Leonard baru saja tiba dirumahnya. Terlihat sang Mama yang kini tengah duduk santai diruang tamu dan kembali menatapnya tajam.
"Assalamu'alaikum," salam Leonard seraya berlalu kekamarmya seperti biasa.
"Wa'alaikumussalam. Leon tunggu. Kemari sebentar," pinta Mama.
Dengan malas Leonard memutar balik badannya seraya memutar bola matamya jengah. "Ada apa Ma?"
"Duduk dulu," pintanya lagi.
Leonard mulai duduk bersebrangan dengan sang Mama dan tak sedikit pun menatapnya. "Ada apa Ma? Leon kepengin istirahat," tanya Leonard sinis.
"Mama ingin bicarakan soal jodoh kamu,"
"Ma bisa kan kita bicarakan hal ini setelah Leon bersih-bersih atau besok pagi saja? Leon capek Ma! Leon kepengin istirahat!"
Plak..
Satu tamparan keras mendarat dipipi Leon. Kini pipinya mulaj memerah dan airmata mulai menggenang dikedua pelupuk matanya.
"Beraninya kamu bentak Mama!" bentak Mama dengan nada tinggi.
Leon pun tak lagi berkata dan hanya menikmati rasa sakit dipipinya kini.
"Mama hanya ingin kamu cepat pergi dan tinggal dirumah pemberian almarhum Papa! Mama muak lihat muka kamu Leon! Mama muak ngerti kamu! Dan sekarang, disaat kamu sudah waktunya pergi kamu terus saja menundanya dan Mama gak pernah punya daya untuk mengusir kamu!" maki Mama yang lagi-lagi dengan nada tinggi juga menusuk hati Leon.
"Papa gak akan tau kok Ma sekali pun Leon meninggalkan rumah ini sebelum Leon genap tigapuluh tahun. Juga sebelum Leon memiliki pasangan. So, cukup berikan saja kunci rumah itu dan Leon bisa segera angkat kaki dari rumah ini!" ucap Leon yang akhirnya angkat bicara.
Mama semakin menajamkan tatapannya seraya menggelengkan kepalanya. "Kamu ini bodoh sekali ya ternyata! Kamu pikir semudah itu! Kamu pikir Papamu gak punya mata-mata yang selalu mengawasi kita! Ulang tahun kamu yang ketigapuluh sudah semakin dekat! Jika memang kamu tidak sanggup menemukan wanita itu. Itu artinya kamu sudah siap untuk menggembel dijalanan dan kehilangan semuanya dari Papamu!"
"Okkay jika memang itu mau Mama! Leon Menyerah Ma! Leon akan segera pergi dari rumah tinggalin semua yang Leon punya! Puas Mama!" ucap Leon seraya berlalu pergi. Walau sebenarnya dihati kecilnya, ia tak akan pernah merasa siap untuk meninggalkan segala pemberian Papanya. Sebab ia tak ingin jika semua itu akan jatuh ketangan Mamanya yang selama ini begitu jahat kepadanya.
"Kamu gak akan bisa melakukan hal itu Leon! Sampai kapan pun gak akan bisa!" pekik Mama namun tak sedikit pun Leon mengindahkannya. Mama mengatakan hal itu karena Mama tidak akan mendapatkan sepeser pun harta dari suaminya jika Leon meninggalkan rumah sebelum menikah juga belum genap tigapuluh tahun. Semua itu telah tertulis didalam surat wasiat yang telah suaminya buat. Dan hanya ia juga orang kepercayaan suaminya yang mengetahui hal itu.
***
Leon rebahkan tubuhnya diatas ranjang king size miliknya.
Aaaaaaaaaaaaaaargh!!!!
Teriak Leonard yang merasa begitu frustrasi.
"Gue gak mau jadi gembel! Gue juga gak siap harus merelakan semua milik gue menjadi milik seorang wanita yang gak pernah sayang sama gue! Gue harus gimana sekaraaaaang! Gue harus apaaaaa!
"Kenapa Mama gue sendiri yang begitu menekan gue! Kenapa Mama gak pernah bisa berdamai dengan masalalunyaaaa! Kenapaaaaaa!" umpat Leonard seraya melempar bantal juga menendangi selimut yang berada diatas ranjangnya. Hingga kini ranjangnya begitu berantakan.
"Andy. Gue harus nemuin Andy sekaang. Ya, siapa tau Andy punya solusi untuk gue," lanjut Leonard seraya berlu kekamar mandi.
Setelahnya Leonard segera bersiap untuk menemui Andy ditempat yang telah ia tentukan sebelumnya. Yakni disebuah cafe tempat biasa Leonard menenangkan diri.
***
Lyora baru saja menyelesaikan solat Isya diatas ranjangnya. Lyora pun mulai menengadahkan kedua tangannya seraya kembali memohon kepada Yang Kuasa agar segera memberikan petunjuk juga jalan yang terbaik untuk dirinya.
"Ya Allah Ya Rabb, jika memang semua peristiwa yang menyedihkan ini datang karena hamba, maka hamba mohon maafkanlah hambamu yang penuh dosa ini. Hiks..hiks.. hamba mohon bukakanlah pintu maafmu yang seluas-luasnya, hiks..hiks.. bantu hamba untuk dapat kembali meluluhkan hati Oma agar Oma bersedia memaafkan hamba. Hiks..hiks.. tuntulah hamba agar hamba selalu berada dijalanmu ya Rabb. Aaamiin Aamiiin Yarabbal Alamiiin. Hiks..hiks.."
Jika mengingat setiap perlakuan Oma padanya. Lyora merasa jika ia tak ada gunanya lagi untuk hidup didunia. Namun jika ia teringat sebuah janji kepada kedua orangtuanya untuk dapat menjadi seorang pengusaha sukses, ia kembali bersemangat juga tetap pada pendiriannya untuk tetap bertahan hidup dan berdikari sendiri membiayai dirinya. Meski kini Lyora sedang dikejar hutang kampus yang semakin membengkak karena beasiswanya yang dicabut sebab saat Vanya kecelakaan Lyora begitu sering membolos. Namun dengan sengaja Lyora tak memberitahu hal ini kepada Vanya yang memang sudah begitu baik padanya.
Kruuuuk..kruuuuk..kruuuk..
Perut Lyora mulai berbunyi. Sejak siang memang hanya segelas jus alpukat yang ia minum. Baru saja sesendok nasi yang masuk ke mulutnya, namun sudah kembali keluar karena memang rasa asam lambungnya yang tengah menaik.
"Apa aku beli jus lagi aja ya. Bu Kinan juga kan kasi aku uang saku untuk malam ini. Yaudah deh aku kekantin aja jalan pelan-pelan. Lagian juga kan badanku udah gak begitu lemas. Yaudah deh aku keluar aja," monolog Lyora yang kini dengan perlahan mulai menuruni ranjangnya.
Lyora berjalan gontai dengan infusan yang ia pegang ditangannya. Airmatanya kembali mengalir sebab melihat seorang wanita seumurannya yang tengah sakit namun didampingi oleh kedua orangtuanya. Setelahnya kembali lagi ia jumpai seorang wanita yang didampingi oleh suaminya. Membuat hati Lyora bagai tersayat jika mengingat hidupnya yang selalu saja tanpa cinta dan kasih sayang. Karena rasa sesak didadanya, Lyora hentikan langkahnya seraya duduk ditepi lorong dengan tatapan yang nanar.
"Mereka beruntung, mereka bisa hidup bahagia bersama orang yang mereka cinta. Gak seperti gue. Aku gak pernah mendapatkan cinta setelah Mama dan Papa pergi. Gue gak lagi tersenyum bahagia seperti tanpa canda tawa dari mereka. Gak ada lagi yang bisa mengerti aku seperti Mama dan Papa.
"Meski pun Gue punya Vanya dan Bu Kinan. Tapi mereka gak sama seperti Mama dan Papa, hiks..hiks.. berharap ada seorang lelaki yang dapat mencintai gue dengan tulus pun hingga kini tak kunjung datang. Ya ampuuuun! Apaan sih kamu Ra! Stop deh terus berangan-angan yang gak pasti begini! Semangat Ra, Lo harus tetap jadi diri lo yang semangat juga pekerja keras!" monolog Lyora seraya mulai bangkit dari posisi duduknya.
Baru saja ia hendak melangkah. Lyora tersandung sebuah batu yang tak ia lihat sehingga hampir saja ia tersungkur kelantai. Karena sebuah lengan kekar yang kini menangakapnya.
***
To be continue