Bab 17

1778 Words
Jarang sekali Hazel mendapatkan libur yang lumayan panjang. Sembari menunggu project terbarunya, Hazel memilih untuk memanjakan diri. Seperti pagi ini, Hazel mengajak Emily untuk keluar. Tujuan awal mereka adalah taman di pagi hari. Biasanya di sana akan terdapat banyak anak kecil bermain, dan orang-orang dewasa berolahraga. Tapi Hazel dan Emily ke sana bukan untuk berolahraga. Ke sana hanya untuk menghirup udara segar. "Harusnya tadi kita membawa bekal yang banyak, agar seperti orang yang sedang piknik di sini." ujar Emily. "Lalu memasang tikar juga?" "Nah, benar! Pasang tikar sekalian di sini," sahut Emily mengiyakan. "Tapi hanya begini saja juga seru kok, Em. Sudah lama kita tidak pergi berdua seperti ini kan?" Emily mengangguk membenarkan. Memang sudah lama ia dan Hazel tidak pergi berdua seperti ini. Terlalu sibuk dengan jadwal yang ada, membuat mereka tak bisa sering-sering pergi begini. "Kau benar, semenjak kau menjadi model dan terkenal, kita jarang memiliki waktu untuk bermain." "Ya, mau bagaimana lagi?" Emily mengangguk-anggukkan kepalanya. "Em, semalam aku bermimpi." ujar Hazel sembari mengguncang-guncangkan paha Emily yang sedang duduk di sampingnya. "Mimpi apa? Jorok ya?" tebak Emily, namun detik berikutnya ia mengaduh saat Hazel memukul lengannya. "Ish! Tidak. Yang benar-benar saja aku bermimpi jorok?" "Ya terus kau bermimpi apa? Siapa yang kau mimpikan? Daren?" Emily mencoba untuk menebaknya lagi. Hazel sontak menggeleng, bersamaan dengan tangannya yang terasa ringan mengayun ke arah Emily. Memukulnya kembali dengan raut wajah jengkel. "Bukan!" "Ellard?" tebak Emily lagi. "Bukan, sialan! Dengarkan aku dulu sampai selesai bicara.” "Lalu siapa sialan?! Sejak tadi kau menjedanya terus menerus, membuatku emosi saja!” "Siapa lagi jika bukan suamiku?” Tahu bagaimana ekspresi Emily saat ini? Ya, wanita itu langsung mendengus kesal. Sebab ia mengetahui siapa yang saat ini sedang Hazel maksud. Yaitu salah seorang penyanyi luar yang sangat terkenal. Selain memiliki suara yang merdu dan juga lagu-lagu yang indah, penyanyinya pun memiliki paras yang sangat tampan. Siapa coba yang tidak kepincut? Jelas sebagai wanita normal akan kepincut dengan visualnya yang sempurna. Ya walaupun sebagai seorang penyanyi yang dinikmati adalah suaranya, tapi visual tampan juga sangat mendukung sekali. “Kenapa diam saja?” “Lalu kau ingin aku bereaksi seperti apa, hm?” Hazel sontak mencebik kesal. “Kau benar-benar tidak asyik Em! Harusnya kau menanggapi ucapanku. Tapi malah diam begitu.” “Sudahlah, jangan sok merajuk seperti anak kecil. Lebih baik menyanyi saja. Bukannya dia baru saja merilis lagu? Coba nyanyikan aku mau dengar.” “Kau ini—” “Ya sudah menyanyi bersama saja kalau begitu, bagaimana?” “Tidak ah, suaramu jelek!” sahut Hazel, lalu kemudian ia tertawa saat Emily hanya memandangnya dengan tatapan tajam. “Bercanda sayang, bercanda... Ayo bernyanyi bersama!” Meski masih kesal, Emily tetap mau-mau saja bernyanyi bersama Hazel. Keduanya terus bersenandung menyanyikan lagu terbaru dari seorang penyanyi yang baru saja mereka bicarakan tadi hingga selesai. Keduanya tampak begitu menikmati, menyatu dengan harmoni alam yang terbuka. Emily bahkan membuka salah satu akun sosial medianya untuk membuat sebuah story. Merekam bagaimana mereka sedang menyanyi dan mencoba memberi tag pada idolanya. Siapa tau hoki dan bisa dinotice penyanyi yang diaku suami oleh Hazel. Keduanya begitu happy. Hingga mereka tertawa saat mendadak mendengar suara perut Emily yang berbunyi. Cacing-cacing di dalam perutnya minta untuk segera diberi makan. Maka dari itu mereka segera pergi mencari Coffe Shop terdekat. Setelah 15 menit mengendarai mobil, akhirnya mereka sampai di salah satu Coffe Shop. Ada beberapa karyawan yang mengetahui jika customer pertama mereka adalah Hazel. Mereka begitu menghormati privasi Hazel saat ini. Oleh karena itu, mereka hanya akan menyapa dan tersenyum manis. Lalu menyodorkan sebuah papan menu. Hazel mengambil ponselnya yang berada di dalam tas, dan ternyata ada beberapa notifikasi pesan masuk. Dan salah satunya ada pesan dari pria yang akhir-akhir ini dekat dengannya. Hazel tersenyum melihat isi pesannya. 'Good morning, gadis cantik bermata indahku. Jangan lupa sarapan.' Sebuah isi pesan yang sangat biasa, tapi cukup membuat mood Hazel di pagi hari ini semakin bagus dan baik. Emily sampai mengerutkan keningnya, merasa kasihan pada Hazel yang sepertinya sebentar lagi akan gila. “Kau gila ya?” Hazel menoleh dan menyahut, “pertanyaan bodoh! Tidak bermutu sama sekali. Kau pikir ada orang gila secantik aku? Coba pikir,” “Ya salah sendiri kau senyum-senyum menatap layar ponsel sampai sebegitunya. Jadi tidak salah kan jika aku bertanya begitu? Memang seperti orang gila, senyum-senyum sendiri.” “Terserah apa katamu,” balas Hazel acuh. “Eh, jangan bilang kau senyum-senyum begitu karena baru saja mendapatkan pesan dari si Daren Cyrill itu?” tanya Emily, dan Hazel hanya mengangkat kedua pundaknya tidak mau menjawab. Emily sontak mendengus. “Hati-hati kau! Jangan terlalu percaya begitu saja dan mudah luluh. Bisa saja kan, bukan hanya kau yang dia dekati.” “Bicara apa sih kau, Em? Tidak mungkinlah dia—” “Jangan tidak mungkin tidak mungkin!” sela Emily dengan cepat. “Kau ini mudah sekali luluh aku lihat-lihat didekati olehnya. Lebih baik kau cari tahu dulu bagaimana dia di luar sana. Bisa saja kan, memang bukan hanya kau yang didekati. Teman-temannya saja begitu!” “Aku tahu kau begini hanya ingin meracuni pikiranku saja kan?” “Jangan-jangan dia sebenarnya sudah memiliki kekasih? Atau parahnya sudah punya tunangan?” “Em!” peringat Hazel. Emily sontak menyahut, “loh, tidak ada yang tahu kan?” Hazel lantas hanya mencebik malas. Ia memilih untuk mengabaikan saja apa yang baru saja Emily katakan. Kenapa sih, harus membahas hal itu? Benar-benar membuat Hazel kepikiran saja. Tak berselang lama, salah satu pelayan datang membawa pesanan mereka. Seorang lelaki, sepertinya salah satu penggemar Hazel. Karena tatapan matanya tidak bisa berbohong. Cara menatap Hazel sangat berbeda. Terlihat begitu sangat mengagumi gadis itu. "Terimakasih!" ucap Hazel setelah semua pesanannya sudah berada di atas meja. Pelayan itu tersenyum dan mengangguk, sepertinya gugup karena mendengar suara Hazel. Pun gadis itu pun tersenyum ramah. Sudah dipastikan lelaki itu akan pingsan di belakang sana. Emily berdehem tapi Hazel mengabaikannya, ia memilih fokus untuk menghabiskan sarapannya. Pun mau tidak mau Emily kembali diam dan mulai menyantap makanannya. 30 menit mereka menghabiskan sarapannya. Selama itu pun mereka berdua tidak berbicara sama sekali. Hazel pun juga fokus menghabiskan sarapannya dan sesekali mengetik sesuatu di layar ponselnya. "Setelah ini mau ke mana lagi?" tanya Emily. "Ayo ke Mall, kita belanja!” Mendengar itu, Emily tentu langsung menyetujuinya. +++ Setelah pertengkaran semalam antara Daren dan juga Ellard, akhirnya Jeff memutuskan untuk tidak pulang pagi ini. Dia yang akan tinggal di tempat Daren untuk sementara waktu. Sementara Ellard, masih belum jelas apakah ia akan tetap tinggal atau tidak. "Daren, kau pergi saja ke kantor. Biar aku yang di sini menjaga Iris,” "Tidak jika si bajing4n itu masih ada di sini," sahut Daren dingin, sambil melirik tak suka ke arah Ellard. Jeff sontak menghela nafasnya. "Aku pun tidak sudi berlama-lama di sini," seru Ellard yang semakin membuat Daren mendidih. "Ya sudah, keluar dari sini! Mau apa lagi kau tetap berdiam diri di sini, hah?" balas Daren datar. "Kalian mau mulai lagi? Sudah! Cukup! Kalian berdua bukan anak kecil!" tegur Jeff. Keduanya langsung terdiam tak berkutik. Lalu detik berikutnya Ellard berdiri mendekat ke arah Jeff. "Aku pulang Jeff, tolong kabari aku jika Iris sudah membaik." ujar Ellard. "Ya, pasti akan aku kabari." sahut Jeff. Sedangkan Daren yang mendengar itu hanya berdecih ria. Dirinya masih menaruh curiga pada Ellard saat ini. Pasalnya, saat dia mengecek ponsel milik Iris, panggilan terakhirnya adalah dengan Ellard. Dan menurut Daren memang Ellard patut dicurigai sebagai pelaku utama. Selama dia belum mengetahui kebenarannya dia tidak bisa berdamai dengan Ellard. Entah kenapa jika bertemu Ellard pasti dirinya merasa emosi, dan berakhir akan memberi pukulan yang membabi buta. Saat ini, Daren sudah berpakaian rapi dan siap pergi ke kantor. Jeff sedang mandi. Sedangkan Iris masih tertidur, mungkin karena pengaruh obat penenang? Daren memainkan ponselnya lalu dirinya teringat pada Hazel. Dirinya merasa bersalah karena meninggalkan Hazel di saat mereka berdua sedang panas-panasnya mengais kepuasan dan kenikmatan bersama. Jemarinya mulai mengetikkan sesuatu, berulang kali ia mengetik lalu menghapusnya sampai lebih dari tiga kali. Dan akhirnya dia hanya mengirim pesan yang biasa. Menyapa dan mengingatkan jangan lupa sarapan. Benar-benar pria kaku kan? Setelah puas berkirim pesan, Daren bersiap untuk pergi ke kantor. Karena ada meeting dengan klien tetap jadi mau tidak mau, Daren harus berangkat. Sebelum itu, Daren juga menyempatkan diri untuk masuk ke kamar Iris. Sekedar untuk memeriksa keadaan puan itu. Sang pelayan membungkukkan badannya saat mengetahui Daren yang masuk. Daren duduk di tepi ranjang. Jemarinya dengan pelan dan lembut mengusap kepala Iris. Daren berdoa yang terbaik untuk gadis itu. Bagaimana pun caranya, Iris harus membaik seperti sedia kala. "Permisi, Tuan Daren! Maaf, mobil sudah siap!" ujar Mike yang masuk tiba-tiba. Daren mengangguk, lalu bibirnya mengecup kening Iris sebentar. Mike dapat merasakan kasih sayang yang sang tuan berikan pada puan itu. Iris pasti akan senang jika mengetahuinya. Sebelum Daren keluar, ia berpesan pada Mike. "Aku akan berangkat sendiri hari ini Mike. Kau jaga saja Iris. Beritahu aku jika terjadi sesuatu. Jeff juga akan menjaganya.” "Baik Tuan!" Setelah mengatakan itu, Daren pun keluar dan pergi ke kantor. +++ Setelah menghabiskan waktu berbelanja hampir 3 jam lamanya Hazel dan juga Emily lanjut untuk makan siang. Setelah itu mereka pun melanjutkan untuk menonton film di bioskop. Keduanya menonton film Action, comedy. Karena Hazel suka sekali dengan Film Action sedangkan Emily sangat suka komedi. Akhirnya mereka memutuskan untuk menonton film yang bergenre Action Comedy. Hazel dan Emily begitu menikmati film yang mereka tonton. Pemeran utamanya pun sangat tampan dan juga cantik. Alur ceritanya bagus dan mereka sangat menyukainya. Setelah selesai menonton film yang berdurasi 2,5 Jam , akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan-jalan ke pantai guna melihat sunset, karena waktu sudah hampir menjelang malam. Untungnya, jarak pantai dengan Mall tersebut tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar 40 menit untuk bisa sampai ke pantai yang mereka tuju. Ngomong-ngomong soal pantai, Emily jadi teringat kejadian memalukan saat itu. Hari kesialan baginya bertemu dengan pria mesumm yang kurang ajar. Oh bahkan saat pertemuan kedua yang tidak disengaja, Emily lupa menendang genital pria mesumm itu. "Kau kenapa, Em?" tanya Hazel yang sedari tadi mengamati Emily diam saja sepanjang mereka berjalan santai di pinggir pantai. "T-tidak, aku memangnya kenapa?" "Biasanya kau akan cerewet jika aku mengajakmu di pantai yang ramai seperti ini." "Memangnya kau suka aku mengomel terus ha?" "Iya! Seperti hiburan untuk telingaku! Hahahah." "Sialan kau!" "Oh Em, jujur saja kau kenapa?" tanya Hazel, tetap memaksa. "Aku tidak apa-apa, Hazel Oswald yang maha agung." Hazel mengangguk-anggukan kepalanya, tidak ingin memaksa Emily untuk menceritakannya. Hazel tau jika Emily tak ingin mengatakannya berarti itu adalah privasi sekali. Mereka berdua dengan riang bermain air di bibir pantai. Sembari menyaksikan sunset yang indah. Tidak lupa juga mereka mengabadikan momen tersebut dengan berfoto. Keduanya begitu menikmati waktu kebersamaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD