Sudah sejak beberapa menit yang lalu Tama berdiri di parkiran belakang teater, ia menunggu Aura datang. Namun sepertinya meski sudah beberapa saat Tama menunggu Aura masih belum datang, Tama sengaja menunggu untuk beberapa saat ia tidak ingin Aura malah kesal karena Tama yang menghubunginya.
Tama berpikir mungkin saja ada hal lain yang tiba - tiba harus ia kerjakan atau ia selesaikan, mungkin karena itu akhirnya Aura telat datang menyusulnya di belakang. Tetapi, saat jarun jam di tangannya semakin berlalu Tama sadar jika Aura telat hampir 30 menit.
Akhirnya, Tama memilih untuk menghubungi Aura jika saja ada sesuatu yang terjadi dengannya atau jika saja Aura hendak membatalkan janji mereka maka Tama tidak masalah. Tama tahu jika Aura memiliki kesibukan, sehingga jika memang itu alasannya Tama tidak ingin memaksakannya.
Setelah beberapa saat lalu Tama menghubungi Aura, akhirnya Tama mendapatkan jawaban jika Aura akan segera datang menyusulnya. Tama langsung mengalihkan pandangannya menyadari kedatangan Aura, ia tersenyum menatap Aura yang semakin dekat berjalan ke arahnya.
"Udah lama?" tanya Aura, ia merasa tidak enak malah membuat Tama menunggu.
Tama menatap Aura masih dengan senyum tipis namun terlihat hangat, kemudian Aura melihat kepala Tama menggeleng, "enggak baru juga kok," saut Tama masih dengan senyum tipis di bibirnya.
"Oh, ya sudah aku kira kamu terlalu lama nunggunya. Terus, mau ke mana?" tanya Aura, karena memang Tama tidak menyebutkan ke mana tujuan mereka tadi saat istirahat.
"Kita makan malam dulu gimana?" tanya Tama meminta pendapat Aura.
Sejenak Aura diam, beberapa detik kemudian ia menganggukkan kepalanya. "Aku bawa gak bawa mobil, pakai motor gak apa - apa?" tanya Tama, ia sebenarnya tidak benar - benar merencanakan.
Ini juga mendadak bagi Tama, tapi ia merasa sekarang adalah waktu yang tepat. Tama tidak yakin apakah waktu lain akan menjadi waktu yang tepat jika ia melewatkan saat ini, jadilah seperti sekarang ini situasi yang dihadapi oleh Tama.
"Memangnya kenapa, naik bus juga gak apa - apa. Kayak yang mau ke mana aja," saut Aura dengan kekehan membuat Tama ikut terkekeh juga.
Aura tahu jika Tama hanya bercanda, dan Aura juga yakin jika Tama mengerti jika Aura bukanlah orang yang memilih. Ia tidak masalah menaiki kendaraan apapun, karena setiap kendaraan juga fungsinya juga sama.
"Ayo kalau begitu," ucap Tama lalu mereka berjalan menuju parkiran yang berada tidak jauh dari pintu keluar.
Mereka berjalan dengan Tama yang terus melemparkan lelucon. Sebenarnya Aura dan Tama awalnya tidak dekat sama sekali, namun karena sering latihan bersama untuk mengolah emosi mereka menjadi lebih akrab. Padahal, biasanya susah bagi Aura untuk akrab dengan orang baru apalagi laki - laki.
"Kamu gak bawa helm dua?" tanya Salsa, Tama baru sadar juga jika ia tidak membawa helm lain untuk Aura.
"Aku lupa," ucap Tama, lalu ia menjulurkan jaketnya untuk di pakai oleh Aura.
Sebelum menerimanya Aura menatap Tama lebih dulu, "kamu?" tanya Aura saat melihat Tama hanya berkaus lengan pendek jika tanpa jaketnya.
"Udah pakai aja," ucap Tama, menatap jaket memberi tanda agar Aura menerimanya.
"Makasih," ucap Aura lalu menerima jaket pemberian Tama.
Setelah melihat Aura benar - benar sudah memakai jaketnya, ia kemudian menaiki motor lalu menghidupkan mesin motor ninjanya itu.
"Ayo naik," ucap Tama, Aura mengangguk lalu ia memegang pundak Tama untuk membantunya naik.
Setelah mendapat bantuan pegangan pundak Tama, Aura bisa naik tanpa terkendala. Tama mulai menjalankan motornya perlahan, sedangkan Aura ia memegang ujung pakaian Tama ketika Tama mengerem motor.
"Pelan - pelan aja," ucap Aura mengingatkan.
Tama mengangguk meskipun tidak sepenuhnya terlihat, udara malam mulai terasa dingin. Apa lagi setelah tadi berkeringat karena gugup, angin yang berhembus sekarang menambah dingin yang Aura rasakan.
Beberapa saat kemudian Tama menghentikan motornya tepat di sebuah warung makan pinggir jalan, "udah lama gak makan pecel lele 'kan?" tanya Tama lalu mematikan mesin motornya.
Aura berpegangan lagi dengan pundak Aura, lalu ia turun setelah Tama memiringkan motornya. Tama melepaskan helmnya, kemudian ia juga turun dari motor.
"Ayo?" ajak Aura setelah melihat Tama melepas helm di kepalanya.
Aura dan Tama berjalan bersama menuju warung makan yang sebenarnya cukup terkenal dengan pecel lelenya, sudah lama memang Aura tidak makan pecel lele apa lagi sejak ia sibuk dengan berbagai pekerjaannya.
Tama dan Aura melangkahkan kakinya masuk ke dalam warung makan itu, lalu mengambil tempat untuk duduk berlesehan. Di jam makan malam seperti saat ini, keadaan cukup ramai paling banyak muda mudi yang duduk memenuhi warung.
"Pesan apa?" tanya seorang pelayan datang mendekat, lengkap dengan buku catatan kecil dan pulpen di tangannya.
"Kamu apa Ra?" tanya Tama membiarkan Aura memesan lebih dulu pesanannya.
Aura menatap kertas yang yang ada di atas meja yang bertuliskan berbagai menu makanan dan menu minuman. "Saya pesan pecel lele sama es jeruk," ucap Aura lalu menatap Tama.
"Saya sama," ucapnya, kemudian pelayan itu berjalan menjauh.
Aura meregangkan tangannya, "capek banget," ucap Aura kemudian terkekeh sendiri karena mengeluh.
Tama menatap Aura dan ikut terkekeh, "kamu besok bisa istirahat," ucap Tama namun Aura menggelengkan kepalanya.
"Aku harus latihan, 2 minggu lagi ada audisi. Bagaimanapun juga aku harus lolos audisi itu," ucap Aura yang sebenarnya menyadarkan dirinya sendiri dengan betapa sulit tugas yang menantinya, tapi bagaimana pun juga tetap saja harus ia lewati.
Aura mengingat kembali bagaimana ia harus berkerja dengan mebih keras mulai sekarang, tidak banyak waktu yang ia miliki setelah 2 minggu hasil sebenarnya akan keluar. Aura tidak ingin mengecewakan banyak orang, ia ingin menunjukkan jika semua ucapan semangat dari semua orang benar - benar mendorong Aura untuk berkerja keras.
Tama diam sejenak, ia sadar waktu yang menurutnya tepat belum tentu membuat Aura juga merasakan hal yang sama. Hari ini, Tama tidak ingin berbuat egois hanya karena keinginannya.
"Aku tahu kamu pasti berhasil Ra," ucap Tama percaya pada Aura, ia tahu betul bagaimana kerja keras Aura selama ini.
Aura tertawa kecil, "iya dong," ucapnya dengan kekehan membuat Tama ikut terkekeh juga.
"Oh iya, kamu ngajak aku pulang bareng gini katanya mau bicarain sesuatu. Ada apa?" tanya Aura tiba - tiba membuat Tama diam selama beberapa saat.
"Em..., gak ada apa - apa," ucap Tama terkekeh, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya karena Tama sangat tahu jika saat ini bukan saat yang tepat.
Mendengar jawaban dari Tama membuat Aura menatapnya penuh selidik, "masa sih?" tanya Aura setengah tidak percaya.
Tama memgangguk, "beneran," jawab Tama tidak menghilangkan senyum dari bibirnya.
Aura mengerucutkan bibirnya, "oke baiklah," ucapnya lalu terkekeh.
Saat mereka sedang asik bercanda, pelayan datang membawakan pesanan mereka dan meletakkannya di atas meja. Aura menatap hidangan yang di sajikan, perutnya juga sudah berbunyi sejak tadi karena menahan lapar. Ia tidak punya lagi waktu untuk makan malam, pikirannya terlalu banyak bercabang.
"Selamat makan," ucap Aura kembali terkekeh, Tama ikut terkekeh setelah menganggukan kepalanya.
Aura dan Tama makan sambil membicarakan banyak hal, mereka juga membicarakan penampilan mereka tadi. Aura sendiri merasa puas, Tama tampil dengan baik. Tidak hanya Tama sebenarnya, tapi semua orang tampil dengan baik membuat Aura juga terlihat baik.
"Aku pikir karena penilaianku di teater semua akan kacau," ucap Aura mengatakan kecemasan yang ia rasakan selama lebih dari seminggu.
Mana pernah terpikir di benak Aura jika penilaian pertamanya akan diadakan di teater, namun setelah semuanya berlalu tentu saja Aura merasa sangat lega. Ia juga percaya jika usahanya tidak akan mengkhianati hasil, Aura yakin jika hasil yang ia dapat akan sebanding dengan usaha semua orang.
Karena makan sambil mengobrol, Aura tidak sadar sekarang makanan di piringnya sudah habis. Ia mencelupkan tangannya ke dalam mangkuk berisi air lalu mengeringkannya dengan tisu basah terlebih dahulu sebelum akhirnya ia keringkan dengan menggunakan tisu kering.
"Aku yang traktir ya," ucap Aura tiba - tiba, Tama yang sedang minum langsung menatap Aura.
Tama menggelengkan kepalanya, "buat apa, udah biarin. Aku yang bayarin," ucap Tama menolak, sebagai laki - laki Tama agak anti jika harus di teraktir perempuan.
Namun Aura menggeleng, "gak apa - apa, anggap aja sebagai ucapan terima kasih."
"Terima kasih?" ulang Tama, Aura menatap Tama kemudian Aura mengangguk, "iya terima kasih buat penampilan yang bagus tadi," saut Aura.
Karena bagaimana pun, Tama juga berperan penting untuk keberhasilannya ini, jika bukan karena Tama yang sudah tampil dengan baik bersamanya mungkin Aura tidak tahu bagaimana hasilnya nanti. Apa lagi Tama selalu membantu Aura, mereka banyak berlatih bersama dan bertukar pikiran sehingga mereka benar - benar bisa masuk dan hanyut dalam emosi karakter mereka.
Kemudian Tama kembali menggeleng, "kalau gitu kamu harusnya neraktir semua orang," saut Tama.
Aura menarik napasnya dalam sudah lelah ia berdebat dengan Tama, "ya udah iya, tapi lain kali aku yang traktir. Gak boleh nolak," ucap Salsa yang sebenarnya agak kesal.
Tama terkekeh, "aku tunggu traktirannya," saut Tama dengan kekehan, lalu Tama berdiri berjalan ke kasir dan Aura mengikuti Tama yang berjalan di depannya.