When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Pintu tertutup rapat, sama seperti nalar mereka yang sudah terhalang hasrat. Masih dengan bibir saling pagut, Liam mendorong pelan Shera yang masih sempat gugup terkungkung di pelukannya. Menggiringnya mundur hingga langkah mereka terhenti di tepi tempat tidur, baru dia melepaskan ciumannya. Mata mereka saling beradu, Shera tidak tahu lagi harus mengusir Liam keluar, atau membiarkan iparnya ini melanjutkan kegilaan mereka. “Jangan minta aku berhenti, apalagi keluar dari sini! Aku sudah gila menginginkanmu, Shera!” Gila! Iya, Shera juga merasa otaknya sudah tidak waras lagi sampai membiarkan Liam menyentuhnya. Dan sialnya, dia malah menikmatinya. Meringis menggigit bibir karena gugup, Shera pikir telinganya salah dengar kalau yang tadi itu adalah ciuman pertama Liam. Sulit dipercaya, Lia