ENAM

1920 Words
“Huek … huek!” terdengar suara seseorang sedang mengeluarkan seluruh isi perutnya. “TOK … TOK. Nak Andy kenapa?” Ibu mengetuk pintu kamar mandi. Pintu terbuka dari dalam dan keluar Andy dari dalam setelah mencuci muka. “Saya tidak apa apa bu. Hanya sedikit meriang saja.” Jelasnya sembari tersenyum. “Maaf, Nak. Ibu sudah lancang masuk ke dalam kamar nak Andy. Ibu khawatir mendengar nak Andy muntah muntah di dalam. Coba sini ibu lihat,” Ibu Sri membaringkan Andy di atas ranjang kemudian menepuk tepuk perut Andy perlahan. Terdengar suara nyaring saat ibu menepuk perut Andy. “Ini nak Andy masuk angin, sini Ibu kerok biar enakan.” Tanpa mendengar persetujuan si empunya, ibu Sri keluar kamar dan mengambil uang koin dan juga balsem urut. “Hei, kemamang, kenapa lo? KO ya!” Endrew tiba tiba berada di depan pintu kamar. “Ngapain lo berada di sini? Kesepian? Kasihaaaan,” ejek Andy “Gimana kagak kesepian, orang lo seenaknya nyulik Kei beserta keluarganya,” sahutnya dengan kedua tangan dilipat di d**a. “Elonya yang banyak bacot!! Makanya jangan omongan saja yang di gedein. Buktikan dengan kerja nyata,” jawabnya tak mau kalah. “Sudah sudah … begitu saja kok jadi ribut. Besok sebelum ibu sama bapak pulang, kami akan mampir ke tempatnya nak Endrew. Sudah kalian jangan bertengkar karena hal yang sepele.” Sahut ibu yang sudah kembali dengan membawa sebuah koin beserta dengan balsam. “Nak cepat buka bajumu,” perintah Ibu kepada Andy. “Kenapa harus dibuka, Bu?” “Yang namanya kerokan, ya harus buka baju,” Jelas ibu. Andy menurut saja apa yang dikatakan oleh ibu Sri. Perlahan ibu kerok punggung Andy menggunakan uang koin setelah dioles balsam, mulai dari bagian atas. Koin digerakkan dari ke kanan, sehingga membentuk seperti tulang rusuk. Baru kali ini Andy mendapat perhatian dari orang lain selain Endrew dan Kei sebagai teman.  Selama ini Andy merupakan sosok yang tertutup dan sering menyendiri. Sejak ia kenal dengan Endrew, ia tidak lagi merasa kesepian. Di tambah dengan sosok Kei yang sedikit pendiam, mengingatkan akan dirinya di masa lalu. Hanya saja, Kei lebih beruntung dari dirinya. Kei masih memiliki keluarga yang lengkap. Tidak seperti dirinya. Ya, Andy merupakan anak yatim. Ibu Andy meninggal di saat dirinya masih kecil. “Punggungmu merah semua, ini tandanya kamu memang masuk angin, Nak Andy.” Andy tersenyum mendengar tutur lembut dari Ibu Sri. Inilah yang selama ini di rindukan oleh Andy. Sosok lembut seorang Ibu yang dapat membuat hatinya terasa nyaman dan ter lindungi. Beberapa menit setelah Andy di kerok, ia ikut berkumpul dengan yang lain di ruang tengah. Tiba tiba terasa ada suatu gejolak yang ingin keluar dari kerongkongan. Andy bersendawa dengan suara cukup keras, membuat semua orang yang ada di sana tertawa. “Ha ha ha, abis makan apa lo? Abis makan kodok? Suaranya mirip banget ama kodok di sawah,” ejek Endrew. “Kampret … lo.” Melempar bantal sofa kearah Endrew. “Temen sendawa di ketawain. Kagak inget lo pas ngo—mph” dengan tiba tiba mulut Andy di bungkam tangan Endrew. Bapak, ibu dan Kei yang duduk santai di depan televisi menatap tajam Endrew. seakan meminta kejelasan dari ucapan Andy yang terpotong. Andy berusaha melepas tangan Endrew yang membungkamnya. “Aw … aw. Sakit … lepas,” pinta Endrew ketika tangannya di gigit oleh Andy. Tak lama, Andy melepaskan tangan yang ia gigit. Terlihat bentuk gigi Andy yang rata. “Makanya jangan asal bungkam orang,” kesalnya “Lo itu kemamang apa vampire sih? Main gigit aja!” gerutu Endrew. “Dua duanya, mau lo gua gigit?” menunjukkan lirikan maut kepada Endrew. “Ha ha ha, sudah sudah,” ibu tertawa melihat tingkah teman Kei. “Nak Andy, perutnya bagaimana, apa masih terasa mual?” tanya Ibu. “Tidak, Bu. Sudah lebih baik. Ini semua berkat ibu. Terima kasih, Bu.” Jawabnya. “Ampuh to di kerok sama Ibu! Memang ibu itu serba bisa. Bagi bapak, ibu sorang super hero yang kayak di tv itu lho, won … won apa ya bapak lupa,” ucap bapak sambil mengingat judul film yang dimaksud.  “Wonder woman, Pak?” tebak Andy. “Iya itu, wonder woman.” Sebuah pukulan mendarat di atas paha bapak. “Aduh … kenapa ibu pukul bapak?” ucap bapak tak terima. “Enak aja ibu di samain sama kucing garong!” dengan mata yang melotot ke arah bapak. “Ya ndak to, Bu … kucing garong mana yang ibu maksud? Wong kita gak ngomongin kucing kok!” “Itu yang wanita kucing punya kekuatan super itu kan?” ibu memicingkan mata. “Bukan itu yang di maksud, Ibuku sayang.” Kei mendekap sang ibu dari samping. “Yang ibu katakan itu, cat woman. Sedang yang di bicarakan bapak itu wonder woman. Wonder woman itu itu bukan kucing jejadian seperti cat woman,” lanjut Kei memberi pengertian kepada ibu. “Jadi ibu salah?” dengan melebarkan kedua matanya. Seketika semua yang berada di sana terdiam. Takut dengan ekspresi ibu yang ingin memakan orang. “Ndak, ibu ndak salah. Ibu bener kok. Memang dia yang punya kekuatan super seperti yang ibu bilang.” Lanjut Kei. “Lha terus maksudnya tadi bagaimana? Ibu kok disamakan dengan kucing,” gerutu ibu kepada bapak. “Maksud bapak itu, ibu adalah pahlawan yang serba bisa.” Ibu tersenyum mendengar penuturan dari anaknya itu. “Oh … pahlawan to ... lha bapak gak langsung tunjek poin. Ibu mana ngerti maksud bapak.” “To the point, Bu. Bukan tunjek poin,” Kei mengkoreksi kalimat ibu. Endrew dan Andy tertawa geli mendengar kalimat ibu. “Iya … begitulah pokoknya,” ibu beralih ke samping bapak dengan menahan rasa malu. “Maafkan ibu ya, Pak. Ibu asal ngomel gak ngerti maksudnya, he, he,” ibu tertawa kaku sambil mencium punggung tangan bapak. “Iya, Bu. Ndak apa apa. Bapak juga minta maaf kalau bapak salah kata.” Drama ibu dan bapak berakhir dengan kecupan di kening ibu. Inilah kehangatan keluarga yang Kei rindukan selama di kota. Suasana yang hangat penuh canda dan gurau. Tanpa sadar terbesit rasa iri di dalam hati Andy. Kenapa hidupnya tak sehangat keluarga Kei. Mungkin secara materi, Andy tidak pernah kekurangan apa pun. Tapi dalam hal kasih sayang, ia mendapat nilai nol besar. Malam semakin larut, Andy tidak dapat memejamkan kedua kelopak matanya. Ia duduk di bangku balkon kamarnya dengan di temani secangkir kopi panas, menikmati embus angin malam yang terasa sejuk menyapu permukaan kulit. “Nak Andy, belum tidur?” suara ibu mengejutkan Andy. Andy tersedak kopi panas karena kaget. Ibu berada di balkon sebelah kamar Andy. Ya, kamar yang di gunakan orang tua Kei berada tepat di sebelah kamar Andy serta kedua sahabatnya. “Uhuk … uhuk” “Nak Andy, tidak apa? Maaf kalau ibu mengejutkan, Nak Andy,” sesal ibu. “Tidak apa, Bu. Andy hanya terkejut. Ibu kenapa tidak tidur? Ini sudah sangat larut, Bu,” “Ibu tidak bisa tidur, Nak. Mungkin karena ibu tidak terbiasa tidur di tempat lain.” “Apakah kamarnya kurang nyaman?” “Tidak, Nak. Dari dahulu Ibu memang tidak bisa tidur di tempat lain selain di rumah Ibu sendiri. Kalau boleh ibu tahu, malam ini, Nak Andy tampak murung? Apa ada masalah? Coba cerita sama ibu. Mungkin ibu bisa membantu.” “Andy hanya merindukan mama dan ayah.” Sambil menatap kelip lampu yang berada di luar gedung. “Memangnya mama dan ayah nak Andy ke mana?” “Mama saya sudah meninggal, Bu. Dan ayah sekarang sedang sakit.” “Maafkan, Ibu nak. Ibu tidak tahu. Ayah nak Andy sekarang berada di mana? Kenapa tidak dirawat di sini saja?” tanya Ibu penasaran. “Ayah sedang berobat keluar negeri, Bu. Entah sampai kapan bisa pulih.” Andy menunduk memperhatikan jalan aspal yang sepi. Letak apartemen Andy berada di lantai 4 gedung tersebut, sehingga dapat melihat keadan jalan disekitar. “Yang sabar dan tabah, Nak. Semoga ayahmu lekas sembuh.” Sambil mengusap bahu Andy yang berdiri di sebelah ibu, namun tersekat oleh pagar balkon. “Kamu bisa menganggap ibu sebagai mamamu kalau Nak Andy mau. Ibu senang jika Kei memiliki saudara sepertimu. Kamu juga bisa menganggap bapak seperti ayahmu. Kalau nak Andy merindukan mama, nak Andy bisa datang menemui ibu. Kamu sudah seperti anak ibu sendiri.” “Terima kasih, Bu. Kenapa, Ibu baik sekali kepadaku? Bahkan aku dan Kei belum lama berteman,” menatap netra ibu dengan penuh tanya. “Apakah berbuat baik kepada orang harus ditentukan oleh lamanya waktu berteman?” Andy menggeleng. “Nak, berbuat baik kepada sesama bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Baik sudah kenal atau pun tidak. Yang terpenting, kita ikhlas melakukannya.” “Tapi bagaimana kalau kita berbuat baik kepada orang jahat dan akan melukai kita, bukankah itu tidak adil?” “Tidak ada yang tidak adil. Nak. Semua akan mendapat balasan masing-masing. Kalau pun itu terjadi kepada ibu, kebaikan ibu akan dibalas dengan kebaikan meski bukan dari orang itu. Begitu pun orang jahat itu, sekali pun dia telah melukai ibu, dia pasti akan mendapat balasan meski bukan dari ibu. Ibu sangat yakin itu. Ibu juga percaya kalau nak Andy juga merupakan orang baik-baik.” “Jangan, Bu. Jangan percaya kepadaku. Aku bukanlah orang baik seperti yang ibu katakan.” Sergah Andy. “Di dunia ini, tidak ada manusia yang benar benar baik, Nak. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan dan kejahatan. Karena memang itu manusiawi. Sudah menjadi sifat dasar manusia seperti itu.” Tanpa sengaja Andy melihat siluet seorang pria yang memperhatikannya berbincang dengan ibu. “Bu, ini sudah sangat larut. Sebaiknya ibu istirahat di kamar.” Andy meniup wajah ibu pelan.  Seperti dihipnotis oleh ucapan Andy, ibu menguap, kedua matanya sudah terasa sangat berat.  ibu segera masuk kedalam kamar dan berbaring di samping bapak. Andy keluar dari apartemen hendak menghampiri orang mencurigakan tersebut. Namun orang itu langsung lari menuju lorong gang sempit di sekitar sana. Andy terus saja mengejar orang tersebut di tengah sepi malam. Andy berhenti sejenak guna mengatur napas yang mulai tak beraturan, sayup terdengar suara orang yang sangat ia kenal. “Siapa lo …? Kenapa lo diam diam mengamati temen gue?” “Ini bukan urusan kamu, sebaiknya kamu tidak perlu ikut campur?” “Ini jelas urusanku, karena menyangkut temanku!” “Manusia biasa sepertimu, lebih baik diam dan menutup mata, atau kau mau kehilangan nyawa!” ucap pria itu, dalam sekejap, pria itu sudah menghilang secepat kilat. “Kenapa dia cepat sekali? Hanya dalam kedipan mata, wush … sudah menghilang,” gumamnya. “Kei, kenapa kamu berada di sini?” tanya Andy. Ya, suara yang dikenal oleh Andy adalah suara Keiyan. “Ndy, tadi ada orang yang yang mengintaimu,” Ujar Kei menjelaskan. “Aku tahu, sudah sering aku di intai seperti ini,” jujurnya “Kenapa … kenapa kamu tidak pernah cerita kepadaku atau pun pada kakek? Kita bisa membantu menangkap pengintai itu.” Mereka masih tetap berdiri di gang sempit itu. “Tidak perlu, aku tahu siapa yang mengirim orang itu.” Jelas Andy. “Siapa?” Kei mengerutkan kening, ia semakin penasaran, kenapa Andy tidak berusaha untuk menangkap pengintai tersebut. “Mereka orang suruhan ayahku. Mereka datang untuk memastikan keadaan serta apa pun yang telah kuperbuat. Meskipun kini ayahku masih sakit, tapi orang kepercayaanya selalu mengawasiku dengan mengirim orang orang tadi. Biarkan saja, aku sudah terbiasa di amati dari jauh.” “Aku salut dengan ayahmu, Ndy. Meski beliau sakit. Beliau masih mempedulikanmu. Beliau pasti sangat menyayangimu.” Andy membalas ucapan Kei dengan senyum tipis yang tersungging di bibir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD