SEBELAS

1425 Words
Keiyan merasa begitu gelisah, ia sendiri juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba hatinya merasa gundah gulana. Tidak biasanya seperti ini. Akhir-akhir ini tubuh Keiyan memang kurang fit. Kei seringkali merasa pusing dan kedua bola matanya terasa sangat panas. Kei merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya terasa sangat pening, serasa akan pecah seperti di hantam dengan godam yang besar. Keringat dingin mengucur deras, wajahnya pucat pasi. “Kei, kamu perlu berobat kedokter,” saran Endrew. Kei hanya menggeleng tidak setuju dengan saran dari Endrew. Endrew bolak balik kesana kemari merasa sangat cemas dan bingung. Ia ingin meminta saran kepada Andy, tapi ponsel Andy sama sekali tidak bisa dihubungi. Ia keluar menuju apartemen Andy, siapa tahu Andy berada di sana, tapi nihil, tidak ada siapapun di dalam apartemennya. Endrew mencoba bertanya pada security. Tidak biasanya Andy seperti ini. Selama ini, kalau Andy sedang pulang, pasti ia akan diberitahu. Tapi kali ini tidak ada satupun pemberitahuan atau pun pesan. Endrew mendapat kabar bahwa sudah tiga hari Andy tidak pulang ke apartemen. Endrew semakin kalang kabut, ia mencemaskan keadaan dua sahabatnya. Yang satu menghilang tanpa kabar, dan yang satu lagi sedang sakit serta musibah terjadi pada keluarganya. Endrew sangat khawatir dan juga bingung. Pasalnya hari ini Endrew mendapat kabar bahwa Bapak Nawi telah menghilang di tengah hutan. Endrew dilema, bagaimana ia bisa memberitahukan kabar buruk tersebut kepada Kei yang saat ini tengah sakit. Kalau ia memaksa Kei untuk pulang ke kampung, apakah Kei akan baik-baik saja. Kalau Kei tidak pulang, maka Kei akan di cap sebagai anak durhaka yang tidak peduli dengan kedua orang tuanya di kampung. Tapi kondisi Kei tidak memungkinkan untuk pulang. Endrew memutuskan untuk memberitahukan kabar buruk tersebut. Bagaimanapun Kei berhak tahu akan apa yang menimpa keluarganya di kampung. Tapi sebelum itu, Endrew meminta bantuan kepada seseorang untuk mengobati Kei terlebih dulu. Jika Kei tidak ingin ke dokter, maka ada satu orang yang bisa membantunya saat ini. Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukan pintu. Orang yang dinantikan oleh Endrew telah tiba. “Cepat masuk, dia berada di dalam kamar.” Orang itu langsung masuk untuk menemui Kei yang terbaring. “Lucy, ada apa denganya? Kenapa dia seperti itu?” Endrew tampak sangat khawatir akan keadaan Kei. “Ada sesuatu yang ingin keluar, tapi tidak bisa keluar. Sepertinya, temanmu ini bukan orang sembarangan,” ucap Lucy. Endrew terkejut dengan penuturan dari Lucy. Endrew menggeleng berusaha membuang pemikiran yang belum tentu. “Lucy, apakah dia pulang?” Endrew menanyakan tentang Andy. “Andy maksudmu?” Lucy tahu siapa yang dimaksud. Endrew mengangguk. “Beberapa hari ini dia tidak memberi kabar, aku sangat cemas. Tidak biasanya dia seperti ini” terang Endrew. “Dia memang pulang untuk menjenguk paman, tapi hanya sebentar saja. Yang aku dengar dia sekarang sedang mencari tanaman ilusi, dia ingin mengetahui sesuatu dengan ramuan tersebut. Ada apa? Kenapa kamu menanyakan hal itu?” “Tidak ada. Aku hanya cemas dan khawatir. Kamu tahu, kan. Aku dan dia berteman sudah lama, tapi aku masih saja tidak mengerti tentangnya.” Endrew menghela nafas. “Bisakah kamu menceritakan sedikit tentangnya? Aku ingin tahu sedikit tentangnya. Aku merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa pun tentang teman baik sendiri.” Menatap dengan netra penuh harap. “Maaf untuk soal itu, lebih baik kamu tanyakan sendiri kepadanya.aku tidak berhak menceritakan kehidupannya.” Lucy merogoh sesuatu di dalam tas kecil yang dibawa olehnya. “Baiklah, aku harus segera kembali. Berikan ini untuk mengurangi rasa sakit temanmu itu.” Lucy memberikan sebuah cairan bening di dalam botol. “Oke, terima kasih banyak,” Lucy hanya mengangguk tanpa curiga sedikit pun dan segera meningalkan apartemen Endrew. Endrew bernapas lega saat Lucy sudah pergi meninggalkannya bersama Kei. Ia takut Lucy akan curiga setelah Lucy melihat keadaan Kei. Endrew menatap tubuh lemah Kei, “Kei, siapa sebenarnya dirimu? Aku harap kamu bukanlah orang yang ada dalam pikiranku,” Endrew bermonolog. Beberapa menit setelah minum ramuan pemberian Lucy, Kei sudah merasa lebih baik. Inilah saatnya Endrew memberitahukan musibah yang dialami oleh bapak. Mendengar kabar tersebut, Kei sangat terkejut. Dan meminta Endrew untuk mengantarnya pulang ke kampung saat itu juga. Kei berlari masuk ke dalam rumah, ia sangat mencemaskan keadaan ibu. Banyak tetangga berada di rumah sederhana tersebut untuk sekedar menghibur ibu Sri atau pun menanyakan kejadian kronologisnya. “Bu, Ibu,” Kei langsung memeluk ibu yang tengah duduk di atas ranjang. “Bu, apa yang telah tejadi? Kenapa bisa begini?” Kei ingin menangis, tapi air matanya tidak bisa keluar. “Entahlah, Ibu sendiri juga tidak tidak ingat. Yang ibu ingat, dua hari lalu bapak pergi kes ungai dan langsung pergi menujuu hutan seorang diri untuk mencari tanaman obat.” Jawabnya sedikit linglung. Beberapa warga setempat sudah berpencar untuk menemukan Pak Nawi. Tapi nihil, tidak ada tanda-tanda orang masuk hutan. Biasanya pak Nawi selalu memberi tanda pada pohon yang dilewatinya agar tidak tersesat saat pulang nanti. Ini sangat aneh, apa benar pak Nawi pergi ke hutan. Selama tiga hari pencarian gabungan dari polisi hutan dan tim SAR tak kunjung temukan titik terang. Hingga pihak berwajib menyatakan bapak hilang. Ibu seringkali melamun sendiri sejak hilangnya bapak, begitu pun Kei yang sangat terpukul dan menyalahkan dirinya sendiri. Kei sering diam dengan tatapan kosong, ia ingin sekali menangis, tapi air mata Kei seolah sudah mongering. Mbok Lastri, salah satu tetangga yang sangat dekat dengan bapak dan ibu senantiasa berada disisi ibu untuk menguatkan. Mbok Lastri seringkali bolak balik kerumah hanya demi menenangkan ibu. Meskipun beliu sudah renta, hampir setiap hari berada di rumah Keiyan. Itu karena mbok Lastri sudah menganggap ibu dan bapak sebagai anaknya sendiri. “Kei, ini sudah tiga hari kita bolos kuliah. Apakah lo masih ingin berada di sini? Gue akan menghubungi Andy untuk mengisi absen kita esok.” Usul Endrew. “Tidak perlu, Kek. Besok pagi-pagi sekali kita pergi. Aku akan membawa ibu ikut serta,” ucap Kei. Ibu yang mendengar percakapan tersebut, seketika menoleh seakan ingin tahu. Tapi tidak ada satu kata yang keluar dari mulut beliau. Ibu beranjak mendekati Kei dan Endrew, beliau ingin sekali menanyakan sesuatu tentang Andy. Akan tetapi suaranya tercekat, ibu tidak dapat mengeluarkan suaranya. Anehnya, suara ibu terdengar jika beliau membicarakan hal lain. “Kei, kamu pergilah! Ibu di sini baik-baik saja. Kejarlah apa yang kamu impikan selama ini. Ibu yakin, suatu saat bapak akan kembali. Mungkin sekarang bapak sembunyi di suatu tempat yang tidak kita ketahui,” ibu meyakinkan. “Tapi- ibu akan sendiri di sini. Tidakkah ibu ingin ikut bersamaku ke kota?” Kei mengkhawatirkan sang ibu. Ibu menggeleng tak setuju. “Ibu di sini tidak sendiri, ada Mbok Lastri yang selalu ada bersama ibu. Ibu juga tidak ingin jika bapak pulang nanti, rumah terlihat sepi dan kosong.” “Ibu yakin, tak apa Kei tinggal di sini?” ibu mengangguk. “Ibu sangat yakin, Nak.” “Baiklah, Ibu. Kei akan berangkat besok pagi-pagi sekali. Siang ini Kei minta izin kepada ibu untuk menemui teman Kei.” “Teman masa kecilmu itu?” Kei mengangguk. “Baiklah, hati-hati. Jalanan masih licin.” Kei keluar rumah dengan membawa jala ikan yang cukup besar. Kei telah sampai di tepi sungai, ia menebarkan jarring ikan hingga ke tepi seberang. Kei hanya menunggu beberapa menit saja, kemudian ia Tarik kembali jaring ikan tersebut. Hampir semua bagian jarring ada ikan yang terperangkap di sana. Kemudian Kei memasukkan ikan ke dalam kantong plastik besar. Dan masuk ke dalam hutan. Kei membawa ikan tersebut ke atas air terjun. Di sana ada sebuah batu yang cukup besar. Kei duduk di atas batu tersebut sambil bersiul dengan irama tertentu. Tak lama terdengar sebuah suara lolongan serigala di sekitar. Kei sudah bersiap saat ada seekor serigala berbulu cokelat keemasan datang menghampiri. Dengan secepat kilat, Serigala tersebut meloncat ke arah Kei yang berdiri di atas batu. “Hei … hei hentikan,” pinta Kei saat serigala tersebut menjilati wajah Kei. Serigala tersebut menghentikan gerakannya dan beralih mengendus kantong plastik yang berada disampin Kei. “Apa kabarmu, Jack? Kamu lapar?” Jack menjulurkan lidah seperti anjing yang minta makan. “Baiklah, ini untukmu. Makanlah yang banyak.” Kei membuka plastik tersebut dan menyuapi Jack. “Maaf, aku jarang sekali mengunjungimu. Aku ingin meminta tolong kepadamu, tolong jaga ibu selama aku berada di Kota nanti. Aku takut akan terjadi sesuatu kepadanya saat sendirian.” Jack duduk manja di atas pangkuan Kei setelah ikannya habis. Seolah Kei adalah majikannya. “Ok, Jack. Sekarang aku harus pulang. Jaga dirimu dan ibuku baik-baik. Aku akan sering menjengukmu kalau aku pulang. Dan satu lagi, jangan nakal kalau tidak ingin ditangkap penduduk desa. Ok.” Jack mengeluarkan air mata saat Kei pergi meninggalkan hutan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD