siapa itu

1986 Words
Hari-hari Rania awali dengan rasa syukur, dia bersyukur di beri hidayah dan kesempatan untuk bertaubat setelah insiden yang sangat mengerikan beberapa bulan lalu bahkan Rania di beri kesempatan untuk tidak mengingat kejadian kelam tersebut. "Teh, di depan aya lalaki? sahanya?" tanya Siti yang masuk ke kamar anaknya. Rania yang sedang siap-siap mau mengajar pun di buat heran. "Saha Ambu?" tanyanya balik. "Duka Ambu ge, tapi asa wauh tapi duka saha?" Rania yang penasaran pun berjalan menuju ruang tamu, dia pun mengintip di balik jendela. Tapi tak terlihat wajahnya karena laki-laki itu menghadap ke arah halaman. "Sahanya Ambu, Nia kan gak punya temen cowo." gumamnya. "Atuh samperken." titahnya. Rania pun memberanikan diri untuk menghampiri laki-laki tersebut. "ceklek." Laki-laki itu pun langsung berbalik saat mendengar suara pintu terbuka. "Assalamualaikum." "Walaikumsalam." sahut Siti, karena Rania malah terbengong dengan kedatangan laki-laki tersebut. "Masyaallah, sugan Ambu teh saha. Gening den Ilham. Masuk Den." ucap Siti mempersilahkan tamunya masuk. "Enya Ambu, teu lami. Bade masihken oleh-oleh buat Ambu sareng... Rania." ucapnya sambil menunduk. Siti langsung mengambil oleh-oleh tersebut, dia tersenyum senang menerimanya. "Ilham pamit dulu Ambu, Assalamualaikum." "Ehh moal masuk hela?" "Nanti saja Ambu, Ilham masih ada urusan. Assalamualaikum." "Walaikumsalam." jawab Siti, Rania masih saja diam mematung melihat Ilham yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Dia menghela nafas, sungguh Rania tau maksud dari Ilham ini apalagi laki-laki ini bukan hanya sekali seperti ini. Setelah Bu Ida pulang Umroh, Rania orang pertama yang di beri oleh-oleh. Seperti sekarang, Ilham baru saja pulang dari Yogyakarta dan Rania yang jadi orang pertama yang dapat oleh-oleh. "Jiga na Den Ilham teh suka ka kamu Teh." goda Siti sambil melihat isi di dalam tas jinjing pemberian Ilham. "Ambu Nia berangkat dulu." pamitnya sambil mengecup tangan sang Ibu. Dia malas kalau harus membahas Ilham apalagi masalalu yang kelam membuat Rania tak percaya diri untuk membuka dirinya. *** Sesampainya di sekolah, seperti biasa dia langsung masuk ke ruang guru lalu langsung mengajar anak-anak. "Assalamualaikum anak-anak." sapa Rania. "Walaikumsalam Bu guru Nia." sahut mereka semua kompak. "Sudah baca iqro?" tanyanya. "Sudah, sama bi guru Siska." jawab mereka kompak. "Baiklah sekarang kita nyanyi lalu berdoa, ayo anak-anak." ajak Rania. Anak-anak yang sedang masa pertumbuhan begitu senang saat Rania mengajak anak-anak tersebut untuk bernyanyi. "Satu jari kanan... satu jari kiri.. Kugabung menjadi dua.. ku buat lingkaran." anak-anak langsung mengikuti Rania bernyanyi. Pembawaan Rania yang ceria membuat anak-anak sangat menyukai Rania, tentu saja semua guru ikut senang karena biasanya anak-anak sangat susah dekat dengan orang baru tapi mereka malah sebaliknya dan terbilang sangat lengket pada Rania. "Lima jari tangan..lima jari kiri ... Kugabung menjadi sepuluh ku siap berdoa.. Ayo kita berdoa mulai." Anak-anak pun langsung mengikuti Rania membaca doa sebelum belajar, tanpa Rania tau kalau ada sosok laki-laki yang sedang menatapnya kagum. "Kamu belum pulang Ham?" tanya Bu Ida. "Iya mau Bu, Assalamualaikum." Ida yang melihat anaknya pun hanya menggelengkan kepalanya. *** Rania beristirahat di ruang guru sebelum pulang ke rumahnya . "Ran, Nanti lusa di rumah Ibu ada acara pengajian. Kamu ikutkan?" tanya Bu Ida. "Insyaallah Bu, Saya datang." jawabnya ramah. "Iya, yang lain juga pada mau datang." ucapnya. Setelah mengobrol Rania pun berpamitan untuk pulang, namun sebelum pulang dia mampir dulu ke toko buku. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Rania pun membayarnya. Rania kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah, di tengah jalan tiba-tiba saja motor mogok. "Ehh ehhh kenapa ini." panik Rania, untuk saja ini perjalanan kampung sehingga tidak terlalu ramai seperti jalanan kota. "Lah ini kenapa lagi." gumam Rania, mana rumah masih jauh tapi motor malah mogok mana dia gak paham mesin. Rania celingukan mencari bantuan tapi yang ada hanya hamparan sawah. Dengan nafas yang berat terpaksa Rania mendorong motornya mencari bengkel. Sudah panas, gerah, lelah motor mogok apa gak double lelahnya. "Perasaan bengkel banyak deh, kenapa pula pas di cari jadi pada hilang gini." gerutu Rania, mana jauh dari pemukiman lagi. "Rania." Rania yang di panggil pun langsung menoleh. "Ehh Mas Ilham." sahut Rania. "Motornya kenapa?" tanya Ilham, dia pun turun dari motor menghampiri Rania. "Mogok Mas," jawabnya singkat. "Bengkelnya masih jauh, kamu bareng aku aja biar nanti motor kamu di bawa orang bengkel." ucap Ilham. "Gapapa Mas, Saya dorong aja nanti juga ketemu bengkel." jawabnya. "Udah ayo, bengkelnya masih jauh." ajak Ilham sedikit memaksa, Rania yang sudah lelah pun menuruti Ilham dan naik ke atas motor. Ternyata memang bener bengkelnya masih jauh, Rania meringis kalau saja dirinya terus mendorong apa gak gempor ini kakinya. "Makasih ya Mas Ilham." ucap Rania setelah sampai di depan rumah. "Gak usah sungkan, nanti besok aku jemput ya ." ucapnya, dia pun langsung pergi tanpa mendengar penolakan Rania. "Teteh motornya mana?" tanya Siti. "Mogok Ambu." jawabnya sambil menyalami ibunya dan masuk ke dalam rumah. "Hah terus sekarang kemana motornya,kamu buang?" tanya Siti sambil mengekori Rania. "Atuh nggak Ambu, Rania ke bengkelin." jawabnya sambil menyimpan tasnya. "Eh kamu ko bisa deket sama anak Bu Ida sih?" tanya Siti yang kini sudah duduk di ranjang Rania. "Kebetulan ketemu di jalan , dia nawarin buat nganterin aku." jawab Rania apa adanya, dia pun membuka bajunya untuk berganti baju tapi Rania pun menoleh ke arah Ibunya. "Nia mau ganti baju dulu, Ibu keluar dulu." "Yaelah, Ibu tuh udah tau semua isi kamu. Emang siapa yang cebokin kamu waktu kamu bayi, pake acara malu segala." "Tapikan Nia malu bu, udah ah ibu keluar dulu." Rania pun menutup pintu kamarnya setelah sang Ibu keluar dari kamarnya. Siti pun menuju ke belakang untuk melanjutkan pekerjaannya yaitu membersihkan singkong yang akan di jual. Rania pun langsung merebahkan tubuhnya setelah berganti baju, dia pun melihat sosial media dengan akun fake-nya. Meskipun sudah hengkang dari dunia gelap tapi dia juga masih ingin tau kabar terkini di kota, apalagi mantan sugar Daddynya di penjara. Apa sekarang sudah bebas, Ternyata tak ada kabar apapun, bahkan Salsa pun