Karena tak ada jawaban dariku mama melanjutkan ceritanya.
"Selang tak lama Mamamu mengetahuinya sendiri, dia sempat frustasi dan pergi dari rumah, ia bercerita semua pada mama. Akhirnya demi kamu ia rela dipoligami, ia tak mau kamu kehilangan kasih sayang seorang Papa. Tiga tahun menjalani poligami Mamamu menyerah, perempuan mana yang rela berbagi hati, karena lelah Mamamu memutuskan pergi, sejak saat itu aku dan Papa tak bisa menemukan keberadaan Mamamu dan kamu."
Kulihat Mama menahan tangis mungkin karena demi aku beliau berusaha tak meneteskan air mata namun akhirnya akulah yang tak mampu membendung air mata yang tertahan sejak tadi, kupeluk erat beliau dan menangis dipelukannya, beberapa kali mama mencium pundak kepalaku dan mengelusnya, air matanya pun menganak sungai. Kami menangis bersama dengan berpelukan.
"Sudah Sayang tak perlu menyesali ataupun membenci yang sudah berlalu, lanjutkan hidupmu, berbahagialah bersama Ardan, insyallah Ardan tidak akan mengecewakanmu, bertahun-tahun dia menunggumu kembali!." sambil mengusap air mataku dan mencium keningku lama.
"Ma.. Aku boleh menanyakan sesuatu!" tanyaku ragu. Beribu pertanyaan menyelinap di otakku tentang Mas Ardan.
"Tentu sayang, katakan apa yang ingin kau ketahui mama akan menjawab semuanya dengan jujur!" jawabnya dengan senyum mengembang dan membelai pipiku lembut.
"Ma... Mas Ardan tau semua ini?" tanyaku dengan gugup.
"Tidak Sayang, Ardan tidak tau tentang semua ini. Oya Aisya kamu mau tau rahasia besar Ardan nggak?" ucap Mama antusias dengan mata berbinar.
"Mau mau ma!" akupun bersemangat ingin mengetahui rahasia suamiku.
"Dulu Mama selalu menganggap suami kamu itu abnormal, mama sampai frustasi mengenalkan cewek-cewek tapi tidak ada satupun yang diliriknya, padahal cewek yang Mama kenalkan semuanya cantik dan masuk kriteria istri sholehah. Waktu menempuh pendidikan S1 di Yogyakarta Mama masih maklum mungkin dia ingin fokus belajar tapi lama-kelamaan Mama takut, masak anak Mama yang ganteng itu nggak pernah punya pacar ataupun dekat sama cewek. Akhirnya di semester 7 dia mengaku jatuh cinta pada seorang gadis, alhamdulillah dalam hati Mama bersyukur ternyata anak Mama masih normal."
"Trus Ma!" potongku bertambah antusias aku penasaran siapakah gadis yang berhasil memenangkan hati Mas Ardan untuk pertama kali, entah mengapa aku tidak merasa cemburu sedikitpun.
"Setelah menyelesaikan skripsi mama menagih janji Ardan untuk membawa gadis itu kehadapan Mama dan Papa, tapi Ardan bilang gadis itu masih sekolah dan dia sendiri mau mengambil beasiswa S2 dari kampusnya ke Amerika. Waktu itu Mama masih memaklumi karena usai Ardan juga masih 22 tahun, namun saat Ardan menyelesaikan studi S2-nya dari Amerika dan Ardan belum juga mengenalkan seorang gadis, Mama dan Papa khawatir akhirnya kami mencoba menjodohkan Ardan dengan anak rekan bisnis Papa tapi Ardan menolaknya mentah-mentah. Dengan berat hati kami menerima keputusan Ardan kami selalu berdoa semoga Ardan segera menemukan jodohnya."
"Yah Mama, jadi sampai sekarang Mama belum tau gadis itu!" selaku dalam cerita Mama, aku kecewa tapi kulihat Mama berbinar bahagia.
"Yah tau dong Sayang... Kan Mama belum selesai cerita. Nah beberapa bulan lalu tiba-tiba Ardan menunjukkan foto seorang gadis cantik, dia bilang akan segera menikahinya!." terang Mama dengan tatapan aneh ke arahku. Tiba-tiba dadaku sesak mendengar penjelasan Mama.
"Saat kuamati foto gadis itu Mama merasa wajahnya sangat familiar, Setelah kukorek informasi dari Ardan aku mencari alamat gadis itu dan bertemu Mamanya, aku sangat bahagia sekian lama aku mencari akhirnya bertemu kembali dengan sahabat Mama yang lama menghilang, dia Mila Mama kamu Sayang!" terang Mama lalu memelukku sedang aku masih membeku tak percaya, mencoba mencerna semua informasi dengan fakta-fakta yang kuperoleh semalam. Kurangkai nama Mas Ardan dalam hati 'Ahmad Ardan Alfarizi'.
Deg...
***
Author pov
Dalam perjalanan pulang dari rumah mama tak ada satupun diantara mereka yang membuka obrolan hingga akhirnya sampai di rumah, Ardan dan Aisyah masuk ke kamar masing-masing dalam diam. Aisya sibuk mencari cara meminta maaf pada suaminya, sedang Ardan takut dengan pikirannya sendiri jika Aisya marah dan mungkin ingin pergi meninggalkannya. Ardan tidak akan siap bila harus kehilangan Aisya untuk kedua kalinya.
Ardan memberanikan diri mengetuk kamar setelah lama menunggu di ruang santai di sebelah kamar Aisya.
Tok.. Tok.. Tok... Setelah tiga kali ketukan pintu kamar tanpa ada sahutan Ardan nekat membuka pintu kamar yang memang tak pernah dikunci Aisya, di kamar Ardan tak menemukan Aisya, terdengar suara shower dari kamar mandi. Ardan memutuskan menunggu Aisya di kamar Aisya sebenarnya ini kamar mereka berdua tapi Ardan memilih pisah kamar karena khawatir khilaf dan menyakiti perasaan Aisya.
Saat suara shower berhenti Ardan ragu tapi dia bertekat akan berterus terang dia sudah tak tahan didiamkan Aisya dua hari ini, rasanya hidupnya kacau tanpa senyum gadis yang dia cintai.
Klek.. Pintu kamar mandi terbuka, jantung Ardan berdegub kencang menatap sosok yang telah memporak-porandakan kehidupannya. Namun Ardan menelan ludah dengan keras saat melihat Aisya ke luar kamar mandi hanya dengan mengenakan baju tidur berbahan satin yang tampak minim dan menerawang berwarna merah maroon sangat cocok dengan kulitnya yang putih bersih, sexy. Ardan berusaha mengenyahkan pikiran liarnya, dia harus fokus dengan tujuan utama untuk menemui Aisya.
"Mas Ardan!, ada apa Mas?" tanya Aisya terkejut namun ia tak tampak gugup ia malah duduk di meja rias dan mengeringkan rambutnya dengan handuk, tak sadar Ardan berdiri dari duduknya meraih handuk membantu Aisya lalu menyisirinya tanpa melepas tatapan ke manik hitam Aisya melalui pantulan kaca. Aisya tersenyum lalu meraih kedua tangan Ardan dan menciuminya bergantian.
"Mas jangan diam aja dong, maaf ya?" ucap Aisya sedang Ardan bingung mengapa Aisya meminta maaf sedangkan ia belum mengatakan apa-apa, Ardan merasa dialah yang bersalah karena telah berbohong selama ini.
"Maaf untuk apa Aisya? Kamu tidak pernah salah justru Mas-lah yang berbohong padamu!" jawab Ardan penuh penyesalan.
"Maaf karena aku tak mengenali Mas Ardan dan Bang Faris adalah orang yang sama." balas Aisya yang membuat Ardan syok, ia tak menyangka Aisya sudah tahu siapa dirinya sebenarnya. Aisya berbalik badan lalu memeluk erat Ardan yang masih mematung. Karena berpelukan cukup lama Aisya merasa capek dan duduk di sisi ranjang.
"Mas tidur sini ya?" Bujuk Aisya manja, Ardan bingung tapi menuruti semua perintah istrinya, baru kali ini Aisya bersikap manja padanya. Posisi mereka sekarang tidur berhadapan hanya saling menatap menyalurkan kerinduan masing-masing tanpa berucap. Tak sabar Ardan meraih kasar tubuh Aisya memeluknya erat dan menciumi seluruh wajah Aisya dengar air mata yang tanpa sadar sudah menetes. Aisya pun demikian air mata mengalir deras di pipinya.
"I love u Aisya," ucap Ardan berulang kali, ia sungguh bahagia mendapatkan hati Aisya kembali.