6. Encounter part 2

1314 Words
Case 6  Sebelum ledakan bom terjadi... Tim penjinak bomb dengan rompi pengaman dan APD lengkap bergerak cepat dalam kelompok kecil, bersikap hati-hati, waspada dan penuh ketelitian. Hal pertama yang mereka lakukan begitu tiba di tempat kejadian perkara adalah mensterilkan lokasi dan mengamankan keberadaan bomb. Kemudian koper-koper berisi  detektor, peralatan canggih penjinak bomb dan sebagainya mulai dibuka satu persatu. Seorang di antara mereka mendekati bomb, menganalisis, memperhitungkan apakah bomb bisa dikendalikan. Sementara yang lain bersiap siaga di posisi masing-masing. Koordinasi dan kerjasama sangat penting dalam pekerjaan ini. Namun yang terpenting dan utama dari segalanya adalah  tetap keselamatan bersama. Setelah hasil pengamatan cermat kesimpulan yang didapat adalah, “Timer yang terpasang pada badan bomb tidak bisa dihentikan.” Semua orang terdiam, suasana tegang tidak dapat dihindari. Namun kapten harus tetap tenang agar bisa mengambil keputusan dengan pikiran jernih. “K-Kalau begitu?” Tanya rekan lainnya. Salah dalam pengambilan keputusan bisa berakibat fatal. Tapi penilaian dari pengalaman, prosedur yang sesuai dan perhitungan matang bergantung pada kondisi lapangan. Karena setiap menjalankan dan menyelesaikan operasi memiliki kendala dan tantangan sendiri, berbeda pada setiap kasus yang terjadi. Oleh sebab itu peran dan tanggung jawab kapten sangatlah berat. Kapten berpikir sangat serius, sebelum berkata. “Sebaiknya segera lakukan evakuasi penumpang kapal, kita punya waktu selama 5 menit.” Waktu yang tersisa lebih baik dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa dari pada membuang waktu menghadapi bomb ini. Itu keputusan bijak yang diambil kapten tim penjinak bomb. “Baik!” Beberapa orang bergerak pergi menjalankan sesuai perintah. “Kita juga harus lekas menarik diri dari sini!” Intruksi kapten pada rekan tim tersisa agar bergegas. Unit penjinak bom pesimis bisa menangani sebelum batas waktu yang mereka miliki habis sehingga mengambil keputusan untuk mundur dengan bijak. Dan fokus dalam melakukan evakuasi penumpang kapal akan lebih efektif. Evakuasi perlu dilakukan karena lokasi bomb sengaja dipasang berdekatan dengan tempat penyimpanan minyak di bagian DB kapal. Dari perkiraan daya ledakan yang bisa ditimbulkan oleh bomb itu, cukup mampu untuk menghancurkan sebagian badan kapal hingga kemungkinan kapal akan karam sangat besar terjadi. Memang itulah yang menjadi tujuan awal komplotan teror, untuk menenggelamkan kapal entah demi alasan apa. Seluruh anggota bergerak keberbagai tempat memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal untuk dievakuasi. Menyisir area dari lantai terbawah hingga ke deck utama kapal. Bila bertemu dengan komplotan lawan mereka harus siap melawan dengan persenjataan yang ada. Tantangan terbesar dalam operasi ini adalah pemanfaatan waktu yang amat terbatas sebelum kapal sepenuhnya karam setelah ledakan bomb yang gagal dijinakkan terjadi nanti. Dari arah depan terdengar langkah kaki, seseorang mendekat. Personil yang berada paling depan memberi tanda menahan diri dengan kepalan satu tangan terangkat, anggota yang berada di belakangnya berhenti pada posisi masing-masing. Memasang sikap waspada, posisi senjata terangkat siaga. Begitu juga dengan seorang yang datang dari arah berlawanan, bersiap dengan moncong senjata terarah menyasar target. Ketika kedua pihak saling mengenali sosok satu sama lain dari kubu yang sama, sikap waspada siaga senjata langsung menghilang. “Kapten Ri! Kami menerima intruksi untuk mengevakuasi penumpang kapal.” Kata personil bantuan berada paling depan ketika bertemu dengan Chung Ryeol, seraya mengangkat satu tangan memberi hormat. Begitu juga dengan personil lain serentak menurunkan senjata dan berganti sikap hormat. “Lakukan sesuai perintah, tidak perlu hiraukan aku.” Pinta Chung Ryeol, sejak awal misinya adalah tugas perorangan jadi Chung Ryeol tidak bisa meminta regu bantuan untuk mencari salinan dokumen atau pun menangkap saksi mata yang masih buron. Mereka masing-masing punya tugas dan prioritas sendiri. “Siap!” Lalu mereka kembali bergerak secara terpisah. Regu bantuan menuju deck utama kapal di mana komplotan teror yang tersisa berada juga bersama penumpang kapal. Di sisi lain bagian dalam kapal, setelah Chung Ryeol cukup jauh berjalan. Ia menyadari sesuatu terasa janggal di sekitar area kursi penumpang. Chung Ryeol bisa merasakan kehadiran orang lain dari intuisi yang telah terasah selama hitungan tahun dan ratusan misi sulit yang dilaluinya sebagai perwira pasukan khusus. Chung Ryeol mempertajam instingnya waspada penuh dengan sikap siaga. Memperluas jangkauan mata, mempertajam pendengaran, membaca pergerakan sekecil apa pun yang terjadi. Ini permasalahan timing, apakah dia harus menyerang lebih dulu ataukah bertahan saat serangan datang kepadanya. Perhitungan lain adalah Chung Ryeol tidak tahu berapa orang jumlah musuh yang ada, menyembunyikan keberadaan diri mereka di tempat itu. Perkiraan mereka akan saling menyerang dengan agresif begitu menampakkan keberadaan diri masing-masing rupanya keliru. Sesosok pria misterius dengan kaca mata hitam dan setelan maskulin jubah panjang nuansa hitam menampakkan diri perlahan ke hadapan Chung Ryeol, hanya seorang diri. Pria itu telah mengamati pergerakan Chung Ryeol sejak berada di anjungan kapal, ketika Chung Ryeol mengejar pembelot Korut atau rekan bisnisnya . Dan ia merasa yakin Chung Ryeol bergerak seorang diri seperti dirinya, karena itu pria misterius menghadapinya langsung seorang diri juga. “Kau yang memegang dokumen itu? Siapa kau? Intel Korea Utara? Tentara bayaran?” Tanya pria itu tidak merasa senang karena Chung Ryeol  membuat transaksi bisnisnya gagal total. Saat menjalankan misi rahasia sudah menjadi prosedur pasukan khusus untuk menyembunyikan identitas, begitu juga wajah mereka. Chung Ryeol menutup sebagian besar wajahnya dari hidung hingga ke leher dengan sehelai kain hitam. Dahi dan rambut juga tertutup rapat oleh topi. Hanya tinggal bagian mata tersisa telanjang bulat tanpa apa pun.  Ini tampilan kamuflasenya ketika berhadapan langsung dengan lawan tak dikenal. Sementara saat  bertarung melawan pembelot dan terpergok oleh Chihaya, wajah asli Chung Ryeol terpampang jelas tanpa perlindungan. Karena itu Chihaya harus dilenyapkan sebab telah mengenali wajahnya. Ketika pria itu bicara jelas sudah bahwa dia memang pihak yang melakukan transaksi dengan pembelot Korut. Meski bukan benda yang dipertanyakan tapi Chung Ryeol saat ini memegang dokumen yang diinginkan lawannya. “Dan kau otak yang membuat keributan di kapal ini?” Tanya balik Chung Ryeol. Pria misterius berdecak tak sabar. “Cepat! Serahkan dokumen itu!!” “Apa kau di sini untuk bertukar sapa? Kita tidak cukup dekat untuk melakukan itu!” Gurau Chung Ryeol memprovokasi. Apa pria itu pikir bila ia meminta lantas Chung Ryeol akan memberikan dengan senang hati benda yang sangat diinginkannya itu. “Jangan bermain-main denganku! Untuk mendapatkan dokumen itu aku sudah mengeluarkan jumlah uang yang tidak sedikit!! Bahkan tidak sebanding bila ditukar dengan nyawamu!” Sama arti dari ucapannya itu adalah nyawa Chung Ryeol sama sekali tidak berharga. Chung Ryeol  mendengus. “Begitukah? Bisa kau buktikan ucapanmu itu?” Tantangnya. Lalu kemudian yang terjadi selanjutnya adu tembak di antara keduanya dimulai. Chung Ryeol  bergerak secepat kilat menghindari proyektil yang mengarah kepadanya dari tembakan senjata lawan. Sementara Chung Ryeol  meski juga dilengkapi dengan senjata api, ia memiliki strategi sendiri jika berhadapan dengan musuh satu lawan satu. Prinsipnya adalah siapa yang memiliki amunisi hingga detik terakhir adalah pemenang dalam setiap pertarungan. Lagi pula berbeda dengan lawan yang bebas menggunakan proyektil berapa pun jumlahnya. Pada kasus Chung Ryeol sebagai aparat sipil setiap peluru yang ditembakkan menjadi pertanggungjawaban dalam laporan misinya nanti, karena itu penggunaan senjata api bukan hal sembarang. Intuisi Chung Ryeol tidaklah salah saat merasakan keberadaan orang di sana tidak hanya satu orang atau lawan yang ada di hadapannya. Di ruangan gelap dan sempit Chihaya mati-matian tetap bersembunyi pada tempatnya saat kedua petarung itu saling baku hatam dengan beringas, brutal pada satu sama lain. Entah bagaimana caranya ia keluar dari situasi terjepit itu. Saat dalam perjalanan hendak mendatangi regu penyelamat ia malah terjebak dari kedua arah, satu sisi Chung Ryeol dan sisi lain pria misterius. Mengapa pula mereka harus saling bertemu dan berhadapan di mana Chihaya berada, seolah terikat dengan nasib buruk di mana takdir mempermainkannya. Suara tembakan, benturan dan barang-barang berjatuhan terdengar tanpa jeda. Saat ini Chihaya terlalu takut untuk bergerak, debaran jantungnya berpacu keras. Sangat keras sampai rasanya bisa ia dengar di kedua gendang telinga sendiri. Napas terengah bukan karena pasokan udara yang kurang, tapi atmosfir ketegangan, rasa gugup yang mencekat. Kedua tangannya bergetar hebat seraya menutup bagian mulut dengan sangat rapat. Satu hal Chihaya ketahui pasti. Pihak mana pun yang menang pada pertarungan ini, Chihaya tidak akan selamat bila tertangkap oleh seorang di antara mereka. ***unsolved
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD