Seperti biasa, pagi ini Ilona membantu Rendra bersiap untuk ke kantor. Pria itu baru saja mengancingkan kancing terakhir kemejanya. Lalu, ia berbalik menatap istrinya yang sedang membawa sebuah dasi.
“Yang lain!”
“Ya?”
“Dasinya. Aku mau dasi yang lain!”
“Memang kenapa?” tanya Ilona. Namun, sesaat kemudian ia tersadar. Ia segera beranjak menuju lemari untuk mencari dasi yang lain setelah teringat jika Rendra tidak suka pada orang yang terlalu banyak bertanya.
“Mau pakai yang mana?” tanyanya hati-hati.
“Yang mana aja asal nggak ada birunya. Kamu lagi senang banget ya sama biru? Kayaknya semingguan ini sering kasih aku apa-apa yang warna biru,” ucap Rendra.
Ilona diam, sibuk memilihkan dasi yang pas untuk suaminya. Kemudian, ia mendapat sebuah dasi dengan corak merah hitam dan hitam putih yang kemudian ia bawa ke hadapan Rendra.
Rendra mengambil dasi dengan corak merah hitam, lalu segera memakainya. “Gimana sama kandungan kamu?”
Ilona yang saat itu sedang mengembalikan dasi yang tidak terpakai oleh Rendra pun mendadak menegang. Ia terdiam sejenak, benar-benar membeku sebelum akhirnya mengambil napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan.
Saat ia berbalik, ternyata Rendra saat ini sedang menghadap ke arahnya, menatapnya intens seolah menunggu jawaban.
“Nggak gimana-gimana. Paling mual aja waktu pagi,” jawab Ilona.
“Kok aku nggak pernah lihat kamu mual atau muntah?”
Ilona meremat rok yang ia kenakan. Ia mendadak merasa gugup. Tak terlintas di benaknya jika ia akan membahas hal seperti ini dengan Rendra. Pria itu biasanya acuh. Bahkan saat Ilona sakit pun pria itu tetap banyak terdiam seperti biasa.
“Tapi sering mual sama muntah?” tanya Rendra sekali lagi.
“Kadang-kadang,” jawab Ilona. “Tapi kalau muntah, pasti langsung aku bersihkan, kok,” imbuhnya cepat.
“Aku nggak bahas soal itu. Cuma heran aja kenapa nggak pernah lihat kamu mual-mual. Padahal kata Inka biasanya orang hamil pasti ngalamin morning sickness. Tapi di kamu enggak.”
“Aku berusaha tahan. Takut kamu ngerasa jijik,” balas Ilona.
Rendra langsung terdiam mendengar jawaban istrinya. Menyadari suasana kembali menjadi hening, Ilona pun berinisiatif untuk keluar dari kamar. Ia pikir, tugasnya membantu Rendra bersiap sudah selesai. Dan kini ia harus ke dapur untuk menyiapkan makanan yang pagi tadi sudah ia masak.
***
Saat Rendra tiba di ruang makan, tampak Ilona juga sedang masuk dari arah toilet yang ada di samping dapur.
Ilona langsung melayani Rendra. Mengambilkan makanan dan minuman untuk pria itu. Rendra sedikit bingung karena setelahnya Ilona tidak langsung duduk.
“Kamu sarapan sendiri dulu, ya!”
“Kenapa?” tanya Rendra semakin bingung.
Ilona menggeleng.
“Kalau ditanya, jawab! Aku cuma mau tahu alasan kenapa kamu nggak mau sarapan bareng pagi ini,” desak Rendra.
“Perutku lagi nggak nyaman. Takutnya nanti aku tiba-tiba mual dan bikin selera makan kamu hilang,” jawab Ilona pada akhirnyaa.
Rendra tersentak karena ucapan itu. Memang, jika Ilona mual kenapa? Rasa mual itu bahkan muncul karena keberadaan anaknya di dalam perut wanita itu. Rendra sedang akan membuka mulutnya, tapi Ilona sudah kembali bersuara.
“Aku makan nanti aja setelah kamu ke kantor. Aku ke kamar dulu, ya!”
Dan setelah itu, Ilona tampak terburu-buru pergi ke kamar mereka yang berada di lantai dua. Rendra tidak punya kesempatan untuk menahannya. Karena dari tingkah laku Ilona, sepertinya wanita itu sedang menahan rasa mual.
Rendra mengepalkan tangannya. Tiba-tiba ia merasa kesal karena sikap Ilona. Namun, di sisi lain, ia merasa tidak tega untuk benar-benar menyalahkan Ilona. Ia merasa ada yang salah. Tidak seharusnya Ilona bersikap seperti ini. Namun, memangnya apa sebenarnya kesalahan Ilona?
Sementara itu, di lantai dua, Ilona kembali mengeluarkan isi perutnya. Memang hanya air yang keluar, tapi rasa mualnya itu tak kunjung mereda. Setelah merasa sedikit lebih baik, akhirnya wanita itu berjalan pelan ke arah kasur. Ia duduk, lalu meraih segelas air yang ada di atas nakas, meneguknya hingga tandas.
Di kehamilan pertamanya ini, Ilona memang sering mengalami morning sickness. Bahkan, menurut Ilona apa yang ia alami jauh lebih buruk dari orang kebanyakan. Ia berusaha mencari tahu alasannya, dan kemungkinan terbesar, karena ia yang selalu merasa stres karena kehidupan pernikahannya.
Meski demikian, Ilona berusaha setengah mati untuk menahan diri agar tidak bersikap menjijikkan di depan Rendra. Ia merasa sungkan jika menunjukkan gejala mualnya di depan Rendra. Karena bisa saja Rendra akan merasa jijik karena hal itu.
Ilona berbaring. Ia rasa ia butuh waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak dan menutup mata. Namun, beberapa detik berikutnya, terdengar suara pintu terbuka yang membuat Ilona langsung duduk tegap karena ia tahu siapa yang datang.
Dari arah pintu, Rendra berjalan menuju ranjang membawa sebuah nampan.
“A- ada apa?” tanya Ilona gugup.
“Makan dulu! Rasa mualnya akan semakin parah kalau kamu justru menunda makanmu,” kata Rendra.
Ilona tertunduk. Ia berusaha menahan rasa mualnya, setidaknya hingga Rendra pergi. “Makasih.”
“Udah buruan makan!” balas Rendra. Saat Ilona mulai menyuapkan makanan ke mulutnya, Rendra kembali teringat sesuatu.
“Aku nggak lihat ada s**u ibu hamil di dapur. Apa kamu memang nggak punya?”
Ilona mengangguk. “Aku belum kepikiran buat beli. Kapan-kapan aku akan beli.”
Rendra mengangguk. Raut wajahnya memang selalu tampak datar. Namun, Ilona tahu pria yang sudah menjadi suaminya setahun terakhir itu sebenarnya memiliki hati yang baik. Rendra pasti kasihan melihat Ilona yang tampak lesu pagi ini. Itulah sebabnya pria itu mengantar makanan untuk dirinya ke kamar.