When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Seperti tersambar petir, Sam langsung menoleh menatap Ganesh yang sedang bermain mobil-mobilan di pasir taman bersama Kenes. Otaknya seperti blank. Jantungnya berdetak menggila seperti mau meledak. Air matanya meleleh keluar begitu saja. Kalau Ganesh cucunya, bukankah Darin yang baru sebulan lebih meninggal karena kecelakaan itu adalah anak yang selama ini dia cari. Tubuhnya gemetar menahan tangis. Sakit, seperti ada pisau yang mengorek-ngorek dadanya. Dia selalu berharap bisa menemukan Rasmi dan melihat anaknya, meski hanya sekejap. Setidaknya tahu mereka hidup dengan baik dan melihat seperti apa anak yang tidak pernah dilihatnya itu. “Sam …,” panggil Ibra begitu melihat ayah Liam tiba-tiba bangun dan melangkah menghampiri Ganesh. Bocah itu terlihat bingung saat Sam bersimpuh memelukny