tidak ada. Rania pun mematikan hpnya lalu menghampiri sang ibu yang sedang membersihkan singkong yang akan di jual karena banyak tanah yang menempel setelah kemarin hujan deras. "Ini mau di jual kemana Bu?" tanya Rania. "Ke Kong Ujang, Mau di buat tape." jawabnya. "Emang masih jualan tape sampe sekarang?" tanya Rania. "Masih, bahkan sekarang tapenya jadi oleh-oleh orang yang mau ke kota." jawabnya. "Hebat juga ya, aku kira udah nggak bikin tape lagi." "Ehh Nia, kamu jangan terlalu dekat ya sama Den Ilham." "Kenapa emang bu?" tanya Rania heran, padahal beberapa waktu lalu ibunya begitu senang. "Den Ilham itu udah punya tunangan, Ibu gak mau kalau kamu di labrak sama tunangannya." Rania pun langsung terdiam mendengar ucapan sang Ibu, lagian dia juga tak suka dengan laki-laki bernama Ilham itu. *** Rania dan para guru pun kini menuju rumah Bu Ida, bersyukur karena motor Rania tak lama di bengkel sehingga dia bisa bawa motor sendiri karena setelah ini dia ingin langsung pulang. "Emang Bu Ida sering ngadain pengajian kaya gini ya?" tanya Rania. Mereka pun memarkirkan motor di tempat yang cukup sejuk. "Iya dua Minggu sekali, tapi katanya pengajian kali ini sekalian kenalin calon mantunya." jawab Bu Ike, Mereka pun masuk ke rumah Bu Ida. Tentu saja langsung di sambut langsung tuan rumah. "Ayo masuk-masuk." ajak Bu Ida. Rania dan yang lainnya pun ikut masuk lebih dalam ke rumah Bu Ida yang terbilang cukup luas dan besar. Dari jauh Rania pun melihat Ilham yang sedang ngobrol entah dengan siapa, sepertinya dengan tunangannya itu. Apa Rania sakit hati, jawabnya tentu saja tidak. Meskipun belakang ini Ilham begitu baik dan perhatian tapi Rania sadar diri akan dirinya bahkan sebelum berharap lebih dia sudah di beri sadar kenyataan ini. "Rania sini." panggil Ilham. "Sebentar Bu, Saya ke sana dulu." pamit Rania. "Ayu, kenalkan Ini Rania. Kalian pasti ingat deh, kan kalian dulu sekelas waktu SMP." ucap Ilham, Orang yang di panggil Ayu pun menelisik ke arah Rania seperti mengingat-ingat. "Oh Rania yang gak pernah ganti serangam itu bukan sih?" tanya Ayu memastikan, Rania pun meringis, kenapa pula yang di ingat malah itu. "Haha iya itu, kamu tau gak waktu pertama kali aku liat. Aku ampe pangling ternyata emang Rania itu." jawab Ilham sampai terkekeh. Ayu pun kembali melihat ke arah Rania, tentu saja Rania yang dulu dengan Rania yang sekarang jauh berbeda karena Rania yang sekarang begitu cantik,bersih dan tinggi. "Ehh Nia, ini ayu calon istri ku." "Iya Mas, ehh aku ke sana dulu ya gabung sama guru yang lain." pamit Rania, dia sudah tak nyaman dengan situasi ini. Ilham memang humble, harusnya dari awal Rania tau itu. Tapi dia juga sadar diri siapa dirinya. Pengajian pun di mulai , sebenarnya ini bukan sekedar pengajian tapi acara syukuran sekaligus acara pengenal menantu Bu Ida. Tentu saja berkat yang di bawa pun tak sedikit, bukan hanya makanan saja Bu Ida juga mengistimewakan guru yang datang dengan memberikan sembako. Kan lumayan, Ibunya di rumah jadi tak perlu belanja karena dapat dari Bu Ida . Sesampainya di rumah Rania langsung mandi karena dia cukup gerah, dia juga ngantuk dan akan tidur dulu sebentar sebelum mengoreksi tugas anak muridnya yang semakin hari semakin cerdas saja. *** Rania menatap anggota keluarga yang kini sedang menonton televisi setelah makan, Rais yang bercanda dengan Ikbal. Ambu dan Appa yang sedang bercerita keluh kesah seharian. Rania tersenyum, harusnya dia seperti ini sedari dulu. Rania menunduk, umurnya semakin hari semakin bertambah apalagi ini kampung bukan kota yang anak gadis yang sudah 20 tahun belum menikah di sebut perawan tua. Bahkan sekarang bapak sudah menjodohkan-jodohkan dirinya dengan laki-laki di kampung ini, jika dia masih gadis mungkin Rania akan menerimanya tapi dia sudah tak suci lagi apalagi kesucian hilang saat masih SMA. "Teteh tadi anak Bu RT nitip salam." ucap Asep, bapak Rania. "Rania belum mau nikah Appa." jawabnya. "Atuhkan kalian bisa deketan dulu, gak usah langsung nikah kalau cocok baru." usulnya. "Iya Teh, anaknya Pak handoko juga nanyain kamu." timpal Siti. Rania ini jadi kembang desa setelah pulang dari kota, namun Rania yang sudah seperti ini membuat Rania tak ingin membuka hati secepatnya. "Anak-anak seusia kamu udah pada nikah, bahkan udah pada punya anak tiga." ucap Siti yang kini berpindah duduk ke dekat Rania. "Tapi kan Nia belum pengen nikah atuh Bu." jawabnya. "Kamu gak itu-kan?" tanyanya sambil menatap sang anak, Rania yang di tatap seperti itu pun tentu saja gugup. "Kamu gak suka cewek kan Teh?" tanya Siti lagi. "Astaghfirullah atuh nggak Ibu." jawab Rania sambil mendelik. "Ya sugan gitu, soalnya kamu kan lama tinggal di kota. Ambu takut kamu tercemar pergaulan di sana." ucap Siti. Rania pun hanya diam, mana berani dia ngomong kalau dirinya juga sudah tercemar pergaulan bebas di kota tapi semua itu hanya bisa Rania ucapkan dalam hati. "Kalau kamu belum ada calon cepat kenalin ke Appa sama Ambu, ambu teh udah pengen gendong cucu." ucapnya sambil tersenyum. "Atuh Ambu we bikin ade lagi ,kan ambu masih muda bisalah buat satu ade lagi." jawab Rania. pletak.. Rania mengusap keningnya yang di jitak sang Ibu. "Sembarangan aja kamu, Ambu teh udah steril setelah melahirkan Rais." ketusnya jutek. "Ya kali aja bisa gitu." gumamnya sambil meringis. "Dasar ya kamu ini, tapi kalau Appa yang cariin jodoh buat kamu. Kamu mau gak?" tanya Asep kali ini. Rania pun menghela nafas, padahal tadi sudah bilang gak mau nikah tapi malah di cariin calon. "Terserah Appa-lah Nia mau istirahat dulu." "Yasudah kamu istirahat dulu aja sana." Rania pun hanya menggelengkan kepalanya, dia pun masuk ke dalam kamar. Tak lupa dia pun mengunci pintu kamarnya , apa Rania bisa lepas dari s*xs setelah pulang kampung. Tentu saja jawabnya sulit, namun dia berusaha untuk tidak melakukan itu. Rania memijat keningnya yang pusing, s*xs sudah seperti kebutuhan untuknya tapi dia sedang berusaha menjadi wanita yang baik-baik sekarang. "Tapi gue kepengen, apa gue nonton aja kali ya." gumam Rania pelan, Rania pun mengintip ke arah pintu yang sudah di kunci. Dia pun browsing mencari vidio di saat sedang asyik-asyiknya tiba-tiba saja ada yang mengetuk jendela kamarnya membuat Rania yang akan pelepasan pun langsung mengerjap. "Siapa itu." Rania langsung mematikan hpnya, dia pun merapihkan baju lalu melihat ke arah jendela. deg "Ehh Mas Ilham ngapain ke sini?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD