Anak Bu Ida

1501 Words
Rania menatap layar tv di depannya dengan tatapan dingin, dimana di sana sedang menyiarkan berita tentang penangkapan pejabat daerah yang ketahuan korupsi, bahkan semua keluarganya di periksa KPK. "Gaya saja elit padahal pake uang rakyat, begini-nih yang bikin sengsara rakyat." komentar Ikbal, adik laki-laki tertua Rania. "Iya astaghfirullah, semoga orang-orang seperti itu di hukum setimpal-timpalnya." sahut Siti. Rania hanya diam saja tak mengomentari berita di tv, padahal dia sangat tau orang yang sedang jadi topik tersebut, mantan sugar Daddy-nya dulu. Tangan Rania mengepal kuat di balik bajunya saat melihat anak laki-laki yang sudah membuatnya trauma kini menunduk di ringkus polisi. "Bu, Rania istirahat dulu." ucapnya langsung pergi ke kamar. Siti dan anak-anak masih melihat berita di depan, sedangkan Rania sudah merebahkan tubuhnya di ranjang sambil menatap langit-langit kamarnya. Dia menghela nafasnya , padahal Rania sangat enggan melihat yang berkaitan dengan masalalunya tapi semua itu seperti datang sendiri padanya,seperti berita yang baru saja dia tonton dan itu semua seperti mengorek masalalunya. *** Mau Rania menutup telinganya dan tak melihat sosmed pun berita itu langsung menyebar ke masyarakat, bahkan saat Rania akan mengajar pun. Ibu-ibu yang berkumpul untuk mengantarkan anaknya pun kini sedang membicarakan pejabat daerah tersebut. "Gila ya, pantas saja gayanya elit padahal hasil korupsi." ucap Ibu-ibu. "Iya bener, kalau gitu mah kita juga bisa. Kita harus kasih tau suami-suami kita biar gak bayar pajak. Mending uangnya buat beli seblak dari pada ngasih makan pejabat kaya gitu." sahutnya menggebu. "Iya bener, gila kali ya. Yang bikin syok tuh satu keluarga itu ikutan masuk penjara karena mereka ikutan make itu uang." "Nauzubillah ya, semoga keluarga kita di jauh dari uang haram kaya gitu." "Assalamualaikum Bu ibu." ucap Rania menghentikan obrolan ibu-ibu. "Walaikumsalam, Bu guru cantik. Eh buru anak saya jadi semangat sekolah loh sekarang." ucap Ibu bernama bu Lilis. "Oh ya, Alhamdulillah kalau begitu." jawabnya tersenyum. "Iya, katanya bu gurunya asik suka ngasih hadiah. Jadi anak Saya semangat banget, padahal dulu di bangunin aja susah tapi sekarang bangun sendiri." "Alhamdulillah kalau begitu , Maaf ya Bu ibu Saya masuk dulu, sudah waktunya baca iqro." pamit Rania sopan. Ibu-ibu yang tadi bergosip pejabat daerah kini berganti menjadi menggosipkan Rania. "Dulu tuh dia sering di bully loh Bu Ibu, makannya dia sekolah ke kota." ucap Bu Kokom yang seumuran dengan Rania tapi sudah punya anak dua. "Oh ya, emang ceu kokom sekolahnya bareng.?" tanya Bu Iim. "Iya bareng, dia dulu gak secantik itu, baju juga kucel kaya baju sobek di jait lagi." ucapnya. "Oh ya, tapi sekarang jadi beda banget ya. Cantik, bersih bahkan rumah orang tuanya aja di renovasi." "Iyaa, aku ko jadi pengen nyekolahin anakku ke kota biar kaya Bu Rania." Obrolan itu pun tak berhenti di sana karena pun terus bergosip ini itu sampai anak-anak mereka pulang sekolah, tak hanya bergosip mereka juga menjeda dengan makan bersama. Tak ayal Ibu guru pun mendapatkan bagian, seperti sekarang Rania sedang ikut makan dengan ibu guru yang lain. "Bu Rania waktu kuliah ambil jurusan apa?" tanya Bu Siska. Rania yang sedang makan pun langsung menghentikan suapannya. "Manajemen Bu, tapi ya gitu gak sampe lulus karena Saya sudah kangen tinggal di kampung." jawabnya sambil tersenyum tipis. "Oh ya, Saya mah ambil jurusan guru karena emang pengen jadi guru." jawabnya. "Tapi ya gitu, ekonomi gak memadai jadi berhenti di tengah jalan." sambungnya sambil terkekeh. "Tapi sekarang jadi guru Bu." timpal Bu Ike. "Iya Alhamdulillah." sahutnya lagi, Rania hanya mendengarkan, setelah makanannya habis dia pun pamit pulang karena sudah siang dan sudah mendekati Dzuhur. *** Sesampainya di rumah Rania langsung istirahat, Rais yang sudah pulang pun langsung menyodorkan air minum . "Makasih ya Is, mana Ikbal?" tanyanya. " A Ikbal belum pulang Teh." jawabnya. "Ambu juga belum pulang?" tanyanya lagi. "Udah, tapi lagi ke warung." jawabnya. Rania pun hanya menganggukkan kepalanya, dia pun menyalakan tv untuk melihat berita. Lagi-lagi berita kemarin, namun ada yang membuat Rania langsung menegang. 'PEJABAT DAERAH ITU JUGA SERING MEMBERIKAN UANG HASIL KORUPSINYA UNTUK PARA WANITA PANGGILAN' Deg.. Jantung Rania seperti berhenti berdetak melihat berita tersebut, bagaimana ini. Bagaimana kalau polisi mencari dirinya dan orang tuanya tau. Rania pun menonton tv dengan serius, bahkan dia saja tak tau saat Ibunya lewat. Rania benar-benar ketakutan, tapi matanya membulat melihat ternyata bukan hanya dirinya simpanan laki-laki itu. "Lagian aku udah buang hp dan Atm itu, semoga saja Salsa gak make atm itu dalam waktu dekat." gumam Rania pelan. "Teteh ngomong apa?" tanya Ambu Siti membuat Rania mengerjap kaget. "Astaghfirullah Ambu, nggak ini Rania lagi liat berita aja." jawabnya sambil tersenyum, dia pun mematikan tv-nya. "Atuh meni serius kitu, bantuan Ambu masak yu." ucapnya sambil tersenyum. "Kedap Ambi, Nia ganti baju dulu." jawabnya. Rania pun langsung masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju karena dia baru saja pulang ngajar. *** Rutinitas Rania yang dulu kuliah, main, dan cari uang kini berganti menjadi guru, pulang ngajar bantu-bantu di rumah. Ya, dia sedang membantu Ibunya memasak. Untung saja saat di kota dia terbiasa memasak sendiri jadi dia tak kesulitan atau sok kaya dengan gak bisa motong bawang karena pedas. "Kamu bisa masak sayur kan." ucapnya. "Bisa Bu." jawabnya. "Yasudah, kamu masak sayur. Ambu mau goreng Ayam." ucapnya. "Tumben Ambu masak banyak hari ini?" tanya Rania sambil memasukan satu persatu sayur sesuai urutan agar nanti sayuran itu matang merata. "Iya atuh, Ambu kan hayang syukuran karena Teteh udah balik lagi." jawabnya senang, Rania yang mendengarnya pun langsung berhenti mengaduk sayur. Makanan pun kini sudah siap, bahkan formasi makan pun sudah lengkap. Ada Ibu, bapak, Rais dan Ikbal. Kebahagiaan yang selalu Rania nantikan dan sekarang akhirnya bisa terwujud. Rania pun mengambil piring dan mengisi piringnya, emmm begitu nikmat masakan Ibunya yang tak pernah dia rasakan sejak lama. Yang lain pun sama, mereka sampai nambah mengambil nasi dan lauk saking nikmatnya dengan masakan Ambu Siti. "Ini teh Rania yang bantu Ambu masak loh Pak." ucapnya. "Oh ya, pantesan meni enak kiye." ucapnya. "Enya-nya pak, meni nikmati. Tos lami teu kiye semenjak Rania ka kota." ucapnya sendu, Rania pun melihat kedua orang tuanya. "Atos atuh Ambu, Appa. Kan Nia juga udah balik lagi ini." jawabnya. "Tapi pan Ambu teh kangen wae ka Teteh, Ambu teh khawatir tika teu nafsu makan mikiran Teteh di kota, sien kunanaon, sien Teteh kalaparan diditu, Sien Teteh kena pergaulan bebas, Nauzubillah." "Teteh jaga diri Teteh Pan diditu?" tanyanya. Deg.. "Emm atuhh nya Ambu." jawabnya Gugup. "Alhamdulillah ari kitu mah, Awewe mah kudu bisa jaga diri komo deui kahormatan soalna eta nu mawa kahormatan keluarga. Lamun Teteh bisa jaga kahormatan nu kasebut Ambu jeng Appa. Alhamdulillah Ari Teteh bisa jaga diri mah." ucapnya senang, Rania tersenyum miris bagaimana kalau orang tuanya tau kalau dirinya sudah tak gadis lagi bahkan beberapa kali menjual dirinya pada pria kaya. Rania tak bisa membayangkan rasa kecewa kedua orang tuanya. *** Rania termenung didalam kamar setelah pembicaraan tadi dengan kedua orang tuanya. dia jadi takut, bagaimana kalau orang tuanya tau dan apa bisa dia memiliki suami yang mencintai diri yang sudah begini. Rania terus saja melamun, bahkan dia baru saja tersadar saat suara Adzan magrib berkumandang. dia langsung mengambil air wudhu, dia langsung melaksanakan sholat magrib lalu sholat taubat. Dia memohon Ampun pada sang pencipta atas segala dosa-dosanya di masalalu. Setelah sholat Rania pun langsung mengecek tugas anak-anak TK-nya. Bahkan anak yang baru berusia lima tahun dan enam tahun ini begitu pintar-pintar sekarang. Jaman sudah beda, padahal dulu usia segitu Rania masih asik bermain belum memikirkan belajar. Tapi anak-anak zaman sekarang sudah pada cerdas-cerdas dan pintar-pintar, bahkan baru kelas satu SD aja sudah harus bisa baca. Benar-benar... Rania baru saja istirahat setelah jam menunjukkan pukul sembilan malam, matanya sudah benar-benar ngantuk dan tubuhnya begitu lelah. *** Rania menghentikan motor seperti biasa di parkir kecil karena hanya guru saja yang membawa motor, namun kali ini ada yang berbeda karena Ibu-ibu begitu ramai dari biasanya, ada apa gerangan. "Ibu-ibu, ada apa ini rame sekali?" tanya Rania. "Ahhaahaha itu lagi pada gerubunin anaknya Bu Ida, meni tampan." sahutnya. Kening Rania mengerut, dia pun berjalan menuju ruang guru tanpa memperdulikan kericuhan ibu-ibu. "Gak ikutan kamu Ran?" tanya Bu Ike. "Nggak ah Bu, Saya kan mau ngajar." ucapnya sambil membawa buku . Bu Ike pun tersenyum melihat Rania yang cuek bebek seperti itu. "A Ilham meni ganteng, tos boga kabogoh acan?" tanya Ibu-ibu. Ilham yang di tanya pun hanya diam sambil tersenyum. "Saya gak boleh pacaran sama Ibu, kata Ibu kalau cocok langsung ajak ke rumah saja." jawab Ilham kalem membuat Ibu-ibu mereog. "Ilham kamu pulang saja, nanti jemput lagi." titah Bu Ida. "siap Bu, Ibu-ibu punten nya. Ilham pulang dulu." ucapnya sopan. "Bu Ida meni ganteng anakna." Bu Ida pun hanya tersenyum lalu kembali masuk ke kelas. Rania begitu fokus membuat kerajinan tangan dari kertas origami, apalagi anak-anak begitu suka dan antusias. "Kata Ilham, kalian pernah bertemu ya?" tanya Bu Ida sambil tersenyum ke arah Rania. Kening Rania pun mengerut, dia saja tak kenal dengan anak Bu Ida kapan ketemunya coba. "Katanya kamu hampir nabrak dia waktu itu." deg.. Rania sekarang baru ingat dengan sosok Ilham itu, tapi dia juga lupa wajahnya karena hanya bertemu saat itu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD