Bab 3

1253 Words
Degh "Kak Jovi… "Sekarang sudah tau kan? Sekarang ayo kita pergi. Gak ada gunanya kamu menyaksikan dia disini." Ajak Dini karena melihat Kiran terpaku melihat keberadaan Jovi dengan wanita lain, dan di tempat umum lagi. Kiran melepaskan tangannya dari cekalan Dini, lalu mendekati Jovi. "Kak, Jovi. Apa yang Kakak lakukan disini? Dan, siapa dia?" tanya Kiran sambil menunjuk wajah seorang wanita yang berdiri di samping Jovi. "Tenanglah. Tidak perlu menciptakan drama di depan banyak teman kampus kamu. Dia hanya sahabatku, dan kamu tidak perlu mencemaskan hubungan kita. "Ujar Jovi dengan santainya, membuat Kiran menggelengkan kepalanya pelan, tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jovi. "Kak Jovi pergi ninggalin aku ke luar kota, dan Kak Jovi pulang dari luar kota bukannya menemuiku, malah menemui wanita lain. Kak Jovi sadar tidak, secara tidak langsung, Kak Jovi menyakiti perasaanku." Ujar Kiran sambil mengusap air matanya yang tidak sengaja menetes begitu saja. Jovi yang mendengar ucapan Kiran langsung mendesah kasar, lalu meminta semua anak kampus yang ada di dekatnya untuk segera bubar. Yah, semua anak kampus yang berdesakan untuk melihat apa yang terjadi dihalaman kampus itu hanya karena ingin melihat Jovi dengan wanita yang ada di samping Jovi, karena mereka semua mengenal siapa Jovi. "Sudah kubilang, jangan menciptakan drama di depan banyak teman kampus Kamu. "Ujar Jovi dengan nada geramnya, sambil melihat ke semua anak kampus yang mulai bubar. "Tenanglah, Kiran. Aku hanya temannya Jovi, dan aku tidak ada hubungan apapun sama Jovi. Jadi kamu tidak perlu menangis. "Ujar seorang wanita yang ada di samping Jovi dengan mengaku kalau wanita itu adalah sahabat Jovi. Namun yang membuat Kiran merasa sakit hati ataupun merasa kecewa sampai Kiran menangis bukan karena masalah hubungan mereka, tapi perlakuan Jovi pada dirinya yang secara tidak langsung, Jovi menunjukkan sikap kalau Jovi lebih mementingkan wanita lain daripada dirinya yang statusnya jauh lebih dekat, yaitu seorang istri. "Kalau memang kamu memintaku untuk bersikap tenang, sekarang aku tanya Karena kalau seandainya posisi kamu berada di posisiku, suami kamu lebih mementingkan wanita lain meski wanita itu adalah sahabat suami kamu, apakah kamu akan merasa tenang seperti yang kamu minta dari itu? "Ujar Kiran, Meminta pendapat wanita yang ada di samping Jovi, membuat Jovi langsung memutar kedua bola matanya jengah. "Tisa, kamu pulanglah. Bawa juga Nino, biar aku urus Kiran dulu. Kamu diantar supir ku ya." Ujar Jovi dengan nada lembutnya. Tisa ya mendengar permintaan dari Jovi langsung melakukan kepalanya dengan penuh kelembutan, lalu pergi begitu saja meninggalkan Kiran dan juga Jovi. Setelah kepergian Tisa, Jovi langsung menarik pergelangan tangan Kiran untuk pergi dari area perkampusan. "Kapan Kak Jovi pulang?" tanya Kiran datar setelah berada di dalam mobil. "Baru saja pulang. Bisa tidak kamu percaya sama aku. Aku baru pulang dari pekerjaan ku, aku capek, dan aku butuh istirahat. Harusnya aku pulang dari luar kota tidak disambut dengan pertengkaran seperti ini." Ujar Jovi panjang lebar setelah memberi jawaban atas pertanyaan Kiran tadi. "Aku tidak akan menyambut Kak Jovi dengan tuduhan seperti ini kalau Kak Jovi pulang dengan cara baik-baik, bukan dengan menunjukan wanita lain di depan umum seperti tadi." Ujar Kiran yang tidak mau disalahkan sendirian. "Kiran, Tisa itu sahabat aku, dan tadi kebetulan saja pas aku sampai di kota ini, dia menghubungi ku dan memberi kabar kalau dia kecelakaan. Dia sahabat aku sejak kecil, tentu saja aku harus menolong dia." Ujar Jovi karena merasa tindakannya sudah benar. Kiran yang mendengar ucapan Jovi langsung terdiam dan berusaha menahan diri agar tetap sabar. Kiran turun dari mobil setelah sampai di rumah. Jovi juga turun, dan masuk ke dalam rumah. Baru saja Kiran ingin menaiki anak tangga, Kiran sudah mendengar suara Jovi yang sepertinya sedang menelepon seseorang. "Apa supir mengantar mu dengan baik ke rumah?" tanya Jovi dengan penuh perhatian, membuat Kiran meneteskan air matanya saat mendengar suaminya begitu sangat mengkhawatirkan wanita lain, meski wanita itu sahabat suaminya sendiri. Kiran tidak lagi mendengar suara Jovi telponan, karena Kiran langsung masuk ke dalam kamarnya. Kiran duduk di sofa setelah membersihkan diri, lalu keluar dari kamar saat melihat Jovi masuk ke dalam kamar mandi. Kiran memutuskan untuk menyiapkan makan malam buat dirinya dan juga Jovi. Setelah Kiran selesai memasak, Kiran kembali ke kamar dan mengatakan pada Jovi kalau makan malam sudah siap. Jovi pun keluar dari kamarnya untuk makan malam. Kiran dan Jovi makan malam bersama, ini pertama kalinya Kiran makan malam sama Jovi selama menikah, karena saat malam pernikahannya dengan Jovi, Jovi langsung meninggalkan dirinya sendirian, yang ada hanya makan malam bersama adik iparnya. Setelah makan malam bersama, Jovi langsung tidur, dan ternyata Jovi masih belum menyentuh Kiran, atau meminta hak nya sebagai seorang suami. Dengan wajah sedihnya, Kiran menyusul Jovi untuk tidur, karena Kiran sendiri juga pasti merasa sungkan untuk memberitahu Jovi agar melakukan malam pertama seperti pasangan pada umumnya. Jadilah malam itu malam yang sama seperti malam yang sebelumnya, yaitu malam kegagalan. Keesokan harinya, Kiran bangun dan menyiapkan sarapan buat Jovi sebelum berangkat ke kampus. Setelah sarapan bersama, Kiran menunggu Jovi di depan rumah untuk berangkat bersama ke kampus, karena kebetulan arah kantor dan kampus searah, jadi mereka memang seharusnya berangkat bersama. "Kiran, kamu berangkat ke kampus naik taxi aja ya, aku harus kerumah Tidak karena anak Tisa tiba-tiba sakit." Ujar Jovi setelah keluar dari rumah dan meminta Kiran untuk pergi ke kampus dengan menggunakan taxi. Mendengar itu, Kiran cukup terkejut, bahkan sampai diam mematung saat dirinya cukup lama menunggu, tapi pada akhirnya Jovi malah meminta dirinya untuk ikut taxi, dengan alasan karena Jovi ingin ke rumah Tisa karena anak Tisa sakit. Kiran sangat sulit untuk percaya, namun Kiran hanya bisa diam saja. "Kiran, kamu tidak keberatan kan." Kata Jovi tanpa perasaan "Tapi aku hampir terlambat Kak, apa tidak bisa Kak Jovi menolong Tisa setelah mengantar aku ke kampus?" kata Kiran mencoba untuk tetap bersikap lembut. "Kiran, sejak kapan jadi manja. Hanya terlambat dan tidak ada sangkut pautnya dengan nyawa, ini aku mau menolong Nino yang sedang sakit, lebih penting dari hanya sekedar terlambat. Lagian cuma terlambat kuliah kan, bukan terlambat menyelamatkan nyawa." Ujar Jovi yang langsung pergi begitu saja, membuat Kiran memejamkan matanya kuat, dan merasa semakin kecewa dengan sikap Jovi yang semakin hari semakin tidak bersikap hangat pada dirinya. Akhirnya hari ini Kiran ke kampus dengan menaiki taxi, dan membiarkan Jovi ke rumah Tisa. Satu bulan sudah usia pernikahan Kiran dan juga Jovi, dan Selama itu Jovi tetap belum merubah sikapnya pada Kiran. Kiran yang sudah membereskan meja makan setelah melakukan makan malam bersama langsung ke kamarnya, dan terkejut melihat Jovi sudah berpakaian rapi. "Kak, kita menikah sudah 1 bulan lebih, kenapa Kak Jovi tidak menyentuhku? Kita sudah suami istri, tidak ada larangan bagi kita untuk melakukan hal yang seharusnya kita lakukan." Ujar Kirana dengan Wajah sedihnya saat melihat Jovi sudah bersiap untuk pergi lagi. Jovi hanya diam saja, tidak menanggapi ucapan Kiran. Jovi terus membereskan barang yang akan ia bawa pergi untuk ke luar kota. Setelah Jovi menutup resleting kopernya, Jovi langsung menurunkan kopernya dari ranjang, bersiap untuk pergi. Kiran langsung menahan tangan Jovi agar tidak pergi lagi. "Kak, sampai kapan Kak Jovi terus ninggalin aku?" tanya Kiran dengan mata yang terlihat sudah berkaca-kaca. Jovi melepaskan tangan Kiran, lalu membuka pintu kamarnya dan menutupnya begitu saja. Mengabaikan wajah sedih Kiran, padahal sebelum menikah Jovi dan Kirana adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Setelah kepergian Jovi, pintu kamar Kiran kembali terbuka. Kiran langsung mendongak dan melihat ternyata yang datang adalah uncle dari suaminya. "Uncle… Lirih Kiran pelan saat melihat Daniel masuk ke kamarnya. Dengan cepat Kirana menghapus air matanya, dan berdiri. "Ada apa Uncle… "Emmhh… Pertanyaan Kiran bergantung begitu saja saat bibir Daniel sudah menempel pada bibirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD