DUA BELAS

1167 Words
Keiyan POV Sepulang dari kampus, aku segera pergi menuju resto tempatku mencari rezeki. Aku tidak lagi diizinkan ambil cuti setelah tiga hari aku tidak masuk. Stelah sampai di resto, aku langsung ganti baju seragam di ruang loker.sebenarnya aku merasa tubuhku sangat lelah. Tapi kewajibanku sebagai pelayan resto tidak bisa ditinggalkan begitu saja. “Kamu baru sampai, Kei?” tanya Anik yang baru saja memasuki loker. Beruntung aku sudah mengenakan seragam resto. Kalau saja belum kukenakan, aku akan malu dilihatnya sedang telanjang d**a. “Iya, bukankah kamu sudah keluar dari kampus sejak tadi? Kenapa kamu baru sampai?” mungkin Anik sedang ada urusan di luar. Sebab aku melihat Anik pulang di saat aku akan memasuki kelas. “Oh, aku tadi pergi ke suatu tempat. Dan jalanan begitu macet. Jadilah aku baru sampai di sini.” Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan darinya. Aku lihat dia pergi menuju toilet untuk ganti baju yang sama seperti yang aku kenakan. Aku segera keluar untuk melakukan tugasku. Aku lihat, pengunjung resto hari sangat ramai. Tidak ada kursi kosong sama sekali. Bahkan para pengunjung harus rela mengantre tempat duduk. Terutama tempat duduk di lantai atas. Resto tempatku bekerja terdapat dua lantai, untuk pengunjung biasa terdapat dilantai bawah. Sedangkan di lantai atas khusus untuk konsumen VIP dan private room. Di sana biasanya digunakan untuk rapat atau pun pertemuan penting pengunjung. Hingga sampai resto akan tutup, para konsumen masih saja datang. “Kei,” aku dipanggil oleh salah satu rekanku bernama Jio. “Tolong kamu antar pesanan ini ke private room n0 4, hati-hati pengunjung satu ini sangat tempramen,” kata Jio mengingatkan. “Ok,” aku segera berbalik badan untuk mengantar pesanan tersebut. “Satu lagi, Kei. Tolong cari Anik, sedari tadi dia belum juga kembali saat mengantar pesanan di privat room no 3.” “Oke, jangan khawatir. Aku akan segera kembali.” Aku melangkah menuju lantai atas. Aku ketuk pintu yang bertuliskan PR 04. Tiga detik kemudian aku buka pintu tersebut. Aku masuk dengan tetap menunduk serta menaruh pesanan yang aku bawa ke atas meja. “Kei, ternyata lo kerja di sini?” aku mendengar suara yang tidak asing di telingaku. Aku angkat kepalaku dan aku melihat ada Lisa di sana bersama 2 orang pria. Yang sayangnya kedua pria tersebut memiliki niat jahat kepada Lisa. Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Lisa. aku melihat tangan salah satu pria itu menggerayangi pangkal paha Lisa. Lisa terlonjak kaget saat ia tahu ada yang kurang ajar kepadanya. “Jaga tanganmu! Atau kau akan mendapat pelajaran dari Bian,” geram Lisa. sedang satu pria lagi tertawa dengan apa yang Lisa ucapkan. “Kamu pikir, Bian akan membantumu, Begitu?” ejek pria yang kurang ajar. “Tentu saja, aku ini kekasih yang dicintainya. Kalian pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal dari Bian.” Aku hanya memperhatikan pertengkaran yang mulai memanas itu. Aku sadar, aku tidak berhak ikut campur urusan mereka. “Ha … ha … ha, kalau benar begitu, tidak mungkin dia menawarkan tubuh seksimu kepada kami.” “Dasar kurang ajar!” Lisa hendak menampar pria yang menertawakannya. Namun pria tersebut bisa menghentikannya dan menggenggam erat tangan Lisa. “Hei … hei, slow baby. Kamu ingin tahu di mana Bian sekarang berada? Sekarang dia di sebelah ruangan ini dan bersenang senang dari uang yang kami berikan.” Lisa terkejut dengan perkataan pria itu. Lisa menatap kedua pria itu dengan nyalang, tidak terima akan perlakuan mereka. Lisa sedih, kecewa, dan marah sekaligus. Mukanya merah padam dengan air mata yang sudah luruh. Aku tidak tega melihat Lisa diperlakukan seperti itu. “Maaf, Mas. Ini resto, bukan kelab. Kalau, Mas ingin melakukan hal tidak senonoh silahkan tinggalkan tempat ini dan pergi ke tempat lain.” “Hei, siapa kamu berani melarangku? Pelayan aja pake belagu!” sergahnya tidak terima. “Saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Kalau, Mas tidak terima anda bisa menanyakan langsung kepada manager kami.” Jawabku tegas namun, tetap dengan nada sopan. “Banyak bacot, Lo!” tanpa aba-aba pria tersebut memukul ku. Namun dengan gesit, aku bisa menghindari pukulan. karena sekilas aku bisa membaca arah pukulannya. Alhasil, pria itu menabrak pintu. Seketika pintu tersebut terbuka dan ter jerembab di depan pintu private room. Semua orang keluar dari ruangan ingin tahu ada apa gerangan sehingga terdengar gaduh serta mengusik kenyaman pengunjung resto. Namun, tidak untuk penghuni private room no 03. Kedua pria itu bersikeras untuk mengajakku berkelahi sebab mereka masih belum puas sebelum menghajarku. Aku teringat akan percakapan salah satu pria itu dengan lisa bahwa Bian berada di ruang 03. Dan Anik masih belum kembali sejak mengantarkan pesanan ke ruang 03 juga. Itu artinya Anik berada di dalam ruangan tersebut bersama Bian. Aku harus bisa membuka ruangan itu, akan berbahaya jika Anik benar berada di dalam bersama Bian. Tapi … bagaimana caranya? “Lis, coba kamu telepon Bian. Apa benar dia berada di sekitar sini. Kalau iya, kenapa dia tidak membantu kamu,” aku coba untuk mengingatkan Lisa akan Bian. Dan benar saja, Lisa langsung masuk ke dalam ruang 03 untuk memastikan Bian benar berada di sana. Begitu juga dengan kedua teman Bian yang langsung masuk ke dalam hendak menghentikan Lisa, tapi terlambat. Lisa sudah lebih dulu masuk ke dalam karena jaraknya cukup dekat. Tidak lama aku melihat seorang gadis keluar dari ruangan tersebut mengenakan seragam resto dengan penampilan yang kacau. Aku lihat dia berlari kencang guna menghindari tatapan para pengunjung. Ya, gadis itu adalah Anik yang berlari menuju loker. aku segera melapor kepada manager resto bernama Ian perihal keributan serta memberitahukan apa yang telah di alami Anik. Pak Ian langsung membuka rekaman cctv yang hanya ada di dalam ruangan manager. Pak Ian langsung menuju private room 03 untuk menindak keributan tersebut. Keiyan POV end Lusi membelalakkan kedua bola mata kala ia melihat sang kekasih berusaha memperkosa seorang gadis. Lusi benar-benar kecewa melihat sang kekasih berbuat yang tidak senonoh. “Dasar, b******n cap kakap!” Lusi menghampiri Bian dan memukulinya dengan bertubi-tubi. Serasa mendapat angin segar, Si gadis mempunyai kesempatan untuk kabur dari situasi tersebut. “Lusi, bagaimana kamu tahu aku berada di sini?” bian terkejut akan kedatangan Lusi yang tiba-tiba. Ia merasa kesal karena kesenangannya telah diganggu. Bian menatap tajam kepada dua orang temannya yang berada di belakang Lisa seolah meminta jawaban. “Kenapa? Katamu. Bukankah kamu sendiri yang menyuruhku datang ke sini di ruangan 04 dan menunggumu. Tapi nyatanya kamu tak ubahnya seperti anjing yang menggonggong dan menggigit tuannya sendiri.” Ucap lusi dengan sarkas. “Lus, bukan itu maksudku. Aku sama sekali tidak pernah mencoba untuk menggigitmu,” Bian berusaha meyakinkan. “Bulshiit! Bilang aja kalau kamu takut kehilangan semua fasilitas yang diberikan oleh ayahku. Iya, kan? Bukannya berterima kasih, malah kamu ingin menjualku pada teman-teman brengsekmu itu. Mulai saat ini, dan mulai detik ini kita putus! Dan satu lagi, katakan selamat tinggal pada semua fasilitas yang diberi oleh ayahku.” Lusi beranjak pergi meninggalkan Bian sendiri di dalam ruangan. Di depan ruangan sudah berkumpul manager resto serta beberapa pegawai untuk meluruskan percekcokan. Pak Ian masuk ke dalam ruangan setelah Lisa meninggalkan tempat tersebut.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD