Sore itu Oma Fani baru saja keluar dari kamarnya, dia tidak melihat siapapun di rumah yang besar itu. Putranya sibuk bekerja sampai malam sedangkan cucunya mungkin sedang istirahat di kamar.
Oma Fani melangkahkan kakinya menuju halaman belakang untuk sekedar melihat-lihat tanaman, namun saat itu dia melihat sosok Diandra yang sedang sibuk mengurus tanaman di halaman belakang.
" Kamu suka ngerawat tanaman juga.? " Tanya Oma Fani membuat Diandra terkejut dengan kedatangannya.
" Iya Oma, di desa saya juga sering membantu ibu bapak merawat tanaman yang ada di halaman rumah. " Jelas Diandra.
" Silahkan duduk Oma. " Diandra menyodorkan sebuah kursi kepada beliau dan di terima olehnya dengan senang hati.
Ketika Oma Fani duduk di atas kursi terlihat dia sedang menyentuh kedua kakinya, Diandra langsung peka bahwa beliau sedang pegal dan menawarkan diri untuk memijitnya.
" Boleh saya bantu pijit oma? Saya lihat oma dari tadi pijit kakinya terus. " Kata Diandra sopan.
" Kamu bisa mijit.? "
" Itu kerjaan saya tiap hari oma, kalau Ibu udah selesai dari kerjaannya saya yang bantu pijitin. "
" Boleh kalau kamu mau. "
Diandra mulai mengambil tempat dan segera memijit kaki oma Fani dengan lembut, terlihat jelas di wajah oma Fani yang sangat menikmati pijatan Diandra yang begitu enak.
" Kamu pintar ya mijitnya, oma jadi merasa lebih baik sekarang. " Komentar Oma Fani.
" Syukur kalau oma suka. " Balas Diandra lirih.
" Kamu kok nggak kelihatan mirip sama ibu bapak kamu sih.? " Tanya Oma Fani yang sebenarnya sudah sangat penasaran dengan hal tersebut.
" Sebenarnya saya bukan anak kandung bapak dan ibu, mereka menemukan saya sejak bayi dan merawat saya sebagai anak kandung mereka sendiri. " Jelas Diandra.
" Orang tua kamu benar-benar orang tua yang buruk, bagaimana mungkin anak sebaik dan setampan kamu dengan tega mereka buang. "
" Tapi saya tidak pernah menyesal bertemu dengan ibu dan bapak, justru saya senang bisa di anggap anak kandung oleh mereka. "
Oma Fani merasa tersentuh mendengarnya, seperti yang dia tahu soal Diandra dari Sofia bahwa anak itu memang benar-benar baik dan tulus.
**
Tanpa terasa sudah dua minggu Oma Fani berada di Indonesia, dan hari ini dia akan kembali ke Swiss di antar oleh Papa Bian dan juga Sofia. Kedua putranya yang lain tidak bisa ikut mengantarnya karena kemarin mereka sudah menghabiskan waktu bersama dan harus kembali mengurus urusan mereka masing-masing.
Sofia tak mau berhenti memeluk oma Fani saat beliau hendak masuk ke dalam, papa Bian sudah berusaha merelai namun Sofia tetap kekeuh untuk memeluknya.
" Sudah dong sayang, kita bisa ketemu lagi kalau Oma sudah tidak sibuk. " Kata Oma Fani sambil mengusap kepala Sofia.
" Janji ya kalau Oma harus kembali ke sini lagi. " Ucap Sofia merengek.
" Iya, oma janji. "
Sebelum benar-benar pergi terlihat Oma Fani yang memeluk papa Bian, dan dia terlihat membisikkan sesuatu yang membuat papa Bian langsung melirik ke arah Sofia.
" Ya sudah, mama hati-hati di jalan. " Kata Papa Bian setelah mencium tangan mamanya.
Akhirnya oma Fani masuk ke dalam bandara sambil melambaikan tangan, Sofia masih berada di sana bahkan setelah Oma menghilang di balik pintu masuk.
" Ayo kita pulang. " Ajak Papa Bian.
" Oma tadi bisikan apa ke papa.? " Tanya Sofia penasaran.
" Bukan urusan anak-anak. " Balas Papa Bian sambil merangkul Sofia kemudian mereka berjalan menuju mobil bersama.
**
Hari-hari Sofia berjalan seperti biasa, dia dan Galih selalu menghabiskan waktu bersama dengan bantuan Diandra tentunya. Sampai detik ini papa Bian belum mengetahui apapun, dan itu membuat Sofia benar-benar merasa bebas dan tidak perlu takut sama sekali.
Hari ini Sofia pergi tanpa Diandra untuk pertama kalinya, dia bisa pergi bersama Galih dengan mudah dan langsung menuju tempat yang akan mereka tuju.
Sofia dan Galih tiba di pusat perbelanjaan, hari ini Sofia ingin di temani belanja pakaian oleh Galih. Mereka memasuki toko pertama dimana Sofia belanja pakaian untuknya dan juga untuk ibu Galih, karena toko itu hanya menyediakan pakaian perempuan jadi Galih hanya menunggu saat Sofia menunjukkan pakaian yang ia pilih apakah sudah sesuai untuknya atau belum.
" Yang ini gimana? Cocok nggak buat ibu kamu.? "
" Cocok, tapi warnanya agak cerah mungkin bisa yang lebih gelap. "
Sofia mengangguk pelan dan segera mencari warna yang sedikit lebih gelap, setelah selesai memilih akhirnya mereka ke kasir untuk membayar.
Selanjutnya adalah toko pakaian pria, Sofia memberikan kesempatan untuk Galih memilih pakaian yang ia inginkan.
" Yang ini cocok buat kamu. " Kata Sofia sambil menunjukkan kemeja polos berwarna biru navy.
" Yang ini juga boleh, yang ini keren, kamu ambil semua aja kak. " Lanjut Sofia yang bahkan lebih antusias dalam memilih ketimbang Galih.
Tanpa terasa Sofia memilih begitu banyak pakaian hanya untuk Galih, cowok itu pasrah ketika Sofia tetap ingin membelikannya meski dengan harga yang cukup mahal untuk Galih.
Dan alhasil Galih membawa begitu banyak tas belanjaan, setelah itu mereka hendak pergi makan di restoran Jepang.
Langkah mereka terhenti setelah melihat kemunculan seseorang di depan mereka, Sofia terlihat sangat terkejut begitu pun dengan Galih.
" Kenapa wajahnya takut begitu? Kaget ya bisa ketemu sama papa disini. " Sahut papa Bian setelah dia berdiri di depan mereka.
Tatapan Papa Bian tertuju pada tas belanjaan di tangan Galih, Sofia kemudian menjelaskan bahwa isinya adalah pakaian miliknya sebelum papa Bian salah paham.
" Papa nggak tanya soal milik siapa, kenapa kamu langsung jelasin ke papa.?" Tanya Papa Bian menatap Sofia lurus.
" Ya tapi papa kenapa bisa ada disini? Aku sama kak Galih. "
" Pulang. " Potong papa Bian.
" Pa, aku bisa jelasin. "
" Papa bilang pulang sekarang, di bawah ada mang Ujang yang sudah menunggu kamu. Papa mau ajak anak ini bicara berdua sama papa. " Lanjut papa Bian ketus.
Sofia merasa malu sebab banyak orang yang sedang menatap mereka saat ini, Sofia akhirnya mengambil tas belanjaan miliknya sendiri dan pergi dari tempat itu dengan perasaan campur aduk.
" Bisa kita bicara berdua sekarang.? " Tanya papa Bian penuh selidik.
**
Saat ini papa Bian dan Galih sedang berada di kafe, keduanya duduk saling berhadapan dimana Galih tidak berani untuk menatap pria di depannya.
" Kamu paksa anak saya untuk belanjain semua pakaian itu? "
" Tidak om, semua itu Sofia yang mebelikannya untuk saya. Saya sama sekali tidak pernah memaksanya atau pun meminta semua itu. "
" Oh ya? Lalu kenapa saat dia ingin membeli semua itu kamu tidak menolak.?"
Galih diam tak menjawab, papa Bian masih menunggu jawaban darinya.
" Selain ini apalagi yang dia belikan untukmu.? " Tanya Papa Bian.
" Nggak ada om. "
" Jangan bohong. "
" Saya nggak bohong om. "
" Lalu Kawasaki Ninja ZX-25R yang keluar dari salah satu showroom di jl. Kelapa itu untuk siapa.? " Kata Papa Bian sukses membuat Galih terkejut.
" Kenapa? Kaget ya kok saya bisa tahu soal motor itu.? "
" Saya nggak minta buat di beliin motor om, Sofia yang langsung ingin membelikannya untuk saya. Lebih tepatnya dia melakukan kredit untuk motor itu om. "
" Padahal saya nggak bilang kalau saya tahu soal motor itu uang dari anak saya, tapi kamu sudah jujur duluan. Oke, saya paham sekarang kenapa mama saya memperingatkan saya pada laki-laki seperti kamu. " Ucap papa Bian lagi.
" Saya akan kembalikan motor itu om. "
" Jelas dong, kamu nggak berhak mendapatkan motor dari uang anak saya. Saya kerja keras untuk dia, tapi kenapa kamu yang nikmatin uang anak saya. "
Papa Bian merasa sudah cukup dengan obrolannya bersama Galih, dia meminta kunci motor dan pergi meninggalkan tempat itu.
Galih sendiri tidak berani untuk mengangkat wajahnya saking malu di perhatikan oleh banyak orang, tak ingin semakin di perhatikan akhirnya dia pergi dan hanya membawa tas belanjaan tadi yang tidak di bawa pergi oleh papa Bian.