Bab 5. Begging the Stars

2064 Words
"Jangan gunakan kekuatan dari sikumu untuk menyerang, seranganmu tidak akan sempurna!" Teriakan jenderal Wallace Bryne membuat kedua bocah berusia sepuluh tahun di depannya membenarkan posisi mereka. Sudah beberapa kali mereka mempraktekkan apa yang diajarkan Sang Jenderal, tapi ternyata tetap saja salah di matanya yang sudah terlatih. "Gunakan kekuatan pada bahu dan punggung untuk mendorong pedang ke depan!" Jenderal Wallace mendekatinya, membenarkan posisi tangan kanannya yang memegang pedang, mengarahkannya ke depan. "Posisi yang benar seperti ini, Yang Mulia," katanya, kemudian berpindah ke samping George yang berada di sebelah kirinya. Jenderal Wallace juga melakukan hal yang sama pada George, membenarkan posisi tubuh George, dan mengarahkan pedangnya ke depan. "Lakukan dengan benar, Anak-anak! Kita sudah mengulangi bagian ini sejak dua hari yang lalu. Apakah kalian tidak merasa malu karena masih saja salah?" Tidak ada yang menjawab. Kedua bocah itu terlalu fokus mendengarkan. Alexant memegangi pedangnya dengan erat, lurus seratus delapan puluh derajat. Ia tidak ingin salah lagi dan mendapat teguran dari jenderal Wallace. Percayalah, itu adalah sesuatu yang sangat memalukan bagi seorang pangeran. Ia juga malu pada dirinya sendiri. Sepertinya ia terlalu banyak memikirkan Crystal sampai-sampai tidak fokus pada apa yang diajarkan jenderal Wallace. "Berikan tekanan pada bahu Anda, Yang Mulia!" Jenderal Wallace menepuk bahu Alexant pelan. "Berdiri dengan kuat pada kedua kaki Anda. Harus yakin pada apa yang akan Anda lakukan, tidak boleh ragu. Apalagi saat berada di medan pernah. Musuh bisa mengetahui keraguan melalui tatapan Anda, dan mereka akan memanfaatkannya." Alexant menarik napas, mengembuskannya melalui mulut. Rasanya lumayan melegakan, ia bisa lebih fokus sekarang. Alexant melirik jenderal Wallace dengan ekor matanya. Pria itu sedang mengamati George dengan tatapan menilai, seolah berusaha mencari kelemahan putranya sendiri. Jenderal Wallace memnag seperti itu, sebagai gurunya dalam berlatih senjata dan bela diri, jenderal Wallace tidak pernah membedakan dirinya dan George. Baginya, mereka berdua sama. Tak ada beda kecuali kemampuan mereka. Jenderal Wallace melatih George lebih keras darinya, selain karena George merupakan pengawal pribadinya, dia juga ingin George menggantikannya menjadi jenderal besar kelak. Alexant tahu jenderal Wallace sangat berharap pada putra sulungnya itu. "Jangan sampai kakimu tertekuk, George!" Jenderal Wallace hanya akan bersikap tegas pada anak-anaknya saat dia sedang melatih mereka. Sementara, jika dia sudah berada di rumah, sikapnya sangat hangat. Jenderal Wallace sangat menyayangi kedua putranya. Beberapa kali dia berkunjung ke kediaman keluarga Bryne, mereka meyambytnya dengan hangat. Mereka memperlakukannya seperti keluarga mereka sendiri, terlepas dari dirinya yang seorang putra mahkota. Sikap ereka.juga hormat, membuatnya merasa sungkan pada keakraban yang ditampilkan keluarga Bryne. Namun, ia seandainya bisa memilih, maka dengan lantang ia akan mengatakan jika memilih untuk tetap nggak bersama keluarga Bryne. Sekarang Alexant menatap ke arah George tanpa sembunyi-sembunyi lagi. Ia menyimak dengan baik apa yang dikatakan jenderal Wallace, dan mulai mempraktekkannya. Ia berdiri tegak dengan kedua kaki sedikit terbuka, tatapan lurus ke depan. Ia membayangkan jika musuhnya sedang berada di depannya, bersiap untuk menyerang. Alexant menatapnya dingin, berusaha mengintimidasi. Sayangnya ia tak berhasil, bukannya tatapan intimidasi, ia menatapnya dengan mata yang tersenyum. Setelah itu, bayangan musuh di depannya berubah menjadi bayangan Crystal. Alexant kehilangan konsentrasi. Ia menggeleng mengusir bayangan Crystal yang tersenyum manis padanya. Alexant mengerang kesal dalam hati. Memaki dirinya yang selalu tak bisa fokus setiap kali mengingat Crystal. Sudah satu tahun berlalu sejak mereka bertemu di pesta ulang tahun ayahnya waktu itu. Dua hari lagi merupakan ulang tahun Raja Henry yang keempat puluh enam, tapi tidak ada tanda-tanda akan diadakan pesta besar-besaran seperti tahun lalu. Padahal ia sangat mengharapkannya, hanya pesta ulang tahun ayahnya harapan satu-satunya untuk bertemu lagi dengan Crystal. "Yang Mulia, perhatikan kuda-kuda Anda!" Teguran itu membuat Alexant kembali fokus pada apa yang dilakukannya. Ia harus berusaha keras untuk memusatkan pikiran agar bisa menyerap semua pelajaran yang diajarkan jenderal Wallace. Ia tak boleh menyerah,juga tak boleh terlalu memikirkan Crystal. Jika mereka masih belum bertemu saat dewasa nanti, ia bisa mencarinya. Sekarang, harus fokus pada semua pelajaran. Ia harus menjadi raja yang bisa mengayomi seluruh rakyatnya, harus lebih hebat dari ayahnya, tak boleh memiliki satu pun skandal seperti yang dilakukan ayahnya. Berbicara soal skandal, itu terjadi jauh sebelum kelahirannya. Ia mengetahuinya dari mencuri dengar pembicaraan para pelayan istana saat mereka sedang bergosip di waktu senggang. Ia melakukannya tanpa sengaja, ia mencari sebuah. buku yang tidak terdapat di perpustakaan pribadi raja, di perpustakaan umum, dan mendengar kasak-kusuk itu. Para pelayan perempuan yang berjumlah empat orang itu tidak melihat keberadaannya. Tubuhnya yang kecil –waktu itu usianya masih sembilan tahun– terlindung di balik rak-rak buku yang menjulang tinggi. Mereka menyebutkan penyebab melemahnya kesehatan almarhumah ibunya. Menurut mereka, ibunya sakit karena memikirkan kelakuan raja yang sangat keterlaluan. Raja berselingkuh dari ratu yang memang memiliki kondisi tubuh lemah. Raja Henry sudah memiliki kekasih saat berita pernikahannya diumumkan. Raja Henry yang saat itu berusia dua puluh lima tahun dan masih berstatus seorang pangeran tidak dapat menolak perintah ayahnya. Dia memutuskan kekasihnya, dan menikah dengan perempuan yang dijodohkan dengannya. Amora Gerrad Louis adalah putri jenderal Christopher Louis, jenderal besar Namira kala itu. Pernikahan mereka tidak berlandaskan cinta, mereka bahkan baru bertemu pertama kali di upacara pemberkatan pernikahan mereka. Pernikahan terpaksa itu menumbuhkan benih-benih cinta hanya pada Ratu Amora, sementara Raja Henry masih belum membuka hati. Ia mau menerima perjodohannya dan menikah dengan Ratu Amora tak hanya karena menuruti perintah dari ayahnya, Raja Alexander, tetapi juga karena melindungi kekasih yang dicintainya. Perempuan kekasih Raja Henry adalah seorang pelayan di istana. Undang-undang di Namira, tidak ada seorang pun pelayan yang boleh berhubungan keluarga kerajaan. Jika ada yang berani melanggar maka pelayan itu akan dihukum mati. Tahun kesembilan pernikahan adalah awal mula skandal itu terjadi. Sang pelayan kembali bekerja di sana istana setelah menghilang dalam waktu yang cukup lama. Pernikahannya bermasalah, oleh karena itu dia kembali bekerja sebagai pelayan istana. Raja Henry mengetahuinya. Percikan cintanya yang dulu nyaris padam kembali membara. Perselingkuhan terjadi tanpa ada yang mengetahui. Semua berjalan lancar bagi mereka, sampai Ratu Amora dan pelayan setianya memergoki mereka yang tengah bermesraan di perpustakaan pribadi raja. Ratu Amora yang saat itu tengah mengandung langsung jatuh sakit. Kondisi kesehatannya yang memang sudah menurun semakin memburuk. Merasa bersalah dan tak ingin mendapatkan hukuman dari pihak kerajaan, si pelayan perempuan selingkuhan Raja Henry kembali mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai pelayan. Kesehatan Ratu Amora semakin menurun drastis setelah peristiwa itu. Dia bahkan tidak bisa turun dari tempat tidurnya. Semakin hari semakin memburuk sampai akhirnya Ratu Amora dinyatakan meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan putranya. Bukannya berduka dan menyesal, Raja Henry yang sudah menjadi naik tahta menggantikan ayahnya sejak lima tahun yang lalu, malah kembali memanggil si pelayan untuk kembali bekerja. Dia memintanya untuk menjadi pengasuh pangeran yang baru berusia satu bulan. Entah memang tidak memiliki rasa malu atau apa, perempuan itu menerimanya dengan syarat diizinkan pulang ke rumahnya setiap satu minggu sekali. Dia dan suaminya baru memperbaiki hubungan mereka. Lagipula, dia memerlukan banyak istirahat karena kondisinya yang tengah berbadan dua. Si pelayan yang berubah status menjadi pengasuh putra mahkota tengah mengandung anak dari suaminya. Selena Llyod, mengambil cuti selama sebulan karena melahirkan. Setelah itu dia kembali ke istana. Daripada merawat bayi perempuan yang baru saja dilahirkannya, dia lebih memilih untuk menjaga dan mengasih putra mahkota. Bayi perempuan malang itu diberikan kepada neneknya untuk diasuh olehnya. Sementara suaminya tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu jatuh sakit sehari sebelum dia melahirkan Beatrice, putri mereka, dan masih belum sembuh sampai saat dia kembali ke istana. Selena meninggalkan anak dan suami yang tak pernah dicintainya demi kembali ke istana. Keputusannya sudah bulat, bahkan sejak mengetahui kehamilannya dia sudah berusaha menggugurkan. Sialnya, janin yang tak diinginkannya itu terus bertahan di dalam kandungannya. Baru keluar saat dilahirkan. Selena tidak pernah mencintai Joseph, suaminya. Pria yang hanya berprofesi sebagai pedagang tidak pernah bisa merebut hatinya dari Raja Henry. Seperti pernikahan terpaksa lainnya, pernikahan Selena juga tidak berjalan mulus. Joseph yang terlalu pencemburu kerap kali main tangan padanya, tamparan sudah biasa diterimanya. Oleh karena itu dia menerima kembali tawaran untuk menjadi pengasuh pangeran. Selena tidak pernah lagi pulang ke rumahnya, bahkan ketika mendapatkan kabar suaminya meninggal pun dia tetap tidak pulang. Kesehatan putra mahkota yang sedang menurun menjadi alasan tidak menghadiri pemakaman Sang Suami. Padahal sebenarnya, dia hanya tak ingin saja, dia tak sudi melihat suaminya meskipun sudah di dalam peti mati. Sampai saat ini Selena masih bertahan di istana menjadi pengasuh Alexant, dan tidak pernah sekalipun pulang kembali ke rumahnya di daerah pedesaan. dia bahkan tidak tahu bagaimana rupa putrinya yang sekarang sudah berusia sepuluh tahun –Beatrice lebih muda satu tahun dari Alexant, dia tak ingat n melihatnya. Seingatnya dulu wajah bayi perempuannya mirip dengan wajah Joseph –ayahnya. Apalagi warna matanya, hijau hazel. Beruntung Beatrice memiliki rambut sewarna rambutnya, jika tidak pastilah dia akan serupa Joseph, tapi dalam wujud perempuan. Saat mendengar gosip itu pertama kali, ia tak memercayainya. Sebagai seorang pangeran, ia sudah diajarkan untuk tidak menelan berita mentah-mentah. Namun, setelah mendengar langsung dari Bibi Fey –pelayan setia serta pengasuh ibunya– barulah ia percaya. Segala rasa hormat dan sayang yang dimilikinya untuk Selena langsung menguap begitu saja. Bahkan kelembutan Selena tak bisa lagi menyentuh hatinya. Tidak, ia tidak membenci Selena ataupun menyalahkannya atas kematian ibunya. Ia hanya tidak bisa menerima kehadirannya di istana. Sementara, untuk memberhentikannya, ia tidak memiliki kuasa. Satu lagi, ia sudah terbiasa bersama Selena. Wanita itu, meskipun berhati iblis, tapi sangat perhatian padanya. Selalu ada setiap ia memerlukan, Selena jugantak pernah meninggalkannya sedetik pun saat ia sakit. Lalu, bagaimana dengan putri Selena? Alexant merasa kasihan dan turut berduka untuk gadis kecil itu. Nasibnya masih lebih beruntung dibandingkan dirinya. Mereka sama-sama tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tua mereka –dengan alasan yang berbeda, sama-sama diasuh oleh orang yang bukan Ibu kandung mereka. Namun, kedua orang tuanya, meskipun tidak saling mencintai, mereka menginginkan kehadirannya. Ayahnya sangat bangga padanya, selalu memberikan pujian bila ia berhasil dalam ujian atau apa pun pencapaian yang bagus. Alexant tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Beatrice jika mengetahui ibunya tidak menginginkannya. Pasti sangat menyakitkan. "Atau mungkin sebaiknya kita akhiri latihan kita sampai di sini, Anda terlihat tidak sehat. Sejak tadi Anda terus melamun dan melakukan kesalahan." Jenderal Wallace memgusap kepalanya. Saat seperti ini, Alexant sering menganggap jenderal Wallace adaalh ayahnya. "Sebaiknya Anda beristirahat." Alexant mengangguk. "Teyima kasih, Jenderal," katanya. Ia menurunkan pedang dan meletakkannya di rumput bersama perang-perang lainnya. "Aku baik-baik saja, hanya sedikit tidak bisa berkonsentrasi." Jenderal Wallace berdehem. Rasanya ia tahu apa yang mengganggu pikiran bocah sebelas tahun itu. Ulang tahun keempat puluh enam Raja Henry tinggal beberapa jam lagi, tapi tidak ada persiapan apa pun yang dilakukan istana untuk menyambutnya. Sepertinya tahun ini Raja Henry tidak berniat untuk merayakan ulang tahunnya. Alexant pasti sudah menunggu ulang tahun ini sejak setahun yang lalu. Dia pasti berpikir jika ayahnya akan kembali membuka gerbang istana dan mengundang seluruh rakyat Namira, setidaknya para bangsawan agar dia dapat bertemu dengan Lady Crystal Mars lagi. "Saya berharap kesehatan Yang Mulia Raja Henry segera membaik pada ulang tahun beliau yang keempat puluh enam in. Tak ada yang menggembirakan bagi rakyat selain kesehatan pemimpinnya." Alexant menundukkan kepala. Ayahnya memang sedang sakit, sudah beberapa hari. Tidak mungkin mengadakan pesta dalam kondisi kesehatan yang tidak stabil. Alexant menyadari, sebagai calon pemimpin ia tidak boleh bersikap egois. Mereka pasti akan bertemu lagi, ia dan Crystal pasti akan memimpin kerajaan ini. "Kembalilah ke kamar Anda, Yang Mulia. Beristirahatlah!" Jenderal Wallace mengusap kepala Alexant sekali lagi. Mungkin akan terlihat tidak sopan di mata yang melihatnya. Ia hanya seorang jenderal, berani sekali menyentuh keluarga kerajaan. Namun, ia hanya mengikuti naluri, ia sudah menganggap Alexant seperti putranya sendiri. Lagipula, ia tahu itulah yang diinginkan seorang anak setelah selesai mengerjakan sesuatu. Sebuah penghargaan, dan ia baru saja memberikannya. Usapan lembut penuh kasih sayang dari tangan kasarnya yang terbiasa memegang pedang. Ia menoleh pada putranya yang sudah selesai merapikan perang-perang yang berserakan. "George, antarkan Yang Mulia ke kamarnya!" perintahnya. George mengangguk. Kemudian menarik tangan Alexant, membawanya meninggalkan taman tempat latihan mereka. *** Malam bertabur bintang menghiasi langit Namira. Angin berembus sepoi-sepoi sedikit kuat, menerbangkan helaian rambut pirang Alexant. Sudah beberapa kali ia merapikannya, menyisipkannya ke telinga, tetapi masih saja embusan angin dapat menerbangkannya. Ia berdiri di balkon kamarnya yang menghadap ke taman bagian timur, menatap ke atas mengamati berbagai rasi bintang yang terbentuk. Satu bintang jatuh membuat bibir merah alaminya melengkungkan senyum. Alexant memejamkan mata, menyatukan kedua tangan yang saling menggenggam di depan d**a. Ia membuat permohonan. Semoga aku dapat kembali bertemu Crystal secepatnya. Semoga kami ditakdirkan bersama. Selamanya. Mata biru Alexant terbuka, kembali tersenyum membayangkan gugusan bintang yang membentuk wajah Crystal di atas langit sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD