Reikhan kesal dengan Zia yang sangat lama memilih apartement yang cocok untuknya. Sudah ditawarkan tinggal di apartementnya tapi wanita ini tidak mau, sekarang dia pusing sendiri memikirkan mencari kemana lagi apartement yang akan dia tempati pikir Reikhan.
"Ara bisakah kita makan malam terlebih dahulu, aku sangat lapar." Zia melihat jam tangannya dan sudah menunjukan pukul enam sore, matilah dia ada janji dengan managernya.
Bukannya menjawab pertanyaan Reikhan Zia malah mengetikkan sesuatu kepada managernya, lalu dia tersenyum kepada Reikhan. "Baiklah ayo kita makan."
Reikhan tidak habis pikir dengan tingkah Zia, dia dibuat kesal, terpesona, dan marah. Tapi semua itu malah membuatnya semakin tertarik kepada Zia.
Reikhan memilih makan di Restoran cepat saji karena Zia juga setuju.
Zia hanya makan sedikit dan minum air mineral, dirinya sudah terbiasa menjaga makanannya agar tubuhnya tetap bagus. Karena sebagai seorang model itu adalah hal yang penting baginya.
"Tubuhmu sudah sangat kurus Ara jadi makanlah yang banyak." Zia menggeleng dan permisi ke Toilet.
Didalam Toilet dia langsung menelpon Angelika dan langsung saja Angelika mengoceh padanya.
"s**t kau Zia, kenapa mendadak minta digantikan. Aku ada kencan kau tau! Ugh..."
"Hehehhehe.. Please An.. Kau kan sahabat ku dan juga malaikatku. Kali ini saja oke."
"Dasar kau ini.. Baiklah... Baiklah... Aku akan menggantikan pekerjaanmu. Bayarannya adalah tas hermes mu yang dibelikan Aston oke."
"Tidak masalah." tapi kemudian Zia tersadar. "what?? Please yang lain, Aston akan marah besar kepadaku kau tahu."
"Baiklah.. baiklah..."
"Terimakasih ouhhhh.... Aku mencintaimu Angelika." Angelika dikamarnya mengumpat dan langsung mematikan sambungan telpon itu. Zia bernafas lega lalu keluar dari toilet.
Zia melihat Reikhan dari belakang dan sedikit kesal harus berakting kembali.
"Kau sudah selesai? Jika sudah aku akan mengantarkanmu pulang?" Zia menggeleng dan tersenyum.
"Aku akan mencari apartement lagi, anda pulang saja sir." Reikhan melihat dengan serius wajah Zia dan dia menarik nafasnya.
"Sudah kukatakan jika memang sangat mendesak kau bisa tinggal di apartement ku. Aku tidak akan macam-macam miss sok cantik." Reikhan sedikit membuat Zia kesal saat ini dan itu sengaja dia lakukan.
"Ohohohoho... Aku memang cantik tuan Reikhan Edward. Aku tentu saja tidak mau tinggal bersamamu karena calon tunanganmu dan juga karyawan dikantor akan menggosipiku simpananmu."
Reikhan tertawa dan menggelengkan kepalanya.
"Terserah, jika kau ingin mencari apartement lagi aku akan ikut." Zia tersenyum dalam hatinya.
"Baiklah-baiklah..aku akan tinggal diapartement mu tapi untuk sementara waktu dan kau harus berjanji tidak boleh ada yang tau kalau aku tinggal bersamamu."
"Oke no problem, aku akan doa kan kau akan mendapatkan apartement sesuai dengan keinginanmu miss. Ara, yang murah dan nyaman." Reikhan tertawa membuat Zia kesal.
"Ayo ku antar pulang,"
"Tidak usah, aku akan pergi kesuatu tempat sebentar. Aku minta alamat apartement mu besok pagi aku akan memindahkan barang-barang ku sir, apa anda keberatan." Reikhan sangat bahagia mendengarnya dan dia langsung tersenyum.
"Aku akan mengirim alamat ku ke nomermu, baiklah aku pulang dulu. Dan satu hal lagi Ara, aku jarang berada di apartementku. Aku lebih sering tinggal di Mansion bersama mommy ku, jadi kau tidak perlu khawatir." Reikhan tersenyum lalu pergi setelah mengacak rambut Zia yang biasa saja, walau senyuman Reikhan membuatnya terpesona
**********
Reikhan terbangun karena ponselnya berbunyi nyaring dan dia dengan malas-malasan mengangkatnya.
"Ehm... Halo.."
"Aku sudah didepan pintu apartement anda sir. Reikhan Edward." Reikhan langsung duduk lalu dengan cepat keluar kamarnya untuk membuka pintu apartementnya.
Pintu terbuka dan Zia menutup wajahnya karena Reikhan hanya menggunakan boxer saat ini.
"Sorry... Sorry... Masuklah, aku akan mandi sebentar." Reikhan masuk kekamar nya lagi dengan cepat dan Zia masuk kedalam apartement itu sambil membawa dua koper besar barang-barangnya.
Zia duduk diruang tamu sambil mengamati Apartement luas milik Reikhan.
Hanya sepuluh menit Reikhan keluar sudah dengan wajah yang segar dan senyuman khasnya.
"Maaf membuatmu menunggu lama."
"It's oke sir, lagi pula kita tidak sedang berkencan. Kau tidak perlu mengatakan itu." zia tertawa begitu juga Reikhan.
"Ayo aku tunjukan kamarmu." Zia bergerak mengikuti Reikhan yang membawakan kedua koper miliknya, kamar Zia berada didekat ruangan home theater milik Reikhan. Zia menyukai kamar itu tapi dia teringat dimana kamar mandinya.
"Apa kamar mandinya berada diluar kamar ini.?" Reikhan mengangguk menunjukan toilet didekat dapur nya. Lalu Zia menutup pintu kamarnya membuat Reikhan terkejut, tak lama pintu itu terbuka memperlihatkan seorang gadis cantik yang sedang mengikat rambutnya dengan balutan tank top putih dan celana pendek berwarna cream.
Zia sudah siap ingin membersihkan kamarnya, dia mencari-cari dimana sapu tapi tidak ketemu.
Akhirnya dia bertanya kepada Reikhan yang sedang melihatinya sedari tadi.
"Susst.... Terpesona denganku hmm??" Reikhan terkejut dan salah tingkah.
"Sapu dimana? Aku sudah mencari tapi tidak ada."
"Ha... Eh... Itu sapu ada dibalkon belakang mungkin." Zia sedikit mengernyit tak suka dengan jawaban Reikhan. Dapat terlihat pasti Reikhan tidak pernah bersih-bersih apartementnya sebelumnya.
Zia berjalan kearah pintu balkon dan matanya takjub dengan pemandangan balkon belakang milik Reikhan. Bukannya dia tidak pernah melihat balkon belakang apartement, dia juga memilikinya hanya saja balkon ini terasa lebih menarik dari miliknya.
Dibalkon itu ada kolam renang dan gazebo kecil berwarna putih.Ada beberapa alat alat gym, yang pastinya milik situan rumah ini.
"Kau suka?" tanya Reikhan dari belakangnya, Reikhan menikmati senyuman Zia saat melihat balkon belakang apartementnya.
"Ya... Aku sangat suka." tapi Zia langsung tersadar. "Memangnya kita pengantin baru, buat apa kau bertanya seperti itu padaku sir."
Reikhan tertawa dan melihat Zia yang mengambil sapu sambil berdecak.
Reikhan hanya melihati Zia yang membereskan kamar nya didepan pintu. Keringat Zia membuat kesan wanita itu semakin seksi dimata Reikhan.
Terkadang Reikhan membantu mengangkat perabotan yang berat atau membantu hak yang tidak bisa Zia kerjakan sendiri. Alhasil kamar apartement itupun sangat berubah dari sebelumnya. Zia tertawa puas dan tawanya semakin kencang saat mendengar suara perut Reikhan yang berbunyi.
Hari memang sudah siang saat ini, dan mereka berdua belum makan apa pun sedari tadi.
"Ehm... Ara apakah kau keberatan jika aku memesan makanan?"
"Tentu tidak, aku juga lapar. Pesan saja, aku akan mandi sebentar." Zia keluar sambil memegang handuk dan alat mandinya. Dia melewati Reikhan yang sedang serius memesan delivery order untuk mereka.
Saat Zia selesai mandi dia melihat Reikhan yang sedang membuka pintu dan mengambil makanan.
Zia buru-buru masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu untuk memakai pakaiannya. Dia memilih menggunakan kaos polos berwarna pink pich dan celana pendek berwarna hitam. Kaos itu membentuk tubuhnya yang sempurna dan dia bahagia melihat dirinya sudah terlihat menawan saat ini, rambutnya yang basah masih dia lilitkan handuk dan dia keluar dari kamar menghampiri Reikhan yang menata makanan mereka dimeja makan.
"Ayo makan, aku hanya memesan steak dan juga pizza." Reikhan tersenyum dan beralih kelemari es mengambil jus jeruk yang selalu ada.
Mereka makan sambil sesekali menceritakan hal konyol yang membuat mereka tertawa. Setelah selesai Zia mengangkat piring kotor dan sisa makanan mereka untuk dibersihkan. Reikhan sibuk dengan ponselnya dan terlihat serius.
Jiwa ingin tahu Zia keluar dan dia berjalan memutari Reikhan sambil sedikit mengintip apa yang diketik Reikhan.
Usahanya percuma karena dia tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan Reikhan.
Zia mencuci piring bekas mereka makan dan saat selesai dia terkejut karena Reikhan ada dibelakangnya.
"Is... Kenapa mengejutkanku" sungut Zia. Reikhan hanya tertawa dan mendekati Zia. Mereka saling bertatapan dan tatapan itu semakin dalam. Reikhan menyentuh pipi Zia membuat pipi Zia memanas.
Saat Reikhan ingin mencium bibir Zia tiba-tiba bel apartmentnya berbunyi.
Reikhan salah tingkah dan langsung melihat siapa yang datang ke apartement nya.
Zia sendiri merasakan kakinya lemas, dia buru-buru masuk kekamarnya dan mengunci pintu kamar.
Reikhan melihat dari lubang kecil pintu apartmentnya kalau Nowel sedang berdiri sambil terus memencet bel.
Bisa kacau jika Nowel tahu Zia tinggal bersamanya. Reikhan memilih tidak membuka pintu agar kakaknya itu mengira kalau dirinya tidak ada didalam.
Dan tak lama bel itupun berhenti berbunyi juga Nowel sudah pergi dari sana. Reikhan menarik nafas lega dan berjalan kembali kemeja makan.
Zia sudah tidak ada disana, dia tersenyum kepada dirinya sendiri.
Dia mengetikkan pesan untuk Zia.
Keluarlah, aku ingin membeli beberapa buah untuk isi kulkas. Apa kau mau ikut??
Tak lama Zia keluar sudah siap dengan kemeja denim dan celana jeans yang berwarna senada.
"Kau cepat sekali sudah siap-siap."
"Aku memang ingin keluar sebentar tadi, ingin membeli sesuatu. Jadi sekalian saja jika kau tidak keberatan."
"Tentu tidak, baiklah aku akan berganti pakaian sebentar." Zia menunggu Reikhan diruang tamu sambil dia memakai sepatu boats nya.
Reikhan keluar dan membuat Zia terpesona. Reikhan memakai kemeja hitam dengan kaos putih sebagai dalamannya dan yang membuat Zia suka adalah Reikhan tidak memakai kaca mata nya.
"Ayo..." Zia berdiri dan ikut pergi bersama Reikhan.
Mereka singgah di super market membeli buah-buahan seperti yang dikatakan Reikhan dan Zia menambahnya dengan roti, sosis, telur, sayur, dan selai. Semuanya Reikhan yang membayar meski Zia bersikeras ingin membayar belanjaannya sendiri tapi Reikhan tetap keras kepala dan memaksa.
Saat akan pulang ke apartement Reikhan mendapatkan pesan dari sahabatnya dan dia ingin pergi kesebuah club dimana sahabatnya sudah menunggu.
"Apa kau keberatan jika kita ke club sebentar, ada yang harus kulihat." Setelah berpikir sebentar, dan Zia menjawab "Baiklah..".
Reikhan membuka pintu mobil untuk Zia dan mereka turun bersama.
Reikhan mencari-cari dimana keberadaan kedua sahabatnya itu dan dia menemukan mereka. Adam dan Evan sedang duduk bersama tiga wanita yang minum bersama mereka.
Reikhan menyapa teman-temannya itu dan mengenalkan Zia sebagai temannya.
Evan melihati Zia dari atas hingga bawah begitu juga Adam.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya nona?" tanya Evan.
"Ah... Aku tahu dia sekertaris mu bukan?" Adam yang menjawab pertanyaan Evan dan mereka menggoda Reikhan. Zia hanya tersenyum sedikit dan memilih melihat keramaian didepannya.
"Apa yang ingin kau tunjukan padaku." tanya reikhan mengingat pesan yang diketikkan Evan untuknya tadi.
"Ah... Itu, aku hampir lupa. Aku melihat Vanya dan seorang pria masuk kedalam club ini tadi. Mereka terlihat sangat mesra, Adam bahkan melihat berciuman saat dilantai dansa." Reikhan merasa dicurangi oleh Vanya dan dia sangat ingin melihat langsung hal yang dikatakan Evan itu.
"Rei... Rei... Bukankah itu."
Zia menunjukkan kedepan lantai dansa dimana Vanya dan seorang pria sedang berdansa dengan sangat liar. Pria itu bahkan sekarang sedang mencium bibir Vanya. Vanya memeluk pria itu dan tertawa. Reikhan menggeram dan langsung bangkit dari duduknya, Zia mengejarnya dan ingin menahan Reikhan tapi terlambat. Reikhan sudah memukul wajah pria yang sedang bersama Vanya.
Vanya berteriak dan dia terkejut melihat Reikhan disana.
"Rei.. Ini, ini tidak seperti yang kau pikirkan."Reikhan menatap penuh amarah kearah Vanya.
"b***h, kau tahu apa yang kupikirkan ha?" Vanya lalu menatap Reikhan dengan penuh penyesalan.
"Kau menolakku waktu itu, dan kau tahu apa yang aku rasakan. Kau tidak tahu Rei. Karena wanita ini sudah membuatmu tidak memperdulikanku." Vanya menunjuk wajah Zia.
"Jangan menyalahkannya, aku ingin bertanya kepadamu. Apa dirimu serendah ini Vanya?." Vanya memegang tangan Reikhan dan mereka semua disana menjadi bahan tontonan.
Reikhan menghempaskan tangan Vanya dan tersenyum datar.
"Tidak udah menjawabnya Vanya. Simpan jawaban itu untuk dirimu sendiri. Aku ingin mengatakan hubungan kita berakhir, walau aku memang ingin mengatakannya menanti saat yang tepat. Kurasa inilah waktu yang tepat itu."
Reikhan menarik tangan Zia dan meninggalkan Vanya bersama pria nya disana. Zia berhenti saat Vanya bersuara.
"Karena b***h ini kau seperti ini kan. Harusnya kau tidak menyalahkanku, kau lah yang membuatku seperti ini."
Zia mengambil gelas berisi minuman di meja dekat dia berdiri dan menyiram wajah Vanya membuat Adam dan Evan tertawa.
"Maaf seharusnya kau berkaca saat mengatakan aku apa tadi??? b***h!!!". Zia menyindir Vanya dan didepan Vanya dan semua orang disana Zia mencium bibir Reikhan. Lumayan lama sampai Adam dan juga Evan menutup lalu membuka mata mereka kembali.
Zia setelahnya tersenyum dan melihat kearah Vanya lagi.
"Aku melakukan apa yang kau minta nona Vanya. Ehm... But like you". Zia menarik tangan Reikhan pergi dari sana. Reikhan melihat Zia didepannya dan terus berjalan tidak tahu kemana Zia membawanya. Ciuman yang diberikan Zia tadi seperti sesuatu yang dia cari selama ini. Bagai sesuatu yang sangat dia nantikan.
Mungkinkah dia benar-benar menginginkan Zia sebagai wanita yang akan dia jadikan wanita terakhirnya??
Bersambung.....