"Tidak, Mas! Aku tidak mau menikah denganmu dan dijadikan istri kedua. Aku tidak ingin dicap sebagai orang ketiga di pernikahan kalian." Gayatri menolak permintaan Mahesa. Menjadi orang ketiga di pernikahan orang lain sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya sekalipun.
"Mas mohon, Tri. Yasmin sudah setuju kita menikah. Mas tidak ingin kehilanganmu lagi. Izinkan Mas menjadi pelindungmu setelah ayahmu tiada," bujuk Mahesa meyakinkan wanita yang masih sangat dicintainya tersebut.
Tatapan Gayatri beralih ke arah Yasmin yang sejak tadi diam saja. Ia tidak percaya Yasmin dengan mudah mengizinkan Mahesa menikahinya. Bukankah tujuan Yasmin memfitnahnya karena ingin memiliki Mahesa? Lantas kenapa sekarang wanita itu diam saja, seakan pasrah pada keinginan suaminya?
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, Yasmin? Kenapa tiba-tiba saja kamu mengizinkan Mas Hesa untuk menikahiku?" Gayatri mendekat ke arah mantan sahabatnya yang duduk di sofa.
"Aku tidak merencanakan apa pun. Aku hanya ingin menebus rasa bersalah pada kalian dengan membiarkan kalian bersatu," jawabnya berusaha bersikap tenang, meski dadanya bergemuruh hebat karena cemburu.
Mahesa berucap dan memperlakukan Gayatri dengan lembut. Yasmin iri sebab Mahesa tidak pernah bersikap seperti itu padanya.
"Dengan menjadikanku sebagai istri kedua? Kamu pikir aku mau berada di posisi itu?" Gayatri tersenyum sinis. "Tidak, Yas. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga dalam pernikahan kalian. Oh ... atau kamu sengaja karena ingin aku dikatai pelakor oleh semua orang? Begitukah?"
Yasmin menggeleng. Tetap bersikap tenang, meski mulutnya sudah gatal ingin membalas ucapan Gayatri dengan kata-kata kasar. Yasmin harus mengalah di depan Mahesa agar pria itu percaya bahwa dirinya benar-benar bisa menerima Gayatri sebagai madu.
"Aku sama sekali tidak punya niat seperti itu. Aku hanya ingin melihat suamiku bahagia dengan menikahi wanita yang dicintainya. Aku ikhlas, Gayatri. Menikahlah dengan Mas Hesa." Yasmin meremas tas di atas pangkuan. Sakit sekali ketika dipaksa berucap ikhlas, padahal hati menjerit tidak terima. Jika bukan karena cintanya pada Mahesa dan agar pria itu tidak menceraikannya, Yasmin tidak sudi memohon pada Gayatri.
"Mas mohon, Gayatri. Menikahlah dengan Mas. Kamu memang akan menjadi istri kedua, tapi Mas janji akan menjadikanmu prioritas. Yasmin pun sudah setuju akan hal itu. Dia hanya membutuhkan status istri, tidak akan menuntut lebih," papar Mahesa. Sebenarnya ia berat menjadikan Gayatri istri kedua, sebab yang ia inginkan adalah mereka hanya hidup berdua. Namun, ancaman Yasmin tidak bisa Mahesa abaikan. Ia tidak ingin Yasmin nekat mengakhiri hidupnya seperti semalam, dan dirinyalah penyebabnya.
"Tapi, Mas--"
"Sekarang kamu sebatang kara. Mas takut pria yang mengancammu kemarin benar-benar membuktikan ucapannya dan nekat mengganggumu. Mas ingin melindungi kamu, Tri. Izinkan Mas melakukannya sebagai bukti Mas mencintaimu."
Ah ... terdengar sangat manis, tetapi tidak bagi Yasmin. Setiap kalimat yang diucapkan Mahesa bak sayatan benda tajam yang membuat hatinya perih tak terkira. Tidak bisakah Mahesa menjaga perasaannya? Tidak bisakah pria itu berpura-pura peduli padanya dengan tidak menunjukkan rasa cinta secara terang-terangan?
"Aku ... aku bingung, Mas. Aku--"
"Please, jangan menolak lagi. Mas berjanji akan melindungi dan mencintaimu sampai kapan pun."
Gayatri dilema dengan keputusan yang harus ia ambil. Di satu sisi merasa senang sebab bisa bersatu dengan Mahesa, tetapi di sisi lain merasa bersalah sebab telah menjadi orang ketiga dalam pernikahan mantan sahabatnya.
Namun, jika dipikir ulang, semua yang terjadi bukan salahnya. Yasmin yang memulai dengan cara yang licik, maka wanita itu pun pantas mendapat balasan dengan berbagi Mahesa dengannya.
Ya ... sisi jahat Gayatri berkata demikian.
"Baiklah. Aku bersedia menikah dengan Mas Hesa." Akhirnya, jawaban yang ditunggu Mahesa keluar dari mulut Gayatri.
"Terima kasih, Tri. Mas bahagia mendengarnya."
Gayatri menghampiri Yasmin dan duduk di sebelah mantan sahabatnya tersebut. Ia bisa melihat kilat luka di mata indah itu. Gayatri yakin, Yasmin tidak benar-benar ikhlas mengizinkan Mahesa menikah dengannya.
"Baik aku ataupun kamu sama-sama terluka karena mencintai pria yang sama. Mari kita berbagi luka, Yasmin. Kamu dengan obsesimu untuk memiliki Mas Hesa, dan aku dengan cinta tetapi tidak bisa memiliki seutuhnya."
*******
"Sah!"
Sepasang pengantin tersenyum setelah kata itu terucap dari bibir para tamu yang hadir di sana. Keduanya bernapas lega karena pada akhirnya bisa bersatu setelah dua tahun sempat berpisah karena fitnah yang menimpa Gayatri.
Kecupan hangat Mahesa labuhkan di kening sang istri cukup lama. Gayatri tersipu ketika pria yang kini sudah menjadi suaminya berbisik mesra di depan wajahnya.
"Cantik banget, Sih istrinya Mas."
Di tempat yang sama, tidak jauh dari mereka, Yasmin duduk bersebelahan dengan Utami yang sejak tadi menggenggam jemarinya. Utami bisa merasakan sakit hati sang putri yang melihat Mahesa bersanding dengan wanita lain, apalagi wanita tersebut adalah orang yang dicintai menantunya.
Yasmin memang tidak menangis, tetapi Utami yakin putrinya sedang menahan sekuat tenaga agar tidak nampak lemah di depan mereka yang hadir di sana.
Kedua orang tua Mahesa ikut merasa haru menyaksikan pernikahan kedua putra mereka. Meski awalnya tidak setuju dengan keputusan Mahesa untuk berpoligami, tetapi setelah tahu yang sebenarnya terjadi, mereka tidak bisa menahan, apalagi melarang. Bahkan, mereka merasa kecewa terhadap Yasmin yang ternyata tega berbuat licik demi mendapatkan Mahesa.
Acara yang hanya dihadiri beberapa kerabat dekat itu akhirnya selesai. Mahesa memboyong istri keduanya pulang ke rumah atas permintaan Yasmin yang ingin mereka tinggal satu atap.
"Kamu yakin, Nak? Bukankah dengan kalian tinggal satu rumah, itu hanya akan membuatmu semakin sakit? Lihatlah cara Mahesa memperlakukan Gayatri. Sangat jauh berbeda ketika dia melakukan kamu," ujar Utami yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil putrinya.
"Tidak apa, Ma. Putri Mama ini kuat. Aku hanya tidak ingin berjauhan dengan Mas Hesa. Dengan kami yang pisah rumah, sudah tentu aku tidak bisa bertemu dengan Mas Hesa setiap hari," jawab Yasmin dengan tersenyum, tetapi nampak menyedihkan di mata Utami.
Mahesa pun sebenarnya tidak setuju dengan permintaan istri pertamanya. Namun, ancaman Yasmin kembali membuat Mahesa tidak bisa berkutik.
"Selamat datang di rumah ini, Gayatri. Aku sudah menyiapkan kamar untuk kalian. Semoga suka," ujar Yasmin saat mereka sudah tiba di rumah.
"Terima kasih, Yas." Gayatri belum percaya sepenuhnya pada sikap Yasmin yang nampak manis. Ia harus selalu waspada sebab tidak ingin kejadian dulu terulang kembali.
"Sama-sama. Selamat menikmati malam pertama kalian." Yasmin tercekat. Menelan ludah susah payah setelah mengatakannya.
Malam pertama?
Ah ... Yasmin bertambah nelangsa. Selama satu tahun pernikahan, Yasmin belum pernah melewatinya bersama Mahesa.
"Kami ke kamar dulu. Kamu istirahatlah." Mahesa angkat bicara. Pria itu merasa canggung berdiri di antara kedua istrinya.
"Iya, Mas. Selamat bersenang-senang."
Yamin menatap suami dan adik madunya yang menuju ke kamar mereka. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah. Berkali-kali Yasmin mengusapnya dengan kasar meski tangisnya tak jua mereda.
"Seperti yang kamu bilang, Gayatri. Mari kita berbagi luka. Aku dengan obsesiku, dan kamu yang mendapatkan cintanya, tapi tidak bisa memiliki seutuhnya."
Yasmin bergegas memasuki kamar. Melanjutkan tangis di sana sembari memeluk guling yang selama ini menjadi saksi malam-malam dingin yang ia lalui tanpa Mahesa.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