"Selamat pagi, istriku."
Gayatri hampir memekik ketika Mahesa memeluknya dari belakang.
"Wangi banget, sih. Masak apa?" Mahesa mengecup tengkuk sang Istri. Menghidu aroma wangi yang menguar dari rambut basah wanita yang sejak kemarin sudah sah menjadi istrinya.
"Aku masak nasi goreng. Semoga gak mengecewakan dan Mas suka."
Mahesa tersenyum lembut. "Apa pun yang kamu masak, Mas pasti suka. Apalagi Mas sudah sangat lapar. aktivitas semalam lumayan menguras tenaga."
Pipi Gayatri merona saat ingatannya kembali melayang pada kejadian semalam.
Ia telah menjadi istri seutuhnya untuk Mahesa. Gayatri tidak menyesal menyerahkan kesucian kepada pria yang sangat dicintainya tersebut. Mahesa memperlakukannya dengan lembut hingga ia merasa menjadi wanita yang paling beruntung.
"Mau ngulang lagi yang semalam?"
Gayatri mencubit lengan Mahesa yang melingkar di pinggangnya. "Jangan menggodaku terus, Mas. Aku malu."
Mahesa terkekeh mendengar rengekan istrinya. "Mas cuma nanya. Siapa tahu setelah sarapan mau nambah?" kelakarnya lagi. Menggoda Gayatri akan menjadi aktivitas favoritnya setiap hari.
"Mas duduk, sana! Sebentar lagi nasi gorengnya matang."
Mahesa menurut. Namun, sebelum beranjak, ia sempatkan mengecup pipi sang istri hingga Gayatri mencebik kesal.
"Mas!"
Tawa Mahesa berderai. Pria itu melepas belitan tangan dari pinggang sang istri, kemudian membalikkan badan.
Mahesa tertegun saat matanya berserobok dengan mata Yasmin yang sembab. Mahesa merutuki diri yang hampir lupa bahwa di rumah itu ada istri lain yang harus ia jaga perasaannya. Meski cinta itu tidak ada untuk Yasmin, tetapi Mahesa tetap harus menghormati wanita itu dengan tidak menunjukan kemesraan di depannya.
Ah ... Mahesa lupa kalau Yasmin pun terbiasa bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, meski ia jarang sekali menyentuh masakan hasil olahan tangan istri pertamanya tersebut. Pagi ini, pastilah Yasmin berniat membuat sarapan untuk mereka dan ternyata Gayatri sudah lebih dulu menguasai dapur.
"Selamat pagi." Yasmin mengulas senyum. Mahesa bisa melihat kegetiran di balik senyuman manis itu.
Gayatri yang masih fokus pada masakan di depannya ikut tersentak. Menoleh, ia mendapati mantan sahabatnya berdiri tidak jauh dari tempatnya dan Mahesa.
'Apakah Yasmin sudah lama berdiri di sana? Apa mungkin dia menyaksikan kemesraanku dengan Mas Hesa?' Gayatri membatin.
"Rupanya kamu sudah lebih dulu membuat sarapan. Aku lupa kalau mulai saat ini dapur ini bukan hanya milikku."
Mahesa dan Gayatri saling tatap. Keduanya merasa canggung sebab yakin Yasmin sudah lama menyaksikan apa yang mereka lakukan di tempat itu.
"Kok malah pada bengong." Yasmin terkekeh. Berjalan mendekat ke arah sepasang pengantin baru yang berdiri canggung. "Sarapannya sudah siap, Tri? Mau aku bantu?" tawarnya.
Gayatri tergagap. "Ini sudah siap. Tidak usah, biar aku yang menyajikannya untuk kalian. Kamu duduk saja."
Yasmin mengangkat bahu. "Ya sudah. Ayo, Mas. Kita duduk. Sudah lama aku tidak merasakan enaknya masakan Gayatri. Pasti rasanya masih seperti dulu, bahkan makin enak."
Mahesa menghela napas panjang sebelum akhirnya duduk. Diikuti Yasmin yang mengambil tempat duduk berseberangan dengannya. Sedangkan Gayatri mulai menghidangkan hasil masakannya di atas meja.
"Segini kebanyakan gak, Mas?" tanyanya pada Mahesa yang tengah menatapnya.
"Cukup, Sayang. Makasih, ya."
Gayatri tersenyum dan mengangguk. Ketiganya menikmati sarapan dengan suasana canggung. Mahesa menahan diri untuk tidak menggoda Gayatri di depan Yasmin. Sungguh, kondisi seperti itu sangat tidak nyaman untuknya.
Sedangkan Yasmin berusaha fokus pada makanan di depannya, meski hatinya kembali bergemuruh menahan cemburu. Ia menyaksikan dengan jelas kemesraan dua sejoli itu. Yasmin merasa menjadi wanita paling bodoh sebab memutuskan untuk menghampiri mereka, bukannya menghindar saja.
Namun, Yasmin tidak ingin menyerah dan menunjukkan kekalahan. Ia yakin, lambat laun Mahesa akan jatuh hati padanya jika ia bersikap baik dan berusaha berubah.
*****
Satu Minggu sudah usia pernikahan Mahesa dengan Gayatri. Selama itu pula Mahesa tidur di kamar sang istri kedua, sebab memang seharusnya seperti itu.
Hampir setiap hari Yasmin harus menahan cemburu menyaksikan kemesraan dua sejoli yang sedang tenggelam dalam romansa pengantin baru. Yasmin berpura-pura tegar dan kuat di depan mereka, tetapi tidak saat sedang sendiri. Wanita itu menangis diam-diam di kamarnya, merutuki diri yang tidak bisa berhenti mencintai Mahesa, meski sudah jelas cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.
Yasmin masih berharap suatu saat perasaan Mahesa terhadapnya bisa berubah. Ia tidak akan secepat itu menyerah, sampai tiba saatnya nanti masa itu akan tiba jika ia mulai lelah.
Gayatri yang diam-diam menyaksikan mantan sahabatnya menangis, tak ayal merasa iba. Walau bagaimanapun, Yasmin adalah orang yang sangat ia sayang. Meski wanita itu pernah dengan kejam memfitnahnya, ternyata rasa sayang Gayatri jauh lebih besar dari rasa sakit itu.
Ia tidak ingin egois dengan menguasai Mahesa. Yasmin berhak mendapatkan perlakuan yang sama dari Mahesa, terlepas dari belum adanya rasa cinta di hati suaminya untuk kakak madunya tersebut.
"Malam ini tidurlah di kamar Yasmin."
Gerakan tangan Mahesa yang sedang menyisir rambut terhenti. Menoleh, pria itu menatap tak percaya pada sang istri yang berdiri di belakangnya.
"Apa kamu bilang?" Mahesa ingin memastikan telinganya tidak salah dengar.
"Malam ini giliran Mas tidur di kamar Yasmin. Bukankah satu Minggu ini Mas sudah bersamaku?"
"Kenapa harus seperti itu?"
Gayatri tersenyum dan menghampiri Mahesa. Membantu memasangkan dasi seraya menjelaskan maksud ucapannya.
"Memang seharusnya seperti itu. Sekarang Mas Hesa memiliki dua istri. Mas harus adil pada kami baik dalam nafkah lahir maupun batin. Kalau tidak, maka Mas akan berdosa," terangnya, berharap Mahesa paham dan mau melakukan apa yang ia minta.
Sebagai seorang istri, Gayatri merasa sangat berdosa jika tidak mengingatkan suaminya.
"Tapi Yasmin sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Dia hanya butuh status istri, tidak lebih," tukas Mahesa merasa keberatan.
"Mas yakin? Apa Mas tidak bisa melihat kilat cemburu di matanya ketika melihat kita? Yasmin mencintai Mas Hesa. Aku yakin dia juga ingin diperlakukan sama."
"Tapi Mas tidak bisa, Sayang."
"Harus bisa. Mulai sekarang berusahalah untuk bersikap adil."
Mahesa menghela napas panjang. Pada akhirnya ia tidak bisa menolak permintaan Gayatri. Biarlah ia berpura-pura setuju untuk menyenangkan hati sang istri.
"Kamu yakin tidak akan cemburu kalau Mas tidur di kamar Yasmin?" Mahesa berusaha mempengaruhi Gayatri.
"Cemburu sudah pasti. Tapi aku tidak ingin egois. Yasmin mempunyai hak yang sama denganku, dan aku tidak boleh memungkiri hal yang satu itu."
Mahesa pasrah. Ia tidak bisa membujuk sang istri yang sudah kukuh pada keputusannya.
"Baiklah. Malam ini Mas akan tidur di kamar Yasmin."
Gayatri menghela napas berat. Tak ia pungkiri, sebenarnya berat meminta suaminya melakukan itu. Namun, Gayatri sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba ikhlas, karena pada kenyataannya dia hanyalah istri kedua.
******
Yasmin baru saja merebahkan tubuh saat pintu kamarnya diketuk. Melirik jam di atas nakas, sudah jam sembilan malam, dan entah siapa yang berani mengganggunya.
Dengan malas, ia kembali bangkit dari tempat tidur untuk membukakan pintu. Yasmin terkesiap saat melihat Mahesa sudah berdiri di depan kamar.
Tidak sedang bermimpikah dirinya?
"Mas Hesa?"
"Malam ini aku tidur di sini."
Yasmin terperangah. Dengan sedikit gugup, ia mempersilahkan Mahesa masuk. Yasmin bergegas merapikan tempat tidur yang sedikit berantakan. Perasaannya membuncah bahagia sebab akhirnya Mahesa mendatanginya.
"Tidak usah repot-repot dirapikan. Aku akan tidur di sofa."
Gerakan tangan Yasmin terhenti. Rasa bahagia yang baru saja muncul berganti nelangsa. Angan yang sempat melambung tinggi kembali dijatuhkan ke dasar jurang setelah mendengar ucapan suaminya.
ππππππ