BAB 20

1430 Words
Sudah sejak beberapa jam yang lalu Aura melakukan hal yang sama, ia terdiam menatap kosong ke arah cermin. Ia diam dan tidak bisa melakukan apa - apa, ia kesal kepada dirinya sendiri. Aura mencoba masuk ke dalam emosinya, tapi tetap saja gagal ia tidak bisa masuk ke dalam emosinya. Aura menatap cermin dihadapannya, ia duduk sambil memeluk lututnya. Wajah Aura tanpa ekspresi, tidak ada senyum ataupun tawa yang keluar dari bibirnya. Matanya menatap kosong, sudah seperti itu sejak beberapa menit yang lalu. "Auraaa stop!!!" teriak kak Shyn yang berdiri di belakang Aura. Ini sudah kali ke sekian Aura melakukan hal yang sama, membuat kak Shyn yang sedari tadi melihat progresnya terus menggelengkan kepalanya. Kak Shyn kesal begitu pula dengan Aura yang sebenarnya lebih kesal daripada kak Shyn, Aura kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak mampu masuk ke dalam emosi padahal sudah berbagai cara Aura lakukan. "Kak," saut Aura dengan nada suara yang sangat lirih. Aura menatap dalam kak Shyn, ia bingung tentu saja pasti bingung. Biasanya melatih emosi seperti ini tidak terlalu sulit untuk Aura, tapi belakangan Aura sangat kesulitan untuk melatihnya. Kak Shyn berjalan mendekat lalu ikut duduk di lantai berdekatan dengan Aura, "emosimu tidak keluar Aura," ucap kak Shyn menilai. Aura mengangguk membenarkan, "aku sudah mencoba kak, tetapi entah kenapa sulit bagiku untuk menangis. Aku tidak bisa mengeluarkan emosi itu," ucap Aura sedih. Kak Shyn menatap Aura dalam, "apa kamu tidak bisa merasakan emosi sedih?" tanya kak Shyn menatap dalam mata Aura. Mendengar pertanyaan kak Shyn membuat Aura menjadi bertanya kepada dirinya sendiri, rasanya Aura ingin tertawa lepas jika ia benar - benar tidak bisa merasakan emosi sedih. Namun, nyatanya hidup Aura sudah lebih menyedihkan sehingga ia sendiri lupa bagaimana rasanya untuk tidak merasa sedih. Mana mungkin, sedih sudah seperti keseharian Aura. Ia bahkan bersusah payah untuk menghilangkan rasa sedih itu, tapi tetap saja sulit bagi Aura untuk mengeluarkan emosinya yang entah mengapa. "Kak, aku sudah latihan seperti biasa. Tapi entah mengapa emosi sedih seperti itu tidak bisa membuat aku menangis," ucap Aura dengan nada lemah, ia terdengar putus asa. Aura mengatakan apa yang mengganjal di hatinya, Aura tidak tahu harus bicara dengan siapa jika bukan dengan kak Shyn. Aura merasa takut jika dirinya gagal, Aura mendadak kehilangan kepercayaan dirinya. Kak Shyn menatap semakin dalam, "hanya kamu yang bisa mengola perasaan kamu, kamu bukan hanya memerankan peran. Tapi kamu harus masuk ke dalam tokoh cerita itu," ucap kak Shyn memberi saran. Aura benar - benar bingung, penilaiannya sudah semakin dekat namun ia tiba - tiba seakan kehilangan konsentrasinya. Aura tidak bisa mengecewakan kak Shyn yang sudah berkerja keras untuknya, terutama tagihan hutang yang harus segera di bayar oleh Aura juga bukan masalah sepeleh. "Kamu istirahat dulu, aku tahu kalau kamu sudah berusaha keras. Tapi sekarang lebih baik kamu istirahat dulu, itu juga baik untuk kondisi kamu. Sebagai manager aku harus memaksa kamu banyak yang bisa menggantikan kamu dalam sekejap mata namun, tidak banyak yang akan berusaha bersungguh - sungguh seperti kamu. Istirahatlah, kita bertemu nanti sore." Kak Shyn berdiri dari duduknya, ia tersenyum kecil lalu berjalan keluar dari ruang latihan. Melihat kepergian kak Shyn membuat beban di pundak Aura terasa semakin berat, ia merasa sulit untuk bernapas. Aura bukannya tidak merutuki dirinya sendiri, tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Ia juga bingung, kenapa semakin susah mendalami emosi. Aura sadar, ia harus banyak belajar dan kembali mengevaluasi lagi kinerjanya. "Aku yakin pasti bisa," gumam Aura menyemangati dirinya sendiri. Aura memang termenung selama beberapa saat, namun kemudian ia berdiri dan mengambil tablet yang ada di atas meja. Aura akan istirahat seperti yang di sarankan oleh kak Shyn, tapi ia juga tetap akan mengevaluasi dirinya sendiri. Tangan Aura menekan tombol lift, ia berdiri sambil menunggu lift yang terbuka. Sepertinya agak lama, mungkin karena sebentar lagi jam makan siang selesai. Aura telat lagi memang makan siang hari ini, sama seperti kemarin karena ia terlalu memfokuskan dirinya untuk latihan sehingga ia melupakan hal lain yang seharusnya ia lakukan. "Aura?" panggil suara yang membuat Aura langsung membalikkan badannya. Beberapa langkah darinya ada Agry yang mendekat dengan senyum kecil di bibirnya, "kebetulan lagi?" ucap Aura dengan tawa kecil. Jika sebelumnya Aura merasa canggung dengan kebetulan yang terjadi di antara mereka, tidak lagi dengan sekarang. Aura merasa mereka semakin akrab sejak pertemuan - pertemuan tidak sengaja mereka, sepertinya begitu pula dengan Agry. "Penampilan kamu waktu itu cukup bagus," ucap Agry memuji Aura. Mendengar pujian Agry tentu tidak membuat Aura senang begitu saja, "terima kasih," saut Aura dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Pintu lift terbuka beberapa saat kemudian, Aura hendak menoleh ke samping sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift, namun ucapan Agry membuat Aura mendadak terkaku selama beberapa saat. "Kebetulan bertemu di sini," ucap suara yang seakan pernah Aura dengar. "Pak Brian, ada apa datang ke sini?" tanya Agry membuat Aura tentu saja membeku. Selama beberapa detik memang Aura terdiam membeku, lalu beberapa saat kemudian ia segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift begitu kesadarannya kembali. Aura dengan cepat masuk ke dalam lift, ia tidak ingin bertemu langsung dengan Brian apa lagi dengan keadaan seperti ini. "Please," gumam Aura di dalam hatinya, ia segera menekan tombol lift dengan cepat agar pintu lift segera tertutup. Napas Aura agak lega saat ia melihat pintu lift akan tertutup, namun pandangannya membulat ketika pintu itu kembali terbuka. Aura langsung menundukkan kepalanya cepat, lalu ia mendengar suara langkah kaki masuk dan mendekat ke arahnya, jantung Aura juga masih berdegup kencang bahkan sekarang rasanya semakin kencang. "Aura ada apa?" tanya suara yang Aura yakini itu adalah suara Agry. Tanpa menjawab Aura hanya menggelengkan kepalanya, membuat Agry malah menatap bingung Aura yang masih saja tertunduk. Agry menatap Aura dalam, ia bingung sebenarnya apa yang terjadi dengan Aura. Bahkan, sejak tadi Aura belum menatap ke arahnya sama sekali meskipun Agry sudah memanggil Aura beberapa kali. "Apa ada yang salah?" tanya Agry, namun Aura masih saja diam dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Agry diam selama beberapa saat ia juga bingung harus bersikap bagaimana, apa lagi setelah melihat Aura yang mendadak bersikap aneh. Tapi, jika diam saja Agry merasa situasi di antara mereka akan semakin canggung. Agry memanggil kembali Aura membuat Aura kembali pada kesadarannya, mata mereka bertemu namun Aura selanjutnya menghindar. "Oh iya, tadi itu CEO kita. Dia datang, sayang sekali kamu masuk duluan dan tidak menyapanya." Mendengar ucapan Agry membuat Aura langsung mengerti, perlahan ia menaikkan kepalanya lalu menolehkan kepalanya ke arah samping menatap Agry. Aura menarik napas lega saat sadar Agry hanya sendiri, tidak ada Brian di sampingnya yang berarti Brian tidak ikut masuk ke dalam lift. "Sykurlah," gumam Aura namun masih dapat di dengar jelas oleh Agry. Aura merasa senang, dari ucapan Agry berarti Aura dapat mengambil kesimpulan jika Brian sama sekali tidak tahu dan tidak sadar akan kehadiran Aura tadi, akhirnya Aura bisa mengambil napas lega karena itu. "Ada apa?" tanya Agry menayap bingung Aura. Kepala Aura langsung menggeleng, "tidak ada apa - apa, ayo keluar." Ajak Aura karena berbarengan dengan pintu lift yang terbuka. Tanpa bertanya Agry berjalan, Aura menatap Agry yang berada di sebelahnya. "Kamu mau ke luar?" tanya Aura menatap Agry. Mendengar itu Agry menggeleng, "enggak, aku mau ke kantin." "Bukannya karyawan sudah selesai ya jam makan siangnya?" tanya Aura bingung, Agry juga terdiam sesaat. Ia membalas menatap Aura, "Aku habis kerja di luar jadi gak apa - apa," jawab Agry dengan kekehan. "Kamu mau ke mana memang?" tanya Agry gantian. Aura langsung menjawab, "kantin," sautnya dengan kekekehan. "Barengan aja," balas Agry dan Aura memgangguk. Agry dan Aura berjalan bersampingan, mereka melangkahkan kaki menuju kantin kantor yang sudah tinggal beberapa langkah saja di depan mereka. Suasana kantin juga sepertinya sudah lebih sepi daripada sebelumnya, mungkin karena jam makan siang yang sudah berlalu dari beberapa menit yang lalu. Tiba - tiba Aura terpikirkan sesuatu, "kebetulan sepertinya aku butuh bantuan kamu, itu 'pun jika kamu tidak sibuk. Kalau gak bisa juga gak apa - apa kok," balas Aura dengan senyum lebar, tidak ada rasa kesal atau kecewa dari sorotan mata Aura. Tanpa banyak berpikir Agry mengangguk, "pekerjaanku tidak banyak lagi, sepertinya aku bisa membantumu." Aura bernapas lega mendengar jawaban Agry, tentu saja Aura bisa meminta bantuan Agry jika begitu. Aura benar - benar bingung, ia membutuhkan saran dari banyak orang sebenarnya tapi Aura terlalu tidak percaya diri pada dirinya sendiri. Mendengar itu Aura langsung tersenyum lebar, "beneran?" tanya Aura mengkonfirmasi, ia juga terlihat sangat antusias. Agry mengangguk, "iya," sautnya dengan kekehan kecil. Aura semakin senang mendengar ucapan Agry, ia bahkan merasa bersemangat untuk segera masuk ke dalam kantin duduk dan bertukar pendapat dengan Agry. Aura tahu jika Agry memiliki pengalaman berkerja di lapangan, itu yang ia tahu daru Agry sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD