi yang serba hitam seperti itu?" "Hem, maka dari itu ada yang tidak beres di dalam sana." Meira dari tadi hanya diam saja mendengar ucapan kedua laki-laki yang berada di samping nya. Jantung nya terasa berdetak dengan sangat cepat karena sudah takut. "Dion, kapan kita pergi dari sini?" tanya Meira yang sudah tidak tahan lagi terus merasakan ketakutan yang berulangkali ia rasakan dari tadi. "Tunggu lah sebentar!" Dion berniat ingin pergi keluar, tapi malah di hentikan oleh Meira. "Ada apa? Aku hanya ingin keluar saja dan memastikan nya." "Sebaiknya tidak perlu keluar." "Meira, tidak mungkin kita terus berada disini." "Tapi ... bagaimana dengan mu? Aku takut orang itu malah berbahaya!" "Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan pergi memeriksa nya, jika sesuatu yang terjadi pada ku ... jangan pernah mencoba-coba untuk pergi keluar dari dalam mobil. Tetaplah berada disini, kau mengerti?!" "Tapi .... " "Sudah dengarkan saja apa yang dikatakan oleh Dion barusan," sahut Sandi. "Apa kau tidak ikut keluar dengan ku?" bisik Dion di telinga Sandi lewat pintu kaca mobil sambil membungkuk. "Aku rasa tidak perlu." "Hei! Keluarlah! Temani aku, apa kau berpura-pura tidak tahu, bahwa aku sebenarnya juga takut saat ini?!" kesal Dion, sambil mencengkram lengan Sandi dengan sangat erat. "Kau pergi lah sendiri dan asal kau tahu, ini adalah kesempatan untuk mu untuk mencari perhatian dari Meira. Aku rasa dia akan kagum melihat kamu yang begitu berani untuk melawan kejahatan." "Yang kamu katakan memang benar! Tapi, ini antara hidup dan mati ku. Jika, aku mati apa kau bisa mengembalikan nyawa ku lagi, hah?!" kesal Dion. "Hei! Sabarlah, soal mati itu sudah takdir mu tapi soal Meira yang tiba-tiba jatuh cinta melihat keberanian mu, itu sudah jodoh mu," ucap Sandi. "Baiklah, sebaiknya kamu saja yang pergi kesana! Aku akan berada di dalam mobil saja. Soal kamu terluka aku rasa itu sudah menjadi kenikmatan hidup untuk mu!" balas Dion dengan kesal. "Tidak! Aku disini saja," ucap Sandi yang tetap bersih keras berada di dalam mobil. Dion yang tiba-tiba melihat pintu mobil yang berada di sana terlihat sedang ingin terbuka, ia langsung terbirit-b***t masuk kedalam mobil lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD