"Aku tidak dekat dengan pria ini. Tolong lepaskan! Tanganku sakit, kamu terlalu kasar," kata Gisella.
"Bukannya Anda pengantin pria? Kenapa Anda ke luar?" tanya pria yang tadi sempat mengobrol dengan Gisella.
"Kamu siapa heh? Dia ini wanita yang aku kenal. Jangan coba-coba kamu mendekati wanita ini." Roger terlihat begitu marah lalu dia menyeret paksa Gisella agar masuk ke hotel lagi.
"Lepaskan aku! Bukannya kamu sudah menikah. Kenapa kamu cemburu? Aku saja baru kenal dengan pria ini. Jangan seperti ini, aku tidak mau menganggu kebahagiaan kamu." Gisella berteriak menangis karena dia tidak mau menjadi obat nyamuk di antara mereka berdua.
"Jika kamu tidak menurut, maka aku akan buat pria tadi mendapatkan ganjarannya. Apa kamu berani dekat dengan pria lain karena aku menikah dengan Melisa? Berani sekali kamu." Roger menarik paksa Gisella masuk ke dalam hotel lalu naik ke lift hotel dan dia mengetik lantai 5 dan nomor kamar 405 kamar pribadinya.
"Kenapa kamu selalu begitu egois? Lepaskan aku Roger. Dasar gila kamu! Segitunya kamu dendam sama aku sampai kamu tidak bisa membuat aku terkurung dengan kamu saja." Gisella ingin pergi tapi tidak bisa cengkraman tangan Roger begitu erat.
Sekarang lift sudah ada di lantai 5 lalu Roger menyeret Gisella ke kamar nomor 405. Pria ini hanya membuka pintu kamar hotel dengan beberapa kata sandi dan pintu kamar hotel terbuka. Roger yang sangat marah, di langsung menyeret paksa Gisella masuk ke dalam kamar hotel dan segera mendorong tubuh wanita ini ke tempat tidur.
"Sebelum acara pernikahan ini selsai. Kamu sebaiknya diam di sini saja." Roger saat itu mencari tali yang ada di lemari kamar hotel dan mengingat kaki dan tangan Gisella gar tidak kabur apalagi mendekati pria lain.
"Jangan ikat tangan dan kakiku. Aku minta maaf, aku tidak suka sendirian di kamar ini Roger. Aku mohon." Gisella menangis dan berteriak lagi karena dia takut sendirian.
"Sayang, tunggulah aku di sini. Duduk yang manis, jangan melawan karena kamu itu hanya wanitaku. J*Lang rendahan tidak boleh dimiliki oleh siapapun." Roger memegang pipi Gisella lalu dia pergi begitu saja meninggalkan kamar hotelnya.
Dia pergi karena acara resepsi pernikahannya belum selesai. Gisella dikurung dan diikat tangan kakinya di kamar hotel seorang diri. Dia hanya bisa menangis saja.
"Aku hanya mengobrol dengan pria tapi kamu kurung aku seperti ini? Sebenernya kamu cemburukan sama aku? Roger, kenapa kamu seolah cinta dan benci sama aku?" Gisella semakin bingung dengan tingkah Roger kadang dia seperti memiliki kepribadian ganda.
Kadang baik dan kadang jahat, kadang seperti anak kecil dan kadang sangat pemarah. Dia begitu berubah setelah 6 tahun telah berlalu.
Roger kembali ke ballroom hotel, saat pria ini baru kembali ke pelaminan. Melisa dengan memakai gaun putih yang cantik juga anggun itu berlari langsung memeluk suaminya.
"Sayang, kamu kemana saja?" tanya Melisa dengan manja.
"Aku tadi ke kamar mandi dan ada yang meneleponku juga membicarakan perusahaan," jawab Roger dengan singkat dan wajah datar seolah mereka bukan pasangan pengantin baru yang baru saja melakukan sumpah pernikahan beberapa jam yang lalu.
"Tolong jangan dingin sama aku kalau ada di tempat umum dan ini juga pernjanjian kita," pinta Melisa yang berbisik di dekat telinga Roger.
"Ya, aku tahu."
Roger dan Melisa juga sang Kakek bersama kedua orang tua Melisa juga Kakeknya menemui tamu yang datang. Acara pernikahan mereka begitu ramai karena pengusaha terkenal, artis dan beberapa orang penting juga datang. Pesta pernikahan itu berlangsung meriah dan lancar sampai acaranya selesai.
Roger sekarang akan kembali ke villa pribadinya dan dia ke kamar hotel tempat Gisella dikurung. Dia membebaskan Gisella dan menyuruhnya untuk kembali bersama dirinya. Tentunya mereka berdua langsung menuju ke lantai bawah dan segera naik mobil pengantin.
"Masuk ke mobil ini! Kamu ada di belakang," bentak Roger.
"Ya, aku masuk." Gisella masuk ke mobil.
"Roger Sayang, kenapa wanita rendahan ini satu mobil dengan kita?" Melisa yang ada di kursi mobil yang ada di depan protes tidak suka.
"Istriku hanya kamu, jadi dia hanya selir. Aku yang akan menyetir mobil ini sendiri dan kamu bisa dekat denganku karena kita suami istri sekarang." Roger membolehkan Melisa bertindak seperti istri aslinya di depan Gisella untuk membalas perbuatannya yang tadi dekat dengan pria lain.
"Sayang, aku tahu kamu sangat romantis." Melisa mencium pipi Roger yang saat itu dia sudah masuk mobil dan berada di kursi pengemudi.
Roger membiarkan Melisa bertindak sesuka hati karena dia akan pamer kemesraan di depan Gisella. Gisella yang melihat semua itu langsung dia bertanya sesuatu.
"Kenapa kamu boleh bermesraan dengan istri kamu? Sedangkan aku dekat dengan pria lain tidak boleh?" tanya Gisella.
"Kamu itu hanya b***k ranjangku dan kontrak hidup mati kamu ada di tanganku masih berani bertanya macam-macam," jawabnya dengan sinis.
"Hahahaha... Selir kamu cemburu Sayang. Kenapa kamu tidak diperlukan baik ya oleh Roger sepertiku?" Melisa malah senang dan dia bergelayut manja di lengan Roger yang dia fokus menyetir mobilnya.
"Aku cemburu karena harusnya aku tidak akan menjadi selir, jika kedua orang tuaku masih hidup dan perusahaan mereka tidak bangkrut." Gisella hanya menangis melihat mereka berusaha pamer kemesraan di depannya.
Beberapa menit kemudian, mereka bertiga sudah sampai di villa pribadi Roger. Villa dihias begitu cantik karena hari ini hari pernikahan mewah bergabungnya keluarga ternama. Roger turun dari mobil dan dia membukakan pintu mobil untuk Melisa. Dia langsung mengendong Melisa karena malam ini adalah malam pertama mereka.
"Sayang, sekarang malam pertama kita. Jadi aku akan mengendong kamu sampai ke kamar pembantu kita." Roger mengendong Melisa dan dilihat oleh Gisella.
"Makasih Sayangku, kamu sangat romantis. Pria tampan dan gagah seperti kamu memang pantas menjadi suamiku. Lihat Selir kamu pasti cemburu," jawabnya sambil dia melihat ke arah Gisella yang baru saja keluar dari mobil.
"Abaikan saja dia. Dia hanya Selir dan kamu istri sahku." Roger mengendong Melisa yang baru saja menjadi istrinya masuk ke dalam villa yang sudah dihias dengan cantik.
Gisella saat itu merasa hatinya sangat sakit dan dia seolah patah hati. Dia teruduk lemas di teras depan villa melihat perlakuan Roger pada Melisa yang sangat romantis.
"Kenapa kamu jahat sama aku? Kenapa kamu sama dia sangat romantis? Roger, aku mencintai kamu," teriaknya.
Roger saat itu melihat Gisella yang mengerti dengan tangisan. Dia tidak peduli dan terus mengendong istri barunya ke lantai dua ke kamar pengantin mereka.