10. Pencarian

1333 Words
Case 10  Pria yang membuntuti Keita harus memikirkan cara untuk menculik seorang dalam kerumunan ramai, agar tidak mencolok perhatian ia melakukan pendekatan dengan tipu muslihat. Keita terpedaya saat diberitahu bahwa pria itu melihat keberadaan kakak yang Keita cari. Segala hal ciri-ciri Chihaya mulai dari perawakan, karater wajah, penampilan dan busana sesuai dengan apa yang ada melekat pada kakaknya, gadis Asia berambut lurus hitam panjang. Tentu Keita ingat dengan jelas bagaimana penampilan Chihaya, hingga ia teryakinkan dengan kesaksian pria asing yang mendekatinya itu. Padahal informasi itu didapat berdasarkan tangkapan gambar yang pria itu lihat berapa jam lalu. “Betul anda melihat kakak saya?” Keita dengan polosnya mengikuti pria itu tanpa tahu digiring ke area sepi. “Iya. Kondisi kakak kamu kelelahan total dan sedang mendapat perawatan petugas saat ini.” Jawab pria asing itu sambil memandu Keita berjalan di depan. Keita bersikap patuh mengikutinya apalagi setelah mendengar kondisi kakaknya tidak berdaya, langkah kaki Keita semakin bergegas. Keita pikir hal itu mungkin saja benar terjadi, alasan Chihaya tidak mencari keberadaan Keita atau pun tidak terlihat di posko evakuasi di antara penumpang kapal lain. Ketika Keita lengah, terlarut dalam kecemasan pada keadaan kakaknya. Ia disergap dengan cepat oleh pria yang ia percaya di depannya, cukup satu pukulan akurat Keita terjatuh hingga tidak sadarkan diri. Lalu selanjutnya Keita diangkut ke dalam mobil sedan hitam yang telah menunggu ke suatu tempat sesuai perintah. Di tempat itu Rei sudah lebih dulu tiba, bersama beberapa orang yang siaga di sisinya. Keadaan Keita ketika tiba di sana telah sadarkan diri namun kedua tangan dan badan kondisi terikat, juga menggunakan penutup mata serta mulut yang dibungkam dengan lakban. Tubuhnya bergetar ketakutan, tidak pernah terbayang situasi akan berubah seperti ini. Keita hanya bisa mendengar percakapan orang-orang di sekitarnya, membedakan mereka dari suara. Meski sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Satu hal yang jelas, semua ucapan yang didengarnya tentang Chihaya dari mulut pria yang ia ikuti adalah kebohongan semata. “Berikan padaku tas itu!” Perintah Rei meminta tas milik Keita yang berisi benda pribadinya. Dan saat digeledah, isi tas dikeluarkan semua di atas meja, Rei menemukan apa yang ia cari. Paspor Keita, cukup hanya dengan itu Rei bisa mendapatkan banyak hal untuk mencari informasi wanita yang membawa benda pentingnya alias kakak Keita, Chihaya. Rei langsung bergerak ke depan set komputer canggih dalam ruangan itu, sepenuhnya fokus pada layar dengan jemari bergerak lincah di atas papan keyboard. Bila Rei fokus bekerja, semua orang yang berada di dekatnya mengerti harus tetap tenang diam, tidak mengganggu atau memecah konsentrasi sampai mendapat aba-aba atau arahan. Dan tidak butuh waktu lama untuk Rei menggali informasi dari database kependudukan, atau database tingkatan yang lebih sulit dengan keamanan tinggi sekali pun Rei bisa menembusnya. Satu persatu layar komputer menampilkan lembar dokumen berbagai informasi pribadi terkait Chihaya. Setelah lebih dulu Rei menggali identitas Keita dengan data di paspor, maka tidaklah sulit bagi Rei mencari hubungan Keita dan Chihaya. “Mahasiswi? Warga negara Jepang? Haha!!” Tawa terbahak Rei mengandung amarah begitu tahu identitas asli Chihaya yang hanya seorang pelajar miskin, lebih lagi berkewarganegaraan Jepang. Tak habis pikir dunia ini sangat sempit. Orang yang telah menghalangi jalannya adalah warga sebangsanya sendiri. Chihaya, 21 tahun. Seorang mahasiswi pasca sarjana yang tengah menempuh pendidikan di Tiongkok. Memiliki otak cerdas, selama masa sekolah menjadi siswa akselerasi dan selalu mendapat beasiswa. Di umurnya yang masih terbilang muda dari teman-teman sebaya, Chihaya menyelesaikan pendidikan dengan segudang prestasi. Sudah cukup lama menetap di luar negeri sejak meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi, membuatnya hidup terpisah jauh dari keluarga. Anggota keluarga yang tersisa hanya tinggal seorang nenek yang menetap di Jepang bersama adik laki-lakinya, Keita. Semakin banyak informasi yang Rei baca hanya membuatnya semakin kesal. Karena ulah seorang bocah pelajar yatim piatu, Rei harus menghadapi semua kesulitan ini. “Untuk apa kalian masih biarkan dia di sini!” Hardiknya kesal pada bawahan yang asik berdiri menonton Rei sibuk bekerja sendiri. “Cepat masukkan dalam kamar tertutup dan kunci rapat, jangan biarkan siapa pun masuk sebelum aku perintahkan!!” Kata Rei dengan amarah meluap. Pekerjaannya belum berakhir malah baru saja dimulai, Rei masih harus mencari jejak di mana Chihaya saat ini berada. Sekarang hanya tinggal Rei seorang diri di ruangan itu. Dengan set komputer teknologi canggihnya, Rei menghubungi satu nama lewat panggilan video. “Sambungkan aku.” Pinta Rei pada seorang yang muncul di layar saat panggilan tersambung. Rei harus melaporkan status terkini meski tahu hanya akan kena marah dan makian. Rei tetap melakukannya, tidak ada jalan untuk menghindar karena ia sudah menunda itu sejak siang tadi. Ini berkaitan tentang pekerjaan dan tanggung jawabnya pada organisasi. Setelah menunggu, muncul kembali pada layar komputer seorang pria paruh baya berkarakter wajah klimis tapi terpancar aura kekayaan melimpah dari kesan dirinya. Rei bersikap sangat sopan dan patuh di depan pria itu, bahkan tidak sanggup untuk bertatap langsung. Satu alasan karena misinya gagal total dan takut membuat pria dihadapannya kecewa. “Rei... Aku sudah mendengar dari Ken. Katakan sejujurnya, apa kamu menemui kesulitan sampai baru sekarang menghubungiku?” Pinta pria itu dengan nada suara santai yang biasa. “Maafkan aku...” Rei tidak membela diri juga tidak ingin membuang usaha sia-sia membuat alasan. “Berapa lama lagi waktu yang kau butuhkan? Atau haruskah aku kirim orang-orang Ken juga ke sana untuk membantumu?” “Tidak!” Tolak Rei cepat. “Hmm.” Pria tua itu berpikir mempertimbangkan. “Dua hari, bila tidak dapat apa pun kau harus kembali. Ini keputusan akhirku.” Sambungan video langsung terputus secara sepihak. Kalimat itu sudah bagai vonis hukuman mati di telinga Rei. Dua hari batas waktu Rei untuk mencari keberadaan Chihaya, mendapatkan kembali benda yang menjadi penentu nasib Rei pada jabatan dan posisinya di organisasi. *** Para penumpang kapal bersama Chihaya dibawa cukup jauh dari pesisir pantai, semakin ke dalam arah hutan dan wilayah pegunungan yang juga jauh dari pemukiman penduduk sekitar. Mereka diangkut menggunakan mobil jib dalam keadaan tangan terikat dan senjata petugas yang selalu siaga. Sampai pada ke sebuah bangunan besar tampak suram berpagar kawat duri dan dinding beton baru mesin mobil itu berhenti. Serupa bangunan penjara tua dan entah mengapa mereka dibawa ke tempat itu. Sekali lagi mereka mendapat perlakuan sama seperti tawanan saat di atas kapal beberapa waktu lalu. Saat ini yang menjadi kecemasan utama Chihaya adalah keberadaan benda disaku pakaiannya. Jika di dalam mereka dilucuti pakaian atau dilakukan penggeledahan seluruh tubuh, maka benda itu akan ditemukan petugas dan Chihaya akan langsung menemui ajal. Chihaya harus menemukan cara untuk menyingkirkan benda itu tanpa diketahui tentara penjaga. “Tapi apa?” Chihaya berpikir keras mencari jalan keluar. Satu-satunya ide yang terpikir adalah membuang benda itu secara diam-diam. Entahlah apa keputusannya itu tepat, mengingat sepertinya kehadiran benda itu teramat penting hingga menciptakan sebuah tragedi. Yang pasti saat ini arti benda itu tidak membawa keuntungan bagi Chihaya di situasinya sekarang. Namun Chihaya harus menemukan cela dan kesempatan untuk bisa melakukan itu. Tepat pada saat itu, wanita paruh baya turun dari kendaraan jib terjatuh payah karena usia juga fisik yang tak lagi sesehat dan gagah seperti lainnya. Chihaya adalah urutan orang terakhir yang turun, sementara yang lain sudah lebih dulu darinya. Di saat wanita tua terjatuh Chihaya sudah bersiap untuk turun tapi berkat insiden itu penjaga lengah dan perhatiannya pada tawanan lain berkurang. Saat itulah Chihaya mengambil kesempatan untuk mengeluarkan benda yang berada di sakunya, dan dengan cepat ia sembunyikan di dalam jib. Sementara di luar terjadi keributan lain, seorang tawanan pria nekad berusaha melarikan diri meski dalam hati kecilnya pasti tahu bahwa usaha itu sia-sia belaka. “Hei! Kau. Kembali!” Dua orang penjaga mengejar pria itu berusaha menangkapnya kembali. Tapi lagi-lagi berkat itu Chihaya memiliki lebih banyak waktu untuk menyembunyikan benda berbahaya dengan seksama dan teliti. Chihaya membuka kotak dan mengeluarkan isinya, entahlah ia bertindak dengan separuh kesadaran karena panik. Tidak begitu yakin apa yang tengah ia lakukan, hanya ngikuti naluri bertahan hidup. Lalu terdengar suara tembakan. “DOOR!” Pria yang mencoba melarikan diri tersungkur di tanah. Pria itu adalah warga negara asing berwajah Eropa dengan mata berwarna biru dan rambut pirang. ***unsolved
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD