8. Hampir Saja

1637 Words
Reikhan keluar dari ruang meeting dan melihat Zia yang juga berjalan dibelakangnya. Dilihatnya jam dipergelangan tangannya sudah jam lima, dan itu artinya jam pulang kantor. Semalam mereka habiskan waktu hanya diam sambil duduk di gazebo, Zia yang memutuskan untuk tidur dan meninggalkan Reikhan yang masih setia menatap langit gelap London malam itu. Paginya saat dia bangun, Zia sudah siap dengan pakaian kerjanya dan sedang memakan sarapan yang dia buat sendiri. Zia juga menyiapkan sarapan untuknya, tapi Zia tidak ingin pergi kekantor bersamanya dengan Alasan tidak ingin karyawan kantor tahu. Bagi Reikhan, sepertinya Zia sedikit terganggu dengan pertengkarannya dengan Vanya semalam. Apa Zia tersinggung pikirnya. Baru saja dia ingin berbicara dengan Zia, Vanya sudah ada didepannya dengan hidung yang merah dan wajah yang sembab. Reikhan tidak tahu kenapa bisa ada Vanya dikantornya, apa Vanya menunggu dia sampai selesai meeting. "Rei... Aku ingin kita berbicara" Vanya memeluk Reikhan dihadapan semua karyawan kantor yang juga baru saja keluar meeting. Mata Reikhan melirik Zia yang melihat Vanya terkejut. "Sorry sir, saya akan langsung pulang. Apakah ada yang anda butuhkan lagi?" Tanya Zia sopan, membuat Vanya melihat kearahnya dengan tatapan membunuh. Tapi Zia tidak perduli, dia juga sebenarnya muak berada didekat Vanya maupun Reikhan seperti ini. "Tidak ada Ara, kau bisa pulang." Zia tersenyum dan pergi dari sana, Reikhan juga berjalan menuju ruangannya yang diikuti Vanya. Saat mereka sudah diruang kerja Reikhan, Vanya langsung memeluk Reikhan lagi sambil menangis. "maafkan aku, aku tidak ingin hubungan kita berakhir. Kau tahu bagaimana perasaanku padamu Rei. Aku mencintaimu," "Kau mencintaiku, tapi kau berciuman dengan pria lain. Sungguh mengesankan Vanya. Kau benar-benar luar biasa." Vanya melihat wajah penuh amarah dari Reikhan. "Sayang, aku seperti itu karena aku frustasi dengan hubungan kita. Dan aku mencari pelampiasan." "Pelampiasan yang membuatmu menjadi rendah Vanya."Reikhan meninggalkan Vanya yang masih berdiri ditempatnya sedangkan Reikhan sibuk membereakan laptopnya. "Rei... Maafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengulanginya, please sayang." "Sudahlah Vanya, kau tahu sendiri bagaimana hubungan kita berjalan selama ini. Aku sudah berusaha untuk membuatnya lebih baik, tapi aku tidak lebih menganggapmu sebagai wanita yang harus kujaga dan kutemani. Aku tidak bisa merasakan cinta diantara kita, jadi kurasa semuanya cukup Vanya." "Bukankah kau ingin berpisah karena wanita itu?" Reikhan mengeraskan rahangnya. "Baiklah jika kau ingin tahu. Aku memang menyukai Ara, tapi aku tidak menyangka kalau kau mencurangiku terlebih dulu. Jadi silahkan kau kau berpikir apapun, yang pasti aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita." Reikhan menutup laptopnya dan pergi dari ruangan itu. Vanya hanya terdiam disana sambil menangis. ***** Reikhan masuk ke apartementnya dan melihat ruangan yang gelap. Apa Zia belum kembali pikirnya, padahal tadi wanita itu mengatakan ingin pulang lebih awal. Reikhan melihat kamar Zia yang tidak terkunci dan saat Reikhan membukanya tidak ada Zia disana. Reikhan masih terus mencari Zia dan dia melihat pintu balkon yang terbuka. Reikhan melihat Zia tertidur disana, tapi dia mencium bau wangi masakan dari arah pantry. Reikhan melihat tumpukan nasi kotak diatas meja pantry. Dia bertanya-tanya untuk apa nasi kotak yang berkisar 25 kotak itu. Reikhan akhirnya hanya mendekati Zia dan melihat wajah Zia yang tertidur di ayunan rotan miliknya. Ditangan Zia ada sebuah majalah dan Reikhan mengamati majalah yang bercover wanita cantik sedang memegang tas dan memakai kaca mata. Reikhan melihat Zia lalu ganti ke cover majalah itu. Tapi aksi mengamatinya terhenti karena Zia menguap dan membuka matanya. Zia melotot melihat Reikhan. "Apa yang kau lakukan?" Reikhan hanya tertawa dan menggeleng. "Tidak ada, aku hanya ingin menggendongmu kekamar mu tadi." Zia mendelik tak suka, tapi dia ingat rencananya adalah membuat Reikhan menyukainya. Dan dia tersenyum manis, membuat kedua alis Reikhan terangkat bertanya. "Kenapa kau tiba-tiba tersenyum." Tanya nya penuh selidik. "Tidak ada, aku hanya ingin meminta maaf karena mengotorkan dapurmu tadi."  Reikhan mengangguk dan meninggalkan Zia.  "Apa tidak jadi menggendongku?" "Tidak,". Jawab Reikhan sambil berjalan masuk kekamarnya. Zia merengut kesal dan berjalan menuju dapur. Dia memasukan semua nasi kotak itu kedalam plastik besar yang sudah dia beli tadi. Zia masuk kekamarnya dan mengganti pakaiannya. Zia hanya memakai jeans dan t'shirt berwarna biru dongker dipadukan dengan jacket berwarna abu-abu. Selesai mengikat rambutnya dan memakai parfume Zia keluar dari kamar. Dilihatnya Reikhan sedang menonton televisi sambil memakan camilan. "Rei, aku sudah masak tadi. Jadi makanlah, aku akan keluar sebentar." Zia membawa dua kantong plastik besar yang lumayan berat. "Kau mau kemana?"  Tanya Reikhan penasaran melihat Zia yang akan pergi. "Aku akan ke panti asuhan dekat perusahaanmu. Hanya ingin mampir sebentar saja, jangan khawatir aku tidak akan pulang larut malam". "Baiklah aku ikut". Reikhan mengambil kedua kantong plastik itu. "Tenang saja, aku tidak akan mengganggumu." Zia tersenyum kikuk dan pergi bersama Reikhan menuju basement apartement itu.mereka menaiki mobil Reikhan dalam keadaan sama-sama diam. Hingga Reikhan akhirnya membuka suara. "Kenapa kau tiba-tiba ingin ke panti asuhan dekat kantor?" "Ntah la, hanya tadi aku melihat anak kecil yang berjalan kesana. Dari wajahnya aku melihatnya sangat lesu." Reikhan mengangguk mengerti. "Apa kau pernah memberikan sedikit dari hartamu kepada mereka sir?" "Pernah, aku sudah menyuruh bendahara kantor mengurusnya setiap akhir tahun".Zia sedikit lega ternyata Reikhan memiliki jiwa sosial juga. "Tapi apa kau pernah datang dan memberikan langsung bantuanmu itu." Reikhan menjawab dengan santai. "Tidak, kau tahu aku terlalu sibuk bukan". Zia memutar bola matanya kasar. Tak lama mereka sampai dan Zia turun dari mobil bersama Reikhan. Seseorang pria tua yang sedang menyapu teras panti yang tidak terlalu besar itu melihat kedatangan mereka. "Selamat datang, tuan dan nona. Ada yang bisa saya bantu?"  Zia tersenyum ramah. Dan menjabat tangan bapak tua itu. "Halo Pak, saya Ara dan ini teman saya Reikhan. Kami ingin memberikan ini untuk anak-anak disini dan juga bapak dan ibu yang sudah merawat mereka." Bapak tua itu terlihat terkejut dan dia menerima dua bungkusan plastik besar dari Zia dan Reikhan. "Bapak, saya mohon ini diterima ya. Maaf kalau rasanya tidak enak." Ara lalu berpamitan dengan pria tua itu yang sepertinya heran dengan Zia. "Tidak masuk dulu?" Minta bapak itu dan Zia menggeleng. "Tidak usah Pak, kami kebetulan ada acara lagi. Selamat malam pak" Zia dan Reikhan pergi dari sana dan kembali ke apartement. Saat sudah tiba di apartement Reikhan memarkirkan mobilnya di basement lalu dia melihat Zia yang tertidur. Reikhan tersenyum dan dia berinisiatif menggendong Zia saja. Dengan sedikit kesusahan karena dia harus menekan lift dan juga kode pass apartement nya dia masih menggendong Zia hingga sampai dikamar Zia. Reikhan dengan sangat hati-hati membaringkan tubuh Zia. Tapi ternyata Zia membuka matanya. "Ah... Maaf aku ketiduran ya. Ya ampun harusnya kau bangunkan saja tadi". Reikhan melihat wajah lelah dan masih ngantuk Zia. "Tidurlah, aku akan pergi keluar bersama teman-teman ku. Bye.." Zia bersorak ria mendengar Reikhan akan pergi. "Baiklah, selamat malam. Ah.. Aku ngantuk sekali".Zia berpura-pura tidur dan Reikhan hanya tertawa melihat tingkah Zia, lalu dia pergi. Setelah waktu berlalu sepuluh menit Zia bangun dari tidurnya dan mengambil ponsel kecilnya dari lemari. Cepat dia menenlpon Zyan untuk mengirimkan alat penyadap untuk kamar Reikhan. "Hallo.. Kak cepat lah. Aku butuh alat itu sekarang. Ya aku tunggu." Zia berjalan mondar mandir didepan pintu kamar Reikhan. Dia menunggu semua peralatan yang akan dibawakan orang suruhan Zyan. Setelah setengah jam Zia menunggu dengan gelisah akhirnya bel apartement berbunyi. Zia membuka pintu dan mengambil kardus yang dikemas seperti box pizza itu. Zia segera membawa kardus itu menuju kamar Reikhan dan menyalakan lampu. Dengan cepat Zia memasang alat penyadap yang dia letakkan dimeja lampu tidur Reikhan. Semua kabel nya sudah dirapikan Zia dan dia membersihkan semua sisa pekerjaannya. Zia tersentak saat dia mendengar suara pintu terbuka. Jantung zia akan copot saat itu, dia bergegas menyembunyikan box peralatan itu dibawah kolong tempat tidur Reikhan dan dia segera masuk kedalam kamar mandi Reikhan dan menghidupkan shower. Zia membuka semua baju nya dan berpura-pura mandi. Zia mendengar pintu kamar Reikhan terbuka dan dia menutup matanya. Dia belum menyiapkan alasan apa untuk semua hal yang akan ditanyakan Reikhan pastinya. Reikhan berjalan masuk kedalam kamarnya dan dia terkejut saat mendengar suara dari dalam kamar mandinya. Dia berpikir apa Zia yang mandi dikamar mandinya. Tapi kenapa? Bukankah kamar mandi Zia ada dibelakang. Tidak mungkin air disana mati pikir Alvian. Untuk memastikannya dia mendekati pintu kamar mandinya dan membuka pintu itu. Tepat saat pintu terbuka dia melihat Zia sedang memakai handuknya dengan rambut dan tubuh yang basah. "Sorry... Sorry... Aku tidak bermaksud". Reikhan menutup kembali pintu kamarnya dan menunggu Zia sambil duduk ditempat tidurnya. Jantung Reikhan berdetak kencang melihat Zia tadi. Ya tuhan... Seandainya dia lelaki b******k Zia pasti sudah dia mengurung tubuh seksi itu. Dilihat Zia keluar sambil tersenyum merasa bersalah padanya. "Sorry.. Aku gerah tadi dan tidak bisa tidur. Makanya aku mandi. Aku juga takut untuk mandi dikamar mandi belakang sana, jadinya aku mandi disini. Apa kau marah?" Jelas Zia panjang lebar, berharap Reikhan menerima penjelasan dirinya itu. Dilihatnya Reikhan mendekatinya dan pikiran Zia saat ini mengumpat Reikhan. "Dasar pria mesum." itulah isi otak Zia sekarang. "Kau mandi disini, dan memakai handukku?" Zia melihat handuk yang dia lilitkan ditubuhnya. Dia sungguh memalukan saat ini. "Maaf, tadi karena terlalu ingin cepat-cepat mandi dan tidur aku lupa untuk membawa handuk ku sendiri". Reikhan tertawa dan sedikit menjauh dari Zia. Sedangkan zia menghembuskan nafasnya lega. "Kau sangat lucu Zia, jika kau takut mandi dikamar mandi belakang malam-malam begini aku tidak keberatan setiap malam kau mandi dikamar mandiku." Reikhan kembali mendekati Zia yang menatapnya dengan senyuman konyol. "Tapi setelah kau mandi, kau harus tidur juga disini. Denganku...."  Senyum diwajah Zia hilang digantikan raut wajah kesal. "Menyebalkan" Zia berusaha ingin pergi tapi tangannya ditahan Reikhan. Sesuatu menjalar dan menggelitik tubuh Reikhan dan juga Zia saat mereka bersentuhan. "Terimakasih karena kau semalam menciumku." Zia berbalik melihat Reikhan dan dia terkejut pria itu dengan wajah serius bukan karena ingin menggodanya. Zia akhirnya memutuskan pergi dari kamar Reikhan dan masuk kedalam kamarnya. Zia mengunci kamarnya dan berjalan mondar-mandir lagi masih dengan handuk yang dia pakai. Dia berpikir bagaimana jika Reikhan melihat kotak box yang dia letakkan dibawah tempat tidur Reikhan? BERSAMBUNG...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD