PPW 9 - Prolog (9)

1015 Words
Annaliese membawaku menemui seorang kakek-kakek yang aku sendiri tidak tahu apa kesaktiannya. Namun, bila aku perhatikan, sepertinya kakek itu seorang kakek biasa yang tidak memiliki kekuatan apapun, lihatlah bagaimana tubuh rentanya yang membungkuk dimakan usia.   "Eh, apa yang kau lakukan?" tanyaku yang melihat Annaliese yang kini sudah berlutut di sampingku.   "Sudah kamu ikuti saja, jangan buat kakek jadi marah." bisik Annaliese.   Karena aku sudah tidak mau tinggal lama di daerah yang sungguh aneh tersebut akhirnya aku pun memutuskan untuk melakukan hal serupa. Kali ini tidak ada yang bisa menjamin kelangsungan hidupku selain diriku sendiri.   Di sini tidak ada mama, papa, atau siapapun yang rela menolongku. Hanya ada Annaliese, jadi aku memutuskan untuk percaya saja padanya agar aku bisa keluar.   "Ada apa kalian datang kepadaku?" tanya kakek tersebut.   Meski keadaan tubuhnya sangatlah ringkih, aku tidak menyangka kalau suaranya begitu tegas dan perkasa. Nyaliku seketika menciut seketika.   "Ini, Kakek, dia temanku, namanya Badrun. Bantulah Badrun agar tidak ditindas lagi oleh teman-temannya." kata Annaliese.   Aku melirik Annaliese, meski terlihat tunduk, suaranya tidak menunjukkan kalau dirinya takut kepada kakek tersebut. Ah, mengapa aku bodoh sekali, diakan hantu sudah pasti dia tidak akan takut kepada apapun.   "Kau hanya ingin bebas dari tindasan?" tanya kakek tesebut kepadaku.   Jantungku kini berdebar dengan kencang. Namun, banyak hal yang aku inginkan dalam hidup dan itu artinya keinginanku bukanlah hanya ingin terbebas dari tindasan saja melainkan masih ada hal-hal lainnya.   "Sebenarnya masih banyak hal yang ingin aku capai dalam hidup, Kek." kataku memberanikan diri.   Annaliese menoleh kepada diriku seperti mencoba mencari tahu mengenai apa yang ingin aku sampaikan. Aku tidak gentar, ntah bisa atau tidak setidaknya aku harus mengatakan keinginan diriku terlebih dahulu.   "Saya ingin menjadi kuat, berkarisma, tampan, dan diganderungi para gadis." jawabku.   Masa bodoh dengan tatapan Annaliese kepadaku. Setidaknya aku berani mengatakannya. Aku menatap kakek tersebut lagi.   "Hahaha." suara kakek tersebut menggema di udara.   Aku terkesiap. Aku kini merasakan takut seketika. Bagaimana tidak, tubuh ringkihnya bisa membuat semua yang ada di sekeliling kami bergetar.   "Apa kau yakin?" tanya kakek tersebut.   sudah tidak ada alasan bagiku untuk mundur, sehingga aku memilih untuk maju dan langsung menganggukkan kepala, "Aku yakin, Kek. Sangat yakin." jawabku.   "Aku akan membantu kalian berdua." jawab Kakek tersebut.   Berdua? Apa Annaliese juga meminta sesuatu kepada kakek tersebut. aku menoleh kepadanya, Annaliese seperti membuang wajah. Aku baru tahu hantu memiliki permintaan juga. Bukankah tak ada gunanya dia meminta?   "Kalian akan menjadi manusia hebat di masa depan jika kalian mau memenuhi tiga misi perjalanan yang akan kalian lalui. Apa kalian bersedia?" tanya Kakek.   "Aku bersedia, Kek." kataku dan Annaliese bersamaan.   Annaliese seperti tidak mau membuang kesempatan sama seperti aku. Akupun juga sama. tidak mau kehilangan kesempatan untuk meraih apa yang aku cita-citakan.   "Baiklah, kalau begitu. kalian berdua bisa bangun sekarang!" kata kakek tersebut. Aku pun langsung bangun, begitu juga Annaliese.   "Ikut denganku!" seru kakek tersebut.   Annaliese langsung berjalan mendahuluiku, aku menoleh ke kanan dan ke kiri ku rasakan udara menjadi sangat pengap di belakangku, ntah berada di mana aku sekarang namun yang pasti seiring kakek tersebut berjalan ruangan di belakangku kini menjadi sempit.   Akupun buru-buru menyejajarkan diri dengan Analiese yang tidak mau mengucapkan kata-kata apapun kepadaku. Padahal, sebelumnya dia terlihat seperti anak yang ceria, namun lihatlah saat ini, matanya berkaca-kaca. Ah, ini benar-benar pengalaman baru karena aku bisa melihat hantu yang hampir menangis.   Kami tiba di sebuah pintu yang tidak mirip dengan pintu Doraemon, kantun yang masih sering aku tonton di hari Minggu pagi. Jika pintu Doraemon berwarna, kalau pintu milik kakek ini tidak, pintunya seperti terbuat dari bambu. Ada tiga pintu yang ada di hadapan kami bertiga.   Aku berpikir sejenak, 'Sejak kapan ada pintu-pintu ini?' namun aku hanya bisa menelan rasa penasaran untuk saat ini.   "Pilihlah." kata kakek tersebut.   Aku menoleh ke arah Annaliese. Annaliese hanya mengangguk dan menyilakan aku untuk memilih.   Aku mengamati sebentar lalu aku memilih untuk memilih pintu yang sebelah kiri. Pintu tersebut benar-benar sama jadi menurutku tidak ada yang berbeda dengan isinya. Aku merasa Kakek tersebut hanya sedang mengerjai kami berdua.   Namun, masa bodoh soal itu. Aku harus cepat mengatakannya. "Aku pilih pintu sebelah kiri, Kek." kataku sambil menunjuk pintu.   Kakek tersebut menganggukkan kepala.   Kakek tersebut menghentakkan tongkat yang dipegangnya dan pintu pilihankupun terbuka. Dan seketika aku melihat seperti awan hitam di sana. Aku terkejut bukan main. Apakah kami berada di atas awan?   "Kek, boleh aku memilih pintu yang lain saja?" tanyaku.   "Tidak bisa, sekarang kalian masuklah!" kata kakek tersebut.   "Tapi, Kek ..." kataku.   "Dasar manusia banyak alasan." kata kakek tersebut.   Lalu tiba-tiba aku merasakan seperti ada yang mendorongku, aku menoleh ke belakang dan tidak menemukan apapun yang mendorongku. Lalu saat ampai di depan pintu, aku merasakan kalau ada yang mendorongku dari belakang.   Aku menoleh, ternyata Kakek tersebut telah mendorongku dengan kakinya.   "Kerjakan tugasmu dengan baik atau kau akan mati selamanya di sana dan tak akan pernah kembali ke duniamu lagi." seru Kakek tersebut. "HAHAHAHA." Tawanya kini menggelegar.   "Aaa! Tidak!" teriakku.   Tubuhku benar-benar terasa seperti dihempaskan dari langit dan terjun dengan bebas hingga rasanya jantungku mau copot. Aku sangat ketakutan hingga aku tidak bisa mencari keberadaan Annaliese.   "Mama ... tolong aku!" seruku.   Masa bodoh dengan rasa gengsi. Yang jelas aku merasa takut dan perlu pelampiasan saat ini, dan teriak adalah jalan ninjaku.   *** Aku merasakan tubuhku sakit semua, aku benar-benar merasa seperti di hempaskan dari tempat yang sangat jauh namun aku benar-benar heran mengapa aku bisa merasakan kalau tubuhku masih bisa bebas bergerak.   Aku merasakan perutku sangat berat seperti ada sebuah beban di sana namun aku tidak tahu apa yang membebaniku.   Aku membuka mata, hal pertama yang aku lihat adalah trik matahari. Aku pun dengan refleks langsung mengangkat tanganku agar aku bisa membuka mata dengan sempurna.   Aku langsung menoleh ke bawah dan seketika aku melihat Annaliese di sana. kepalanya berada di perutku dan dia terlihat tidak sadarkan diri dalam posisi terlentang dan mata terpejam.   Aku buru-buru duduk dan mengecek kondisinya.   "Annaliese, Annaliese!" seruku sambil menepuk-nepuk pipinya agar dia bangun.   Aku benar-benar panik. Lalu aku pun mencoba mendudukkannya. Aku benar-benar tidak tahu cara memberikan pertolongan pertama. Apa aku harus menciumnya? Astaga. Kenapa hanya itu yang ada dipikiranku saat ini?   "Ann ... aku mohon, bangun ..." kataku sambil menepuk-nepuk pipinya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD