Bab 5

1454 Words
"Teruslah menghindar, atau aku akan memberitahu Jovi apa yang kita lakukan semalam. Aku akan mengatakan pada Jovi, kalau kita pernah bertukar Saliva di belakang dia." Ujar Daniel mengancam Kiran, membuat Kiran terkejut mendengar ancaman Daniel. Daniel kembali mendekatkan wajahnya pada Kiran, dan memiringkan kepalanya untuk menikmati leher jenjang Kiran. Kiran yang merasakan hangat karena hembusan nafas Daniel pada lehernya langsung menutup matanya, dan d**a Kiran mulai naik turun karena nafasnya yang mulai tidak beraturan saat merasakan ada sesuatu yang menyengat di lehernya, dan itu pasti karena Daniel menyesap leher Kiran. Daniel menikmati leher Kiran hingga puas, dan langsung menghentikan saat merasa ada setetes air hangat yang mengenai wajahnya. Daniel mulai menyudahi sentuhannya pada leher Kiran saat melihat Kiran menangis. "Kenapa harus menangis, Hem?" tanya Daniel lembut seraya mengusap air mata Kiran. Kiran yang mendapat pertanyaan tersebut dari Daniel mulai membuka matanya. "Harusnya aku yang bertanya, kenapa Uncle melakukan semua ini sama aku? Uncle itu sudah di anggap sebagai Papa Kak Jovi, dan Aku menantu Uncle, dan Tidak seharusnya Uncle melakukan semua ini sama aku." Ujar Kiran dengan nada datarnya, karena merasa kecewa pada Uncle Daniel. Daniel yang mendengar ucapan Kiran tersenyum, lalu kembali membenarkan tatanan rambut Kiran, dan menarik Kiran agar duduk kembali di kursi dekat meja makan. "Ayo makan dulu sebelum ke kampus. Nanti aku antar ke kampus. Ingat baik-baik, aku lebih suka wanita penurut, karena kalau kamu tidak menurut, aku tidak segan-segan mengatakan pada Jovi. Kamu tidak bisa bayangkan kan kalau sampai Jovi tau kamu sudah bertukar Saliva denganku." Ujar Daniel. Kiran yang mendengar ucapan Daniel langsung duduk dan menyantap nasi gorengnya dengan cepat, karena ingin segera menjauh dari Daniel. Daniel sendiri sangat lucu melihat Kiran makan dengan cepat, bahkan sampai belepotan, namun Daniel membiarkan saja tidak membantu membersihkan karena ingin Kiran tetap merasa nyaman. Setelah Kiran menghabiskan makanannya, Kiran langsung berdiri dan meninggalkan Daniel, sedangkan Daniel sendiri juga tidak menghalangi kepergian Kiran karena Daniel memberi waktu agar Kiran bersiap untuk ke kampus. Cukup lama Daniel lama menunggu kedatangan Kiran, dan Kiran tidak kunjung datang, akhirnya Daniel memutuskan untuk menyusul Kiran ke kamarnya karena Daniel sendiri juga sudah hampir telat untuk pergi. "Kenapa diam saja?" tanya Daniel saat melihat Kiran hanya duduk di tepi ranjang dan sudah berpakaian rapi. Kiran yang mendengar suara Daniel langsung menoleh, dan berdiri. "Ayo!" ajak Daniel. Kiran pun dengan ragu-ragu ikut keluar dari kamarnya. "Aku bisa naik taxi Uncle. Lagian aku ada kelas siang, bukan pagi." Ujar Kiran ragu-ragu, karena merasa enggan berdekatan dengan Daniel. "Benarkah? Apa aku yang salah informasi. Aku taunya sekarang kamu ada kelas lagi. Kalau gitu aku tanya Arda aja, soalnya dia bilang ngajar pagi. Aku kasih tau dia dulu kalau ternyata jelasnya bukan kelas pagi, tapi kelas siang." Ujar Daniel seraya mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, membuat Kiran terkejut saat mendengar Daniel menyebut nama dosennya untuk mengisi kelasnya pagi ini. Dengan cepat Kiran menahan tangan Daniel, dan memperlihatkan senyum renyah nya. "Uncle kenal Pak Arda?" tanya Kiran dengan polosnya "Tentu saja." Jawab Daniel datar, lalu melajukan mobilnya menuju kampus Kiran. "Belajarlah yang rajin dan tidak perlu mengingat Jovi." Ujar Daniel saat melihat Kiran buru-buru membuka pintu mobilnya. Kiran yang mendengar ucapan Daniel tidak menjawab, dan terus keluar lalu masuk ke dalam kampusnya. Daniel memandang kepergian Kiran dengan senyum yang tidak pernah luntur dari bibir manisnya. Cukup lama Daniel masih belum pergi dari area perkampusan Kiran, Daniel baru pergi setelah Daniel sadar kalau dirinya ada temu janji dengan rekannya. Saat Kiran mulai konsen dengan kelasnya, ponsel Kiran bergetar terus, dan ternyata disana ada panggilan masuk dari nomor yang tidak Kiran kenal. Karena Kiran tidak begitu tertarik untuk menerima panggilan masuk tersebut, akhirnya Kiran memutuskan untuk mengabaikan saja, karena Kiran sendiri juga sedang fokus dengan mata kuliahnya. Karena Ponsel Kiran tidak kunjung berhenti bergetar, akhirnya dengan kesal Kiran menerima panggilan masuk tersebut tanpa keluar dari kelasnya. "Kiran, Aku minta bantuanmu. Tolong jangan cari Jovi, karena Jovi saat ini sedang menolongku. Aku kecelakaan, dan Aku sangat butuh bantuan Jovi, karena aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain orang yang aku kenal, dan orang yang aku kenal baik itu cuma Jovi. Jadi tolong jangan cari Jovi. "Ujar seorang wanita yang tidak Kiran kenal, namun Kiran yakin dia adalah orang yang sama seperti orang yang ada di samping Jovi kapan hari, yaitu Tisa. Kiran yang mendengar suara atau permintaan tersebut terkejut, pasalnya permintaan tersebut sulit untuk ia jawab tidak. "Siapa kamu?" tanya Kiran dengan nada bergetar karena merasa sakit hati. "Aku Tisa. Terimakasih karena kamu sudah mau mengizinkan aku ditemani oleh Jovi." Ujar Tisa yang langsung mematikan sambungan teleponnya, dan detik itu juga ponsel Kiran jatuh dari tangannya, membuat Dini yang ada di sampingnya terkejut. "Ada apa?" tanya Dini lembut sambil mengambil ponsel Kiran dan meletakkan di atas tas Kiran dengan benar. "Dia dengan tidak tau malunya, dan tidak berperasaan meminta meminjam Kak Jovi dari aku, bahkan aku belum memberinya izin dia sudah mengatakan kalau aku sudah memberinya izin. Apa dia sudah tidak punya hati?" ujar Kiran yang pertanyaan tersebut tertuju pada Tisa, namun terucap pada Dini. "Kiran, kamu masih belum terlambat. Mintalah cerai sama Kak Jovi, dan hiduplah masing-masing." Ujar Dini membuat Kiran langsung menoleh pada Dini. "Pernikahan ini baru berjalan 2 bulan, apa iya aku harus mengakhirinya?" kata Kiran merasa tidak siap berpisah dengan Jovi karena Kiran merasa yakin Jovi akan berubah. "Jangan dinilai dari usia pernikahan Kiran, tapi dari kuat atau tidaknya hati kamu. Kalau kamu sudah tidak kuat dengan jalan pernikahan kamu, ya sudah kamu pisah, tidak perlu lihat tentang usia pernikahan kamu dengan Kak Jovi." Ujar Dini memberi saran, dan berharap sarannya masuk pada Kiran hingga Kiran bisa memberi keputusan. Kiran yang mendengar nasehat dari sahabatnya hanya diam saja, karena Kiran tidak mau mengambil keputusan secara dadakan. "Dini, aku pergi dulu." Ujar Kiran tiba-tiba yang membuat Dini langsung mengernyitkan dahinya penasaran Kiran akan pergi kemana. "Mau kemana?" tanya Dini. "Aku ingin menemui Tisa. Aku ingin minta sama dia secara baik-baik, agar dia tidak selalu meminta bantuan Kak Jovi." Ujar Kiran yang langsung disetujui oleh Dini. Kiran pun langsung pergi setelah meminta izin pada guru pembimbingnya. Kiran menghubungi nomor Tisa, dan mengatakan kalau dirinya ingin bertemu. Kiran langsung menuju ke tempat yang sudah di tentukan oleh Tisa. Kiran turun dari taxi, dan masuk ke restoran untuk bertemu dengan Tisa. "Ada apa kau ingin bertemu denganku?" tanya Tisa dengan raut wajah yang terlihat sangat datar. "Tisa, aku rasa kamu bisa mengerti bagaimana perasaan ku sebagai seorang istri. Aku minta dengan segala hormat sama kamu, agar kamu tidak lagi meminta bantuan apapun pada Kak Jovi." Ujar Kiran berterus terang, dan bahkan langsung mengatakan tanpa berbelit-belit apa tujuan Kiran mengajak bertemu dengan Tisa. Tisa yang mendengar permintaan Kiran langsung bersedekap d**a, dan memutar bola matanya malas. "Kalau aku tidak mau bagaimana? Aku sama Jovi sudah lama bersahabat, bahkan sebelum kamu mengenal dia. Jadi tidak ada salahnya aku selalu menggantungkan hidupku kalau aku mau." Ujar Tisa tanpa perasaan, membuat Kiran menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Tisa, kita sama-sama perempuan, bahkan kamu sudah punya anak dan tentunya sudah jauh lebih tau bagaimana perasaan seorang istri kalau suaminya selalu memberi ruang pada wanita lain." Ujar Kiran lagi. "Justru karena aku sudah punya anak, anak ku butuh Jovi, dan kebetulan Jovi juga tidak keberatan meski aku meminta dia untuk menemani Nino kalau Nino mau." Ujar Tisa tanpa perasaan, membuat Kiran tidak percaya. Setelah Tisa mengucapkan kalimat tersebut, tanpa permisi, Tisa langsung pergi. Kiran pun mengikuti langkah Tisa dan meminta Tisa untuk berhenti melangkah karena dirinya masih belum selesai bicara. Kiran melihat Tisa sudah masuk ke dalam mobilnya. Dengan cepat Kiran menyetop taxi, dan meminta supir taxi untuk mengejar mobil Tisa. Supir taxi pun mengikuti mobil Tisa sesuai dengan permintaan Kiran. Tisa yang menyadari dirinya diikuti oleh supir taxi dari belakang, dan Tisa yakin itu Kiran yang mengejarnya, dengan cepat Tisa menambah kecepatan mobilnya, hingga Tisa tidak sadar kalau di depannya ada sebuah mobil box yang melaju dengan pelan, dan tanpa sengaja Tisa menabrak mobil box itu. Supir taxi yang membawa Kiran tidak sempat menginjak rem mobilnya, dan terjadilah kecelakaan beruntun, antara mobil Tisa dengan taxi yang membawa Kiran. "Aaa!!! Tisa berteriak kesakitan saat keningnya terbentur dasbor mobilnya, hingga cairan segar mulai keluar dari kening Tisa. Tisa yang masih sanggup untuk mengambil ponselnya, dengan cepat menghubungi Jovi, dan mengatakan pada Jovi kalau dirinya kecelakaan. Tisa juga mengirim dimana lokasinya, membuat Jovi yang sedang sibuk di kantor langsung keluar dari kantor saat mendengar kalau Tidak kecelakaan. Jovi sampai di tempat dimana Tisa kecelakaan. Ada banyak orang yang berkerumunan untuk memberi pertolongan pada korban, membuat Jovi yang melihatnya dengan cepat menolong Tisa karena Jovi mengenal mobil Tisa. Kiran yang keadaannya tidak jauh berbeda dengan Tisa melihat Jovi berada di tempat dimana dirinya saat ini berada, langsung menggedor pintu mobil taxi, meminta pertolongan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD