Matamu. Ternyata telah ada aku disana. Sebagai penyembuhmu, sebagai orang yang menyayangimu sampai akhir. Dan biarlah tetap aku.
- Elang
08 Juli 2014
Sudah hari kedua Kinan dirawat dirumah sakit dan Ara memutuskan untuk izin sekolah menjaga Kinan, karena Kinan sempat muntah hebat semalam. Dan kini, terlihat sekali mata lelah Ara memikirkan keadaan Kinan dan uang untuk menebus rumah sakit.
"Nuna ga sekolah?" tanya Kinan yang terbangun karena Ara mengompres keningnya.
"Enggak. Kebetulan di sekolah nuna ada acara jadi enggak belajar." Ara berbohong.
"Nuna, maafin Kinan ya kalo nyusahin nuna terus. Nanti kalo Kinan udah sehat Kinan juga mau kerja kayak nuna," ucap Kinan polos.
"Iya iya. Pasti Kinan sehat. Kinan kan kuat. Yaudah, ini ada sarapan dari rumah sakit. Kinan makan ya. Nanti Nuna suapin."
"Okay Nuna."
Setelah menyuapi Kinan makan, Ara langsung menuju cafe tempat ia bekerja yang juga tidak jauh dari rumahnya.
"Ara, kenapa kamu pagi-pagi udah kesini? Kamu nggak sekolah?" tanya kepala cafe - Pak Bambang.
"I-iya Pak. Kebetulan adik saya sakit. Jadi saya nggak sekolah karena jagain adik saya."
"Oh gitu. Terus kamu kesini ngapain?"
"Emm.. Anu Pak. S-saya boleh pinjam uang nggak, buat biaya rumah sakit adik saya?" ucap Ara gugup lalu menundukkan kepalanya.
Mendengar itu, Pak Bambang langsung mengelus dagunya dan berfikir sejenak lalu berkata, "Tapi, keuangan cafe sedang menurun dan Bapak harus membuat laporan ke atasan."
"Ohh I-iya Pak. Nggak apa-apa. Makasih banyak sebelumnya. Permisi Pak," jawab Ara lesu dan memutar badannya menuju pintu keluar.
"Eh Ara, bentar," panggil Pak Bambang lagi. Refleks Ara langsung menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Pak Bambang.
"I-iya Pak?"
"Kamu boleh pinjam uang, tapi nominal yang bisa Bapak kasih cuma sedikit. Dan juga kamu harus nambah waktu lembur kamu. Nggak apa-apa?"
Mendengar itu, mata Ara langsung berbinar.
"Nggak apa-apa Pak. Seengganya saya bisa nyicil biayanya, sisanya saya usahakan nanti saja Pak. Makasih banyak Pak. Makasih." Ara mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Iya sama-sama," jawab Pak Bambang sembari memberikan uang yang sudah didalam amplop.
Ara lalu keluar dari ruangan Pak Bambang setelah tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Pak Bambang tersenyum melihat Ara.
...
Keesokan harinya Ara kembali masuk sekolah. Sepanjang perjalanan ia selalu menguap karena lembur begadang menjaga cafe.
Saat menginjakkan kakinya masuk ke gerbang sekolah, bersamaan dengan itu pula Elang datang dengan motor sport-nya. Elang yang melihat Ara langung mengklaklson Ara hingga membuat cewek itu terkejut.
Tahu siapa yang mengklaksonnya, Ara memilih mempercepat langkahnya, tak mengacuhkan klaksonan Elang.
"Gapapa lu ngehindar dari gue. Gue udah punya kartu AS elo," gumam Elang dengan seringaiannya lalu memarkirkan motornya.
...
"Gar, lo duluan aja sama anak yang lain. Gue ada kerjaan," kata Elang saat bel istirahat berbunyi.
"Jangan bilang lo mau nemuin cewek ga jelas itu!" Edgar berseru.
"Sejak kapan lu jadi perhatian ama gue? Udah pegi sana!" Elang mendorong Edgar.
"Gue bilangin ya Lang. Mengingat elo ga pernah punya pacar dari jaman kelahiran elo, setidaknya kalo mau cari cewek, yang bagus dikit," ujar Edgar yang langsung dihadiahi lemparan buku oleh Elang.
"Makan tuh buku, anak koala!" maki Elang. Edgar hanya terkekeh sambil berlalu dengan teman basketnya yang lain.
...
Elang berjalan menyusuri koridor D kearah kelas Ara sambil membaca buku astronomi yang dibawanya.
Seperti biasa setelah sampai di kelas Ara, Elang mendongakkan kepalanya. Namun Ara lagi-lagi tak ada di kelas.
Elang lalu memutuskan untuk ke atap sekolah. Entah kenapa batinnya bilang, Ara ada di sana.
Dan benar tebakan Elang. Ara berbaring di kursi panjang yang ada disana membelakangi Elang. Elang lalu memutuskan untuk mendekatinya diam-diam.
Setelah sampai didepannya, ternyata mata Ara tertutup.
Tidur?
Elang kemudian berjongkok didepan Ara, lalu melambaikan tanganya di depan wajah cewek itu. Ara hanya beringsut sedikit dan tiba-tiba menarik tangan Elang sebagai bantalnya. Elang tak bisa mengabaikan keterkejutan di wajahnya sendiri. Namun, demi melihat wajah Ara yang sepertinya terlihat sangat lelah, Elang mengurungkan niat untuk menarik tangannya lagi.
Ditatapnya wajah Ara. Entah kenapa, ia menjadi tahu wajah itu, wajah yang benar-benar terlihat lelah. Sekilas, entah kenapa pula, Elang langsung teringat wajah Nuna-nya yang juga sering berwajah lelah seperti cewek di hadapannya sekarang.
Cantik - batin Elang, yang mungkin tak menyadari bahwa batinnya sendiri yang berbicara seperti itu.
Entah ada dorongan apa, Elang lalu menepikan anak rambut yang jatuh di depan wajah Ara.
Tiba-tiba, Ara langsung membuka matanya terkejut dan langsung terduduk, menatap kearah Elang. Ditambah cewek itu langsung berubah gemetar, wajahnya pucat pasi. Elang menatap heran bercampur bingung.
"A-ayah maaf. Ara ketiduran Ayah. Maaf, maafin Ara," ucap Ara, bergetar hebat dengan wajah menunduk hampir menangis dan tangannya seperti orang yang sedang memohon.
"H-hey hey! Sadar ini gue, Elang," ujar Elang refleks langsung mengguncang bahu Ara.
Ara mendongak dan terkejut melihat wajah Elang.
"Lo kenapa?" tanya Elang yang nada suaranya tiba-tiba berubah khawatir - karena terkejut.
Ara diam, walaupun jelas wajahnya memperlihatkan keterkejutan, cewek itu berdiri membuat Elang ikut berdiri. Ara lalu melepaskan pegangan Elang di bahunya dan memutar badannya untuk pergi.
"Hey bentar!" panggil Elang dengan nada rendah, "Ada yang mau gue tanyain."
Namun Ara tak menggubrisnya dan lebih memilih melanjutkan langkahnya.
"Lo kasta tiga kan?" pertanyaan itu sukses membuat Ara berhenti sebentar, lalu membalikkan badannya, menatap Elang dengan tatapan tak terbaca - seperti menjadi takut, menurut Elang. Elang lalu mendekatinya sambil tersenyum.
I catch you, Adea Anara.
"Lo tau dari mana?!" tanya Ara tak sadar telah menaikkan oktaf suaranya.
"Gue bisa cari kalo gue penasaran," jawab Elang sambil tersenyum miring.
Oh! Ara melupakan sesuatu tentang Elang. Tentu saja keluarga Elang memiliki pengaruh besar disekolah ini. Sehingga apapun yang Elang inginkan pasti akan mudah.
"Sebenarnya apa yang lo mau?" tanya Ara, kali ini merendahkan suaranya.