4

2000 Words
Kenapa mereka b******k banget Nay? Padahal Lo itu istimewa Nay. Gua yakin mereka ga akan menemukan seseorang yang cintanya ke mereka lebih besar dari cinta Lo ke mereka. Mereka akan menyesak karena udah pernah ninggalin Lo Nay. Batin Bagas sembari dirinya masih menatap Nayara. Bel masuk pun sudah berbunyi dan Nayara belum bangun juga. Kini Bagas membangunkan Nayara dengan hati-hati, ia tak mau membuat Nayara pusing saat bangun nanti. Pada akhirnya Nayara pun terbangun dari tidurnya. "Bagas, kok masih di mobil?" tanya Nayara kepada Bagas tersebut. "Iya Nay, Lo tadi ketiduran. Jadi gua tungguin. Yuk kita masuk soalnya udah bel masuk tadi." ujar Bagas kepada Nayara dan mereka berdua keluar dari mobil dan kini mereka sudah berjalan menuju ke kelas mereka. "Bagas, sorry ya gua tadi ketiduran." ujar Nayara merasa bersalah. "It's okay Nayara, ga papa. Lo ga salah kok. Belum telat juga ini." ujar Bagas, mereka sudah sampai di koridor sekolah dan sekarang juga masih banyak siswa-siswi yang masih berjalan di koridor untuk ke kelas mereka. Akhirnya mereka pun sampai di kelas, saat masuk ke kelas Nayara langsung menatap ke arah Rangga yang tampak menatapnya juga. Namun kemudian ia mengakhiri pandangan tersebut. Nayara lagi-lagi sedih, tapi ia tidak mau menangis disini. Ia pun akhirnya duduk bersama dengan Bagas. "Bagas, Lo ga akan ninggalin gua kan?" tanya Nayara yang sangat takut jika pada akhirnya nanti ia tidak punya siapa-siapa, ia takut jika pada akhirnya nanti dirinya hanya hidup sendirian dan bertahan sendirian. Sangat sulit. "Enggak Nayara. I'll promise." ujar Bagas kepada Nayara dan Nayara pun tersenyum kepada Bagas. Setelah itu guru masuk dan mereka belajar. Sementara itu hari ini Keenan bersekolah, ia sudah sampai di kelasnya tapi meskipun bel masuk sudah berbunyi sekitar dua puluh menit yang lalu, guru mereka sama sekali belum terlihat batang hidungnya. Tak lama guru piket datang dan memberikan pengumuman bahwa guru mereka di jam pertama dan kedua ini tidak berangkat. Mereka diberikan tugas tapi belum tahu kapan dikumpulkan. Mereka pun senang, sesaat setelah guru itu pergi dari sana Keenan langsung mengajak Ravi dan Axel untuk pergi ke rooftop. "Kayaknya nih ya Saga tadi udah kesana sih. Ayo lah kita naik temenin Safa." ujar Keenan membuat Ravi dsn Axel saling menatap lagi tapi mereka mengangguk. Kini mereka berjalan menunju ke lift untuk naik ke rooftop. "Loh Saf, ternyata lo belum naik. Yuk lah bareng." ujar Keenan saat melihat Safa ternyata juga ada di dalam lift. Lift tersebut pun berisi empat orang sekarang. Mereka sudah naik memuju ke lantai paling atas saat ini. "Gua kira malah Lo bertiga yang udah naik duluan. Tapi ternyata belum ya." ujar Safa itu. "Hah? Ya belum lah. Gua belum naik ini. Ya udah lah itu artinya emang dijodohin buat naik bersama hehehe." ujar Keenan menjawab Safa. "Btw Lo di cari sama Papa dan Mama loh. Diminta buat main ke rumah. Kapan Lo bisa main ke rumah?" tanya Keenan kepada Safa lagi sekarang. "Kapan ya, kalo akhir-akhir ini masih ga bisa sih Nan, ya gua lihat besok dulu deh ya. Kalo ada waktu gua pasti mampir main kok." ujar Safa menjawab. "Beneran ya, Lo udah janji loh sama gua buat main. Janji harus ditepati ya Saf. Eh udah sampai." ujar Keenan dan kini mereka sudah naik ke atas. Sedari tadi Ravi dan Axel hanya diam saja, mereka tidak mau ikut campur dengan pembicaraan antara Safa dan Keenan yang pastinya tidak akan pernah bisa mereka mengerti dan pahami. Makanya mereka diam saja. "Eh kok Lo berdua pada diem aja sih? Belum makan ya?" tanya Keenan. "Udah kok, kita udah makan. Ga papa Nan, lagi pingin diem terus menikmati dunia ini heheheh." ujar Axel menjawab dengan seperti itu. Mereka pun akhirnya duduk saja disana, mereka berdiam diri lalu mengobrol, berdiam diri lagi lalu mengobrol lagi. Hanya seperti itu lah mereka. Sekarang ini, Ravi tampak melihat jam dan mereka masih memiliki waktu setengah jam sebelum pelajaran jam ketiga dimulai dan mereka harus masuk. "Mau pada ke kantin ga? Setengah jam lagi kita udah harus masuk." ujar Ravi kepada mereka dan mereka sekarang melihat ke arah jam mereka. "Eh iya udah mau bel pergantian jam ya ternyata. Ayok deh gua juga lapar nih. Lo mau ke kelas aja Saf? Ya udah deh kalo gitu Saf. Yuk turun bareng." ujar Keenan dan mereka sudah turun dari lift. Tampak sekarang mereka keluar dari lift dan berpisah dengan Safa yang ingin ke kelasnya saja. Kini Keenan, Axel dan Ravi sudah berada di kantin. Kantin cukup ramai saat ini karena banyak sekali memang yang baru selesai olahraga, lalu teman-teman kelas mereka pun juga beberapa ada yang disana. Seperti biasa jika Keenan datang, semua mata para kaum hawa langsung menuju kepadanya. Keenan dengan magnet yang sangat menarik para hawa untuk mencintainya. "Keenan makin hari makin cakep aja ga sih?" tanya Livia kepada yang lain. Mereka semua mengangguk setuju dengan pernyataan dari Livia. "Bener banget, makin buat kesengsem saja deh Keenan itu. Belum punya pacar kan ya? Masih bisa di trabas kan ya?" tanya Nelly kepada yang lain. "Nah kalo itu ga tahu dan belum tahu dengan pasti." jawab Livia. Mereka membicarakan tentang Keenan lagi, andai saja Keenan banyak berinteraksi pasti mereka tahu apakah sekarang ini Keenan sudah memiliki pacar atau belum. Sebenarnya Keenan sudah banyak berinteraksi tapi hanya dengan orang-orang tertentu saja. Pastinya orang-orang itu merupakan orang dekat. Sementara itu di salah satu sel tahanan terdapat seseorang yang sedang makan. Sel tahanan itu diisi oleh empat orang, yang mana itu membuat sel tersebut sangat sempit. Sel tersebut merupakan sel tahanan khusus untuk remaja. Mereka adalah remaja yang bermasalah dalam kesehariannya. "Dewa, ada yang menjenguk kamu." ujar salah satu penjaga disana. Dewa menatap ke penjaga itu dan sekarang ia bangkit dari duduknya. Siapa lagi pikirnya yang menjenguknya? Bukankah mereka sudah tidak perduli? Dewa Zahir Urdha, ia adalah lelaki yang berusia delapan belas tahun. Ia masuk ke penjara pada usia enam belas tahun, makanya ia berada di sel tahanan remaja. Dewa memang anak yang nakal, tapi ia masuk ke dalam sini bukan karena kenakalannya. Namun ia dijebak dan terpaksa harus masuk. Ia dijebak oleh teman-temannya, yang mana saat itu mereka sedang bermain di apartemen Dewa dan ternyata teman-temannya membawa n*****a, masalahnya saat itu di makanan Dewa diberi n*****a itu hingga saat di tes urine Dewa positif menggunakan n*****a. Namun tak hanya itu saja, ia juga dijebak atas sebuah pembunuhan. Musuhnya ada yang meninggal terbunuh, tapi bukan Dewa yang membunuhnya. Dewa pun tak tahu siapa yang menbunuhnya hanya saja karena Dewa ada di TKP paling pertama jadinya ia dituduh membunuh. Hingga sekarang ia sudah mendekam di penjara kurang lebih satu tahun lamanya. Dewa sekarang ini keluar. Dewa berjalan menuju ke ruangan jenguk, dimana para keluarga atau kerabat yang ingin menjenguk tahanan bisa melakukan disana. Dewa masih bertanya-tanya sekarang ini, ia bertanya-tanya kira-kira siapa yang menjenguknya? Bahkan ia juga tidak memiliki pengacara dan selama setahun lamanya ia hidup di dalam jeruji besi ini, ia sama sekali belum pernah dijenguk oleh orang lain. Entah siapa sekarang yang menjenguknya. Sebenarnya dulu pernah ada saat persidangan, teman-teman Dewa yang tidak berkhianat pada dirinya itu menjenguknya secara rutin. Namun Dewa tidak ingin teman-temannya itu terjerat masalah hingga akhienya ia meminta kepada mereka untuk tidak memjenguknya selama ia di penjara. Ia juga mengatakan jika dirinya sudah keluar, ia langsung akan menemui mereka. Mereka semua menurut pada perkataan dari Dewa itu. Apa salah satu temen gua yang datang? Ah ga mungkin lah ya, karena gua udah pastiin mereka janji ga akan datang kesini. Aduh daripada mikir gua mending keluar deh liat sendiri. Batin Dewa tersebut. Saat ini Dewa masuk ke dalam dan ia melihat ada Papanya beserta pengacaranya saat ini. Jika dipikir-pikir, selama satu tahun lamanya ia mendekam disini ini pertama kalinya ia dijenguk oleh Papanya. Sepertinya Papanya juga baru tahu bahwa anaknya masuk ke dalam jeruji besi karena Papanya memang sangat sibuk. Namun sibuknya Papanya itu sangat keterlaluan karena Papanya bahkan baru mengetahui bahwa Dewa dipenjara setelah satu tahun. Sepertinya itu karena Papanya dan Dewa yang memang sering tidak pulang. Bahkan intensitas pertemuan mereka pun juga sangat rendah, hampir tidak pernah bertemu malah. Paling satu bulan hanya berpapasan sekali, atau mungkin dalam beberapa bulan mereka baru saling melihat. "Bagaimana kamu bisa berakhir disini Dewa? Papa tidak mengajarkan kamu untuk mengunakan n*****a apa lagi membunuh orang." ujar Papanya. Papa gua aja percaya kalo gua make n*****a dan gua yang bunuh orang. Padahal bukan gua, kalo Papa gua aja percaya gua pembunuhnya gimana orang lain? Pasti mereka sangat amat percaya. Batin Dewa sekarang ini. "Papa percaya kalo saya memakai n*****a? Papa percaya kalo saya melakukan pembunuhan? Jika begitu Papa tidak mengenal saya. Ah saya lupa, Papa memang tidak memiliki waktu untuk mengenal saya." ujar Dewa itu. "Senakal-nakalnya saya, saya tidak pernah menyentuh n*****a. n*****a itu tidak akan pernah masuk ke dalam tubuh saya jika saya tidak di jebak. Saya juga tidak akan masuk ke dalam sini karena perkara pembunuhan jika saya tidak dijebak Pah." ujar Dewa kepada Papanya yang kini hanya diam. "Papa juga pasti kesini karena baru tahu kan? Telat banget Pah. Saya disini sudah satu tahun. Terkurung di jeruji besi, meskipun saya tidak salah sama sekali." ujar Dewa menekankan setiap perkataannya tersebut. "Saya sibuk Dewa, sudah kamu siap-siap bereskan barang-barang kamu. Sebentar lagi kamu bisa keluar." ujar Papanya kepada Dewa. “Mudah sekali ya Pah mengeluarkan saya dari sini. Tapi kenapa Papa tida bisa menaruh rasa kepercayaan Papa kepada saya? Bukan saya pelakunya Pah.” ujar Dewa tersebut. “Dewa, sudah kamu cepat masuk dan bereskan barang-barang kamu. Pengacara saya yang akan mengurus semuanya nanti.” ujar Papanya tersebut. Dewa tahu, pasti Papanya kesini bukan untuk sebuah alasan, Papanya pasti akan menjemputnya. Papanya itu tidak akan membiarkan dirinya berada di jeruji besi jika Papanya tahu. Namun Papanya baru tahu setelah satu tahun lamanya ia hidup disini. Ia tak masalah dengan itu, ia bisa hidup selama mungkin disini. Ia tak masalah dengan itu semua. Namun Dewa juga sedih karena Papanya itu tidak percaya kepada dirinya. Dewa pun menuruti Papanya itu, ia masuk ke dalam. Sebelum masuk ke dalam selnya lagi, ia tampak melihat seluruh ruangan disini. Ini pertama kalinya dirinya berada di ruang jenguk dan mungkin ini juga akan menjadi terakhir kalinya karena ia bisa bebas nanti. Ia berjalan di jalan yang sisi kanan dan kirinya merupakan sel tahanan. Banyak sekali tahanan yang menatap ke arah Dewa sekarang ini. Dewa juga terlihat menatap mereka semua. Ah, sepertinya ia akan lebih merindukan sel tahanan ini daripada rumahnya. Karena disini selalu ramai, sementara di rumahnya hanya ada kesepian yang menyelimuti dirinya. Dewa pun sudah berjalan masuk ke dalam selnya, ia melihat ketiga teman selnya itu baru saja selesai makan. Dewa menatap piringnya yang masih penuh karena ia tadi baru memakan sedikit saja. Namun sekarang ia sudah tidaj ingin menghabiskannya. Berbicara dengan Papanya tadi membuat nafsu makanya hilang. Andai saja Papanya mempercayai diriny, mungkin ia masih bisa bersemangat hari ini. Namun Papanya memilih untuk tidak percaya kepada dirinya dan memilih percaya pada apa yang dibicarakan oleh orang lain sekarang ini. Saat ini Dewa mengemasi barang-barangnya itu. Ia melihat teman-teman satu selnya yang lain. Mereka menatapnya dengan pandangan aneh. Ia harus berpamitan pada mereka karena bagaimana pun juga mereka sudah kenal dan hidup bersama selama setahun lamanya. Dewa juga sudah menganggap mereka seperti keluarganya sendiri meskipun ia yang paling jarang interaksi. "Hari ini gua keluar." ujar Dewa kepada mereka semua membuat mereka terkejut karena bisa-bisanya Dewa keluar padahal ia seharusnya masih memiliki masa hukuman selama satu tahun lagi. Dan lagi mereka juga bingung kenapa Dewa bisa keluar hanya karena satu orang yang menjenguknya. Mereka tahu bahwa ini merupakan kali pertama Dewa dijenguk. Kali pertama dan Dewa langsung bisa pergi meninggalkan jeruji besi ini. Sepertinya mereka sudah salah kira, mereka kira Dewa ini anak terlantar. Namun sepertinya Dewa bukan anak terlantar, ia adalah anak orang kaya. Tatapan tak menyangka masih terlihat dari tiga orang yang merupakan teman satu sel Dewa tersebut. Mereka masih sangat terkejut dengan apa yang baru saja dilatakan oleh Dewa kepada mereka. Malah mereka mengira bahwa Dewa sedang bercanda. Namun lagi-lagi mereka teringat bahwa Dewa tidak pernah bercanda, Dewa selalu serius dengan dunianya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD