Terperangkap

1108 Words
Rara menaiki bus yang melaju kearah ku, aku reflek mengangkat tangan seraya memberhentikan bus. motor ku titipkan ke Bu Sumi, warung pinggir jalan langganan aku dan teman-temanku. mobil bus berhenti tepat di depanku, aku langsung menaikinya, Rara duduk di paling pojok belakang mobil bus, dia kaget melihat diriku yang juga masuk di dalam bus yang sama. Rara diam seribu bahasa saat aku meminta penjelasan. alih-alih menjelaskan kenapa dia mengajak aku mengobrol seputar kota Jakarta. sialan aku terperangkap. "Lo tau ga, kenapa Jakarta jadi ibu kota?". tanyanya aku masih sedikit kesal, tidak ingin menjawab pertanyaannya seperti dia tidak menjawab pertanyaanku. "ngga jawab, gue sumpahin" katanya lagi "oke gue itung sampe 3" katanya lagi "oh ngambek! ga mau jawab! kenapa sih harus tanya gue kamu kemana? kenapa sih ga duduk aja, nanti Lo tau gue mau kemana, lagipula dijelasin atau ngga Lo udah ada di samping gue, dan Lo pasti tau, gue mau kemana!" katanya kali ini Rara memunggungi ku dia melihat kearah luar bus, kami sama-sama saling diam. "gue ngga ngambek" kataku "hah?" katanya "kalau ngga ngambek harusnya Lo jawab pertanyaan gue!" kata Rara "kalau gue bisa jawab Lo mau kasih apa?" tanyaku balik "Lo mau nya apa?" jawabnya menantang balik "gue mau Lo kasih tau semua aktivitas Lo" kataku aku merasa aku keterlaluan, meminta dia memberitahukan segala aktivitas Rara. Rara pasti keberatan. aku bahkan bukan pacarnya. aku sendiri tidak pernah meminta Tasya memberitahu segala aktivitasnya kepadaku "oke, tapi kalau Lo salah gimana?" tanyanya "Lo boleh minta apa aja sama gue!" kataku "deal" kami bersalaman. "karena Jakarta yang paling strategis dalam banyak hal, transportasi darat, laut, udara dll. Jakarta paling dekat dengan pulau lainnya" kataku "salah" katanya "hah?" kataku "dulu Jakarta itu namanya Batavia, pusat pemerintahan Hindia Belanda meski sering pindah pindah tapi akhirnya Jakarta jadi ibu kota sampai hari ini, karena sudah terlanjur menjadi pusat pemerintahan. eh tapi jawaban Lo hampir bener juga sih., karena Jakarta itu strategis" "ya gue bener berarti" kataku "tapi jawaban gue lebih tepat sih" katanya "siapa yang memang?" tanyaku "Fifty-Fifty deh ya" katanya "lah perjanjian awal gimana?" kataku "gue yg menang" katanya "gue salah berarti?" tanyaku "Lo bener tapi kurang tepat" "oke, Lo minta apa?" tanyaki "nanti gue pikirin dulu ya" katanya pukul 17.20 bus berhenti di toko buku, Rara turun dan langsung masuk kedalam toko buku, dia mengajakku berkeliling, mengitari rak satu ke rak lainnya. dia membawa keranjang kuning, memasukan barang yang dia butuhkan ke dalam keranjang. "Lo suka melukis?" tanyaku "iseng aja" katanya "kapan kapan gue liat lukisan lo" kataku "boleh, kapan kapan main lah kerumah gue" katanya. "boleh?" tanyaku "boleh, nginep juga boleh" katanya "satu kamar sama Lo?" tanyaku reflek "Lo mau sekamar Ama gue?" tanyanya "hahaha" aku hanya tertawa "jangan jangan Lo sama Tasya udah pernah tidur bareng?" sangkanya "anak SMA keknya wajar wajar aja sih" kataku tidak mengelak dan tidak mengiyakan pertanyaan Rara "ya ga masalah sih, hak Lo" katanya kali ini suara Rara sedikit cetus, aku bahkan tidak menyadari perubahan sikapnya. "Lo marah?" tanyaku "gue marah kenapa?" tanyanya "gue udah tidur bareng sama Tasya? karena Tasya sahabat Lo?" kataku "ngga peduli gue" katanya bahasanya masih cetus bahkan lebih parah dari sebelumnya . "Lo tau ga? cewek kalau udah di pake dia ngga bakalan mau lepas" katanya menjelaskan "gue harap Lo ga bakalan jatuh cinta sama cewek lain, atau bahkan sama gue" tambahnya Rara berjalan meninggalkanku, aku masih berdiri kata kata terakhir Rara menusuk langsung di hatiku, ada sesak yang tiba-tiba menikam. aku tidak pernah berniat meninggalkan Tasya atau bahkan jatuh cinta dengan gadis lain, namun saat dia berkata, jangan jatuh cinta pada dirinya. seketika ada perasaan yang memberontak ada sakit yang tiba-tiba meremas d**a. aku meraih tangan Rara yang akan pergi meninggalkanku. "kita makan dulu" ucapku "sakit ga" katanya aku terlalu kencang menarik tangan Rara, aku langsung melepaskannya. "Lo mau makan apa Ra?" tanyaku "gue punya tempat langganan" katanya kali ini dia sudah tidak cetus lagi menjawab pertanyaanku. "bubur ayam mang Pendi" ucapnya "hayu" kataku kami berjalan sedikit ke kanan dari toko buku, ada sebuah gerobak dengan meja mini dan bangku di belakangnya "mang Pendi" ucap Rara saat sampai di gerobak bubur ayam mang Pendi "eh tumben Jihan kesini, sama siapa?" tanya mang Pendi "sama temen mang" katanya kami langsung duduk, Rara bertanya padaku mau pesan bubur atau tidak, aku menjawabnya iya. kemudian dia memesan bubur untuknya dan untukku. "mba Jihan biasakan" tanyanya "iya mang, yang satunya campur aja" kata Jihan "oke" kata mah Pendi hanya butuh 5 menit bubur sudah ada di meja kami, bubur Jihan terlihat aneh, hanya ada bubur dan ayam saja. bawang kacang dan daun bawang tidak ada. "mba Jihan, ko tambah cantik ya kalau kacamatanya di lepas" ucap mang Pendi aku menatap ke arah Rara, benar aku bahkan baru menyadarinya Rara tambah cantik saat kacamatanya dilepas, dia bahkan lebih cantik dari Tasya. "wah mang Pendi gombal nih" katanya "ngga mba, tanya aja sama temen mba pasti bilang cantik juga" kata mang Pendi melihat kearah ku "Iyah emang Lo cantik ko" kataku "gue ga butuh pembelaan dari Lo padahal" katanya Rara tertawa, manis sekali. "mba lupa, minumnya habis, mang Pendi belum isi ulang" katanya "yah mang Pendi, nanti aku haus" kata Rara "minum punya gue aja" kataku sembari menyerahkan Tumbler yang biasa aku bawa saat disekolah "thanks Gaga" kata Rara Rara meminum habis airku, aku tidak di beri sisa sedikitpun. "Gaga habis minumnya" ucap Rara sembari merengek "gue tau" kataku "Lo ga minum... kita dijalan beli minum lagi ya" katanya lagi "Iyah Iyah" "kebiasaan, gue kalau makan harus minum" katanya menjelaskan "oke gue catat" kataku "yaudah hayu balik ga, udah jam 8 malem" ucapnya. "kita turun di warung bi Sumi ya" kataku "kenapa?" "motor gue disana, Lo biar gue anter balik!" kataku "ngga usah anterin gue balik ga, Lo balik langsung aja sendiri" katanya "gila ya Lo, gue bahkan ada disini karena gue khawatir Lo kenapa-kenapa!" kataku "kenapa Lo harus khawatir sama gue?, gue biasa sendiri gaa. ngga bakalan ada yang berani ganggu orang kaya gue" katanya "seharusnya dari awal Lo ngga usah masuk di kehidupan gue Ra, Lo yang tiba-tiba ikut campur sama hidup gue, Lo yang tiba-tiba maksa masuk di kehidupan gue. setelah Lo masuk dan Lo pikir?, Lo bisa bersikap seperti biasanya di depan gue. ngga bisaa Ra. kali ini Lo harus tau! mulai detik ini dan seterusnya, apapun yang Lo lakuin, gue harus tau dan ikut andil dalam mengambil keputusan" kataku sedikit berteriak. Rara terdiam, dia menerima semua pernyataan gue. "satu lagi, ada hal yang masih membuat gue penasaran. Lo siapa? gue belum tahu jawabannya" kataku "oke, tetap ikutin gue, tanpa jatuh cinta sama gue" katanya kali ini aku yang terdiam, soal perasaan aku tidak bisa menyangkal begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD