“Nggak usah sibuk-sibuk masak, Ilona! Aku udah bawain makan malam buat kita nanti.”
Ilona menoleh kaget. Padahal, ia baru saja mengupas beberapa rempah untuk digunakan memasak sore ini. Namun, seseorang tiba-tiba muncul, masuk rumahnya tanpa permisi seolah sudah terbiasa melakukan hal tersebut.
“Inka?” kaget Ilona.
Perempuan itu menoleh lalu tersenyum simpul ke arah Ilona. “Maaf nggak bunyiin bel dulu. Aku pikir kamu lagi istirahat.”
Ilona tetap merasa tidak nyaman. Meski Inka memang sangat dekat dengan keluarga suaminya, tapi justru itulah yang menjadi masalah utamanya. Hanya saja, Ilona tidak bisa mencurahkan keresahannya pada siapa pun, karena semua anggota keluarga Rendra begitu menyayangi Inka. Perempuan itu tampil begitu sempurna di depan keluarga Rendra.
“Aku dengar dari Rendra kamu sedang hamil. Jangan maksain diri buat ngerjain ini itu lah! Aku juga udah saranin Rendra buat cari asisten rumah tangga buat bantu kamu,” ucap Inka.
Benar. Perempuan itu selalu punya cara untuk tampak menjadi orang yang baik, kan?
“Rendra udah kasih tahu kamu?” tanya Ilona. Padahal, baru siang tadi Rendra tahu kebenarannya. Itu pun dengan cara yang tidak bisa dikatakan baik. Bahkan, Ilona ragu jika Rendra sudah member tahu keluarganya. Namun, Inka ternyata sudah tahu duluan.
“Iya. Kebetulan tadi aku ke ruangan Rendra. Dan Rendra kelihatan nggak baik-baik aja. Jadi akhirnya dia ceritain semua ke aku,” jawab Inka.
Ilona menjadi merasa semakin kecil. Inka adalah orang pertama yang dituju Rendra dalam keadaan seperti apapun. Bahkan, untuk bercerita tentang masalah rumah tangga mereka.
“Aku nggak bisa nyalahin kamu juga, Ilona. Kamu tenang aja, kali ini aku nggak akan belain Rendra, kok. Soal pengajuan cerai kamu, biar bagaimana pun aku juga paham. Aku juga bakal ngelakuin hal yang sama kalau jadi kamu.”
Ilona mengangguk. Ia sudah tahu Inka akan berkata demikian. Bahkan, sejujurnya, ucapan Inka selama ini lah yang membuat ia akhirnya memikirkan untuk bercerai.
“Biar aku saja yang menata ini. Makasih ya, Inka,” ungkap Ilona.
“Nggak usah sungkan! Kayak sama siapa aja,” balas Inka. “Oh iya, gimana kandungan kamu? Keadaannya baik-baik aja, kan?”
“Baik, kok. Kata dokter, dia sehat. Cuma memang dokter juga beberapa kali mengingatkan aku kalau aku harus bisa atur waktu supaya bisa istirahat dengan cukup,” jawab Ilona.
Mereka menata makanan yang dibawa Inka bersama di atas meja. Di sela kegiatan itu, mereka juga mengobrol ringan. Ilona bisa menutupi ketidak nyamanannya dengan baik saat bersama Inka. Namun, ia masih sepenuhnya sadar, siapa perempuan yang sedang bersamanya itu.
“Inka, kamu jadi ke sini?”
Suara Rendra terdengar. Membuat dua perempuan yang sedang sibuk dengan kegiatannya itu secara kompak menolehkan kepala mereka.
“Iya. Kan aku udah bilang, mau bantu-bantu Ilona. Kamu pulang cepet hari ini?”
Rendra mengangguk.
Inka dengan gesit mendekat ke arah Rendra. Ia mengambil alih jas dan tas yang dibawa oleh pria itu. “Mau langsung mandi?”
Tatapan Rendra beralih pada Ilona. Namun, perempuan itu malah mengalihkan pandangannya ke arah lain. Hatinya perih melihat interaksi manis Rendra dan Inka. Saat pertama kali menginjakkan kakinya, Rendra malah lebih dulu menegur Inka dibanding Ilona. Inka juga secara spontan melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang istri saat suaminya pulang kerja, meski Ilona masih berada di sini.
“Kamu nggak mau nyiapin air dan pakaian buat aku?” tegur Rendra pada Ilona.
Ilona pun menoleh. “B- baik. Aku akan segera-”
“Biar aku aja!” sela Inka.
“Nggak papa, itu kan tugas dia. Kamu bawa makan ke sini aja udah makasih banget,” larang Rendra.
“Kamu lupa? Ilona kan lagi hamil muda. Kamar kalian ada di lantai dua. Nanti dia kecapekan kalau keseringan naik-turun tangga. Udahlah, biar aku aja. Lagian dari dulu juga kan aku sering keluar-masuk kamar kamu, dan aman-aman aja, kan, nggak ada yang ilang?”
Ilona ingin menyela, mengambil alih tugasnya yang akan diambil Inka tersebut. Namun, Inka sudah lebih dulu berjalan ke arah tangga tanpa sekali pun menoleh kembali ke belakang.
Sementara itu, Rendra menatap Ilona dingin. Pria itu seolah kesal dengan Ilona. Dan Ilona pikir, mungkin itu karena kejadian tadi siang. Menurutnya wajar saja jika Rendra masih emosi padanya. Dan Ilona memilih untuk diam, daripada ucapannya hanya akan membuat suasana menjadi semakin keruh.
Ia duduk di salah satu kursi di meja makan setelah suaminya pergi untuk menyusul Inka ke lantai atas.
Apa dia bodoh? Semua orang pasti akan beranggapan demikian karena dengan sadar Ilona seolah mengizinkan seorang wanita untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya dengan Rendra.
Namun, mereka tidak akan pernah mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Justru Ilona lah yang merupakan orang baru bagi kehidupan mereka. Dan sejak awal, Ilona memang tidak pantas untuk Rendra. Pernikahan itu terjadi atas desakkan dari ayah Rendra yang kekeuh menjodohkan mereka. Dan Ilona tahu, sejak awal, ia memang tidak seharusnya berharap lebih terhadap pernikahan rumah tangganya bersama Rendra.
“Aku hanya ingin segera pergi sebelum duri itu menusuk semakin dalam dan membuatku merasa kian tersiksa.”