Aku mulai bingung, bagaimanapun aku dan Annaliese bukan anak SD lagi. Kalau kami anak SD, tentulah kami tidak akan bingung kalau tidur dalam satu kamar. Aku langsung menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Di dalam kamar itu, meski adalah kamar istana, namun kasurnya hanya ada satu dan itu tentu membuat aku bingung. Namun, akupun mencoba berpikir positif, “Annaliese, kau tidurlah di atas, biar aku yang tdiur di bawah,” kata ku.
Aku mengambil salah satu bantal da langsung menjatuhkannya ke lantai.
“Tapi kau akan sait, Badrun, kalau kau tidur di bawah,” kata Annaliese.
“Tidak apa, kamu tidurlah.” Jawaku.
“A-aku adalah natu, Badrun. M-maksudku, kalau kau memang mau tidur di atas tempat tidur ini juga tidak apa-apa,” kata Annaliese, dia sepertinya tidak tega padaku.
Aku pun langsung menggelengkan kepalanya geitu aja, “Kau memang hantu, namun dalam perjalanan ini, kau juga sama masnusianya dengan aku. Jadi, lebih baik kamu tidur saja,” kata BAdru.
Annaliese terdiam sebentar lalu menganggukan kepalanya. Lalu Annaliese mulai naik ke atas tempat tidur, dan aku juga langsung merebahkan tubuhku dan menatap langit-langit. Aku mulai memikirkan bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari sini.
“Kenapa kita berada di tempat seperti ini ya, Badrun?” tanya Annaliese.
Aku langsung menoleh ke arah tempat tidur. Sebetulnya itu juga pertanyaan terbesarku sejak aku datang ke sini. Ntah apa misi yang sebetulnya haurs kami kerjakan.
“Aku juga merasa bingung,” kata Badrun.
BUG!
Seketika aku mendengar suara seseorang yang jatuh. Orang itu bukanlah Annaliese, suara itu dari luar. Aku pun langsung bangkit, begitu juga dengan Annaliese. Kami pun langsung beranjak dna pergi menuju ke jendela.
Aku tidak melihat appaun. Lalu, aku yang penasaranpun langsung berniat untuk keluar dari kamar, “Aku akan pergi sebentar,” kataku.
“Aku ikut, Badrun,” kata Annaliese.
Aku hanya bisa menganggukkan kepalau. Lalu kami pun langsung keluar dari kamar istana dan langsung menuju ke belakang istana. Namun, betapa terkejutya aku dna Annaliese yang melihat ada Raksaksa buruk rupa yang tengah berdiri menatap Putri Shinta yang kini dalam keadaan jatuh terduduk.
“Putri!” seruku.
Aku pun langsung berlari menuju Putri Shinta dan langsung membantunya untuk berdiri, kini aku menatap Raksaksa itu dengan tatapan takut, ngeri, namun juga penasaran. Annaliese juga tak mau kalah, dia juga ikut membantu Putri Shinta.
Putri Shinta yang memang terlihat marah pada kami, kali ini terlihat tidak marah sama sekali.
“Kau seharusnya menikah denganku, Putri! Akulah yang memenangkan sayembara,” kata raksaksa itu.
Jantungku berdegup dengan sangat kencang.
“Tidak! Kamu tidak pernah mengikuti sayembara! Aku tidak pernah melihat raksaksa buruk rupa sepertimu mengikuti sayembara!” seru Putri Shinta.
“Akulah yang menjadi peserta yang memenangkan sayembara itu,” kata Raksaksa itu.
“Tidak, aku sendiri yang melihat bagaimana suamiku memenangkan pertarungan,” kata Shinta.
Raksasa itu tak mau kalah, “Putri, sebelum mengikuti Sayembara, aku sudah mengatakan kepadamu kalau aku akan mengikuti sayembara dengan menggunakan tubuh orang lain. Aku menjelma menjadi Pangeran Rama pada saat sayembara itu dilakukan. Kau tentu bisa menanyakannya kepada Pangeran Rama apakah dia benar-benar mengikuti sayembara itu atau tidak,” kata raksaksa itu.
Aku mulai melirik Annaliese, Annaliese terlihat sedang menyimak percakapan antara Raksasa itu dengan Putri Shinta.
“Tidak! Aku hanya menikahi Pangeran!” seru Shinyta.
“Putri, aku pun merupakan seorang pangeran bahkan kini aku sudah menjadi seorang raja, Raja dari kerajaan Alengka,” kata Rahwana.
“Pergilah iblis! Ku tidak akan pernah mendapatkan apa yang kau mau! Aku tidk akan sudi menikah dengan iblis sepertimu. Aku sudah memiliki suami yang merupakan seorang Pangeran sepertimu,” kata Putri Shinta.
“Suatu saat aku akan membawamu pergi! Kau harus ingat itu!” seru Rahwana.
Putri Shinta hanya bisa menggelengkan kepalanya, “Kau tidak akan pernah bisa melakukannya. Dengan tubuhkmu yang besar, masuk ke dalam istanakupun kau tidak bisa,” kata Putri Shinta. Kaliamat yang dikatakan oleh Puti Shinta memamng menyakitkan. Kalau aku jadi raksaksa itu, aku tentulah sudah murka. Namun, Raksaksa itu hanya bisa menatap Putri Shinta dengan tatapan yang sendru. Tatapan yang lebih mirip[ pada orang yang merasa sedih.
“Putri Shinta pun langsung masuk ke dalam istana, aku dan Annaliese hanya bisa berlari mengikuti Putri Shinta. Bulu kudukku dna juga Annaliese benar-benar meremang. Bagaimana mungkin ada seorang raksaksa seperti itu?
Kami benar-benar meras aini semua tidak masuk akal.
“Terima kasih, Badrun, Annaliese, masuklah ke kamr kalian. Aku bisa menjaga diriku sendiri,” kata Putri Sinta yang langsung berjalan cepat menuju ke kamarnya. Aku dna Annaliese pu saling pandang dan memilih untuk masuk ke dalam kamar lagi.
Sesampainya di dalam kamar, aku dan Annaliese pun langsung bersiap untuk mengobrol. Aku duduk di atas ranjang begitu juga dengan Annaliese.
“Kira-kira siapa raksaksa tadi? Mengapa dia menyebt kalau dia adalah seorangr aja dari Alengka? Tanyaku.
Annaliese terdiamj, “Aku tahu siapa dia,” kata Annaliese.
Akupun sontak langsung menoleh ke arah Annaliese, “Siapa?” tanyaku.
“Dia adalah Rahwana,” jawab Annaliese.
Annaliese adalah hantu perpustakaan, dia tentulah mengerti sejarah tentang zaman ini, aku bisa menebaknya kalau dia mengetahuinya karena banyak membaca selama menabat sebagai hanti di perpustakaan sekolah.
“R-rahwana? Bukakah dia seorang yang gagah?” tanyaku.
“Rahwana adalah raksaksa, bahkan bahkan bisa dibilang iblis.” Terang Annaliese.
“Ntah apa yang harus kita pesahkan di sini,” kataku mengeluh.
“Iya, Badrun. Aku pun berpikir seperti itu. rAsanya aku ingin menyerah saja,” kata Annaliese.
“Tidak, kamu tidak boleh menyerah. Kita harus bisa melewati ini semua,” kataku.
Annaliese pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja.
“Jadi, sebenarnya orang yang seharunya menikah dengan Putri Shinta itu adalah Rahwana bukan Pangeran Rama?” Annaliese.
“Kalau aku dengar dari percakapan antara Putri dan raksaksa maksudku Raja Rahwana itu memang benar.” Terangku.
“Ini semua semakin sulit,” jawab Annaliese.
“Iya, sangat sulit namun biarlah ini semua terjadi yang penting kita tidur dan beristirahat dulu,” kataku.
Aku beranjak dari ranjang dna mulai tidur di bawah, di lantai yang tidak beralaskan. Annaliese mengambil selimut dan menjatuhkannya di sampingku. “Tidurlah di sana, Badrun. Aku tidak mau kmelihat kamu sakit,” katanya.
Aku pun menurut, “Terima kasih,” kataku.
***
Keesokkan harinya, aku tengah berada di area penamanhan, di sana sudah ada Pangeran Rama yang memang tengah memanah. Annaliese pun sama, dia tidak pernah lepas dariku kelcuali buang air atau mandi.
“Kau tahu, Badrun? Apa hal yang sangat sulit dilakukan olehku?” tanya Pangeran Rama mengakku mengobrol.
“Apa, Pangeran?” tanyaku.
“Memanah,” jawab Pangeran Rama.
Aku tentu merasa tertarik dengan percakapan ini, aku harus mendapatkan informasi mengenai apakah apa yang dikatakan oleh Raja Rahwana memang beanr adanya.
“Bukankah, Pangeran sangat pandai dalam hal memanah? Itu pula bukan yang membuat pangeran akhirnya menikah dengan Putri shinta?” tanyaku.
“Ntahlah,” jawab Pangeran Rama.
Pangeran Rama pun melepaskan bidikannya. Seketika anak panah itu melesat begitu saja. Aku buru-burur menoleh ke arah Annaliese, begitu juga Annaliese. Kita seakan memiliki pikiran yang sama.