Bab 15

1301 Words
Setelah semalam Daren memberi perintah pada Mike, ia langsung buru-buru bersiap diri. Pria Cyrill itu pun memesan sebuah gaun, semalam. Sedangkan Mike mulai menjalankan semua perintah yang diberikan oleh Daren tanpa membantah sedikit pun. Hari ini, Daren tak pergi ke kantor. Dia memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya dari rumah. Karena kebetulan sekali, ia sedang free. Tidak ada meeting sama sekali. Ia bebas hari ini. Sebenarnya, baru pertama kali ini Daren bekerja dari rumah. Daren juga tidak tau kenapa bisa dirinya sedikit lebih santai dalam bekerja akhir-akhir ini. Tidak semenegangkan seperti dulu. Walaupun tetap saja masih kaku, dingin pada semua karyawannya tak terkecuali. Sembari mengecek berkas-berkas pekerjaannya, Daren mencoba untuk mencari kontak Hazel dan mengiriminya sebuah pesan singkat. Cukup lama ia menunggu balasan dari Hazel. Hingga akhirnya senyuman Daren mengembang detik itu juga, saat membaca balasan dari puan itu. "Haruskah aku ke sana dan langsung menerkam dirimu, sayang?" Daren bermonolog. Lalu sebuah ketukan terdengar dari luar. Detik berikutnya, pintu kamarnya terbuka menampilkan seorang pria perawakan tinggi menjulang, yaitu Mike. "Maaf menganggu waktu Anda, Tuan. Tapi saya ingin menginformasikan, bahwa di luar ada Nona Iris." Daren tampak menghela napas. Ia benar-benar tidak mengerti, mengapa Iris terus menerus datang padanya. "Bilang padanya untuk pulang. Suruh dia pergi," "Tapi Tuan, Nona Iris—" "Mike, sudah berapa kali kau suka membantah perkataanku?" sela Daren dengan nada bicara yang mulai naik. Daren benar-benar tak suka jika ucapannya dibantah begini. "Maafkan saya, Tuan Daren. Bukan maksud saya ingin membantah ucapan Anda. Tapi keadaan Nona Iris sangat..." Mike kembali menggantung ucapannya. Yang mana hal itu membuat Daren semakin kesal saja. Benci sekali ia jika mendengar ucapan yang sengaja digantung begini. "Katakan yang jelas, sialan!” "Keadaan Nona Iris benar-benar sangat kacau, Tuan. Dia datang dalam keadaan, maaf, berantakan." Mendengar ucapan Mike membuat Daren langsung berdiri dan keluar dari kamarnya seketika. Dia penasaran dan juga khawatir dengan keadaan Iris. Bagaimana pun juga, Iris termasuk orang yang Daren sayangi. Sebagai teman dan sahabat tentunya. Kedua kakinya melangkah begitu lebar dan cepat. Hingga saat sampai ke ruang tamu mata Daren memanas menahan geram. Bagaimana bisa gadis itu datang dengan keadaan seperti itu?! Sekujur tubuhnya penuh lebam. Sudut bibirnya sedikit robek dan masih terdapat sisa darah di sana. Lalu rambutnya yang selalu rapi terlihat begitu berantakan saat ini. Daren mendekat, membalikkan tubuh Iris agar menghadapnya. Kedua pergelangan tangan puan itu terdapat luka, dan Daren tau itu karena apa. Pasti akibat dari tekanan borgol. Daren masih mencoba mencerna dulu apa yang sedang terjadi, lalu detik berikutnya dia menemukan bekas merah melingkari leher Iris. Juga terdapat beberapa kissm4rk di sana. "Katakan, siapa yang melakukannya?" tanya Daren dengan nada datar. Tapi Iris diam tak menjawab. "Katakan Iris, siapa yang melakukan ini padamu?!" kembali Daren bertanya namun kali ini dengan nada bicara yang lebih tinggi. Daren geram sekali karena Iris hanya diam membisu. Giginya bergemelatuk menahan emosi. Rasanya ia ingin mengumpati Iris dengan kalimat-kalimat kotornya. Tapi sayang, semuanya tertahan di tenggorokan. Lalu ketika Mike datang membawa kotak P3K, dengan segera Daren mengobati luka-luka yang Iris dapatkan. Si gadis Ovilette memandangi wajah Daren yang serius dalam membersihkan dan mengobati luka-lukanya itu. Dia tersenyum miris. Senyuman itu pun tak luput dari pandangan Mike, sebuah senyuman miris penuh kepiluan. "Kau masih tidak mau memberitahuku?" tanya Daren sekali lagi. Raut wajahnya tetap saja terlihat datar. "Jika kau tetap tidak ingin membuka mulutmu, pergi sana! Pulang ke rumahmu sendiri. Jangan datang kemari hanya untuk dikasihani." lanjut pria itu membentak. Bukannya Daren tak peduli, tapi dia sangat peduli sampai-sampai dirinya begitu marah. Apalagi Iris tak mau diajak untuk bekerjasama, tidak mau menjawab juga. Daren bukan cenayang yang bisa tau siapa yang melakukan semua itu pada Iris. Gadis itu masih saja diam membisu. Tak menjawab apapun, dan terus menunduk. Keadaannya benar-benar memilukan. Daren tak sampai hati melihatnya yang begini. Lebih baik dirinya menanggapi Iris yang angkuh, sombong, dan suka berteriak. Daripada harus berhadapan dengan Iris dalam keadaan seperti itu. Mike menatap miris keadaan Iris yang sekarang. Dia merasa jika gadis itu pasti masih terguncang hatinya. Bahkan bekas air matanya masih terlihat. Keadaannya benar-benar tak layak untuk dipandang. Daren benar-benar sudah kehabisan akal. Dia mencoba mengguncang tubuh Iris dan sang empu hanya bisa meringis kesakitan. Daren mencengkeram bahu Iris dengan kuat, hingga gadis itu menatap tajam Daren seolah pria itu adalah musuh bebuyutannya. "Sakit bajing4n!" teriak Iris. "Mike, keluar!" perintah Daren, dan Mike pun membungkukkan badan lalu dengan segera keluar dari Apartment. Mike memilih untuk tetap berjaga di depan pintu unit apartment tersebut. Setelah keluarnya Mike, tangis Iris pun pecah seketika. Daren juga sudah melepaskan cengkram tangannya pada bahu puan itu. Dia memandangi Iris yang masih menangis terisak. Sesekali meringis kesakitan merasakan perih yang ada di sekujur tubuhnya. Daren semakin merasa kalut. Dirinya juga bingung harus bagaimana lagi sekarang. Tapi dia harus mengetahui siapa yang melakukan ini semua pada Iris. Dia juga kesal pada Iris yang tak kunjung mengatakan yang sebenarnya. "Sudah cukup, jangan menangis." Iris menatap Daren yang berada di sampingnya. Tangan pria itu terulur mengusap air mata Iris yang mengalir begitu deras. Gadis itu bahkan meringis karena pipinya pun juga lebam. Entah apa yang semalam gadis ini hadapi. Daren merogoh ponselnya yang ada di dalam saku celana. Entah siapa yang pria itu hubungi, tapi nampak jelas jika Daren terlihat begitu serius saat mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya. "Aku sudah menghubungi dokter pribadiku, secepatnya dia akan datang kemari." Iris kembali menundukkan kepalanya. Mendengar suara Daren yang lembut membuatnya terenyuh. Sudah lama tak mendengar Daren bicara selembut itu. Apa ia harus dalam keadaan seperti ini dulu agar Daren bersikap lembut padanya? "Aku juga sudah menyewa pelayan wanita untuk membantu membersihkan dirimu. Mungkin 10 menit lagi dia akan sampai. Kau sabar dulu,” Tangan Daren tergerak mengusap surai gadis itu. Iris kembali menangis karena perlakuan Daren padanya. Memang tidak salah kan jika dirinya mencintai Daren? "Kau aman di sini." kata Daren menenangkan. Iris tak kuat diperlakukan seperti ini, hingga akhirnya puan itu memeluk tubuh tegap, gagah nan kekar milik Daren. Kepalanya ia sandarkan pada dadaa bidang pria itu. Sedangkan Daren, dengan mudahnya membalas pelukan Iris. Bagaimana pun juga, Iris adalah sahabat kesayangannya. Mereka begitu dekat, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk membuat jarak karena Daren merasa jika hubungan pertemanan mereka sangat buruk. Apalagi Iris sudah menggunakan hati untuknya. Tak lupa Daren juga akan menghubungi kedua sahabat tampannya itu, Ellard dan Jeff. Mereka juga harus mengetahui keadaan Iris yang seperti ini. Daren menoleh saat melihat Mike masuk kembali, dengan seorang pelayan wanita. "Maaf Tuan, pelayan yang Anda sewa sudah sampai." Daren hanya mengangguk, lalu membisikkan sesuatu pada Iris, hingga gadis itu langsung melepaskan pelukannya. Mata gadis itu tak sengaja bersitatap dengan mata Mike. Tapi Mike segera menundukkan kepalanya. Pelayan wanita itu dengan sigap membantu Iris berjalan menuju kamar tamu. Dia yang akan membantu untuk membersihkan tubuh Iris dan juga menggantikan pakaiannya. Tidak berselang lama, pun Dokter Stefan datang dan memeriksa keadaan Iris. Dokter itu mengatakan jika mental gadis itu sedikit terguncang. Dokter Stefan memberikan obat penenang jika nantinya gadis itu mendadak menangis atau mengamuk. "Sebaiknya jangan memaksanya untuk mengatakan hal itu." Kata dokter Stefan yang seolah tau jika Daren terus saja menekan Iris agar mengatakan siapa pelakunya. "Tapi jika tidak segera diketahui, maka—" "Aku tau Daren, tapi jika kau terus menekannya. Aku khawatir mentalnya akan semakin terganggu. Lebih baik biarkan dia tenang dahulu. Baru setelahnya, kau bawa dia ke psikiater. Biarkan mereka yang membantu Iris agar mau bicara jujur.” "Aku mengerti,” "Tunggu sampai dirinya benar-benar kuat dan mau berdamai dengan keadaan yang dia alami. Jangan kau paksa,” Daren mengangguk mengiyakan ucapan Dokter Stefan. Setelah mengatakan itu, ia mengantar sang dokter sampai ke depan pintu. "Mike, aku harus keluar sebentar. Jika Ellard dan Jeff datang, suruh mereka untuk menunggu di ruang tamu. Jangan biarkan mereka masuk menemui Iris. Biarkan Iris beristirahat dulu." "Baik, Tuan. Sesuai dengan perintah Anda!” sahut Mike lalu menundukkan kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD