esok paginya kami bertemu, namun tidak saling sapa, kami seolah tidak saling mengenal. kemarin seperti tidak pernah terjadi, aku coba mengingat kembali, apakah aku salah bicara, atau salah bersikap. ya aku tidak tahu.
segala hal yang ku utarakan kemarin, murni karena aku takut dia kenapa-kenapa di jalan. mana bisa aku membiarkan seorang gadis malam-malam pulang sendirian. bagaimana jika terjadi p*********n, p*********n, penjambretan, lalu dia ditikam.! percayalah aku tidak akan bisa memaafkan diriku, yang membiarkan dia pulang sendirian.
lagian apa yang tiba-tiba membuat dia Semarah itu, padahal awalnya oke - oke saja, jika aku mengantarnya pulang.
ah sudah mengapa aku memikirkan hal ini.
saat jam istirahat aku bertemu Tasya di kantin sekolah, kami berdua berbincang, sambil menyantap makanan yang sudah kami pesan. aku tidak bertanya pada Tasya, kenapa dia hanya sendiri, karena biasanya dia selalu bersama Jihan, tapi aku ingin sekali bertanya, namun jika aku bertanya kemana Jihan? aku khawatir Tasya salah paham.
lagipula hari ini, hari Jumat, kami tidak akan belajar untuk olimpiade, jadi aku bisa pulang lebih cepat.
"sya, aku ngga ada les hari ini" kataku
"iyaaa" katanya
"ko iya?" tanyaku
"Jihan udah ngasih tau, tadi dia ngajak aku jalan ke bioskop. tapi aku tolak. soalnya hari ini gue ada les piano"
"kamu les piano? padahal aku juga mau ngajak Lo pergi" kataku
"kenapa ya jadwal kita makin bentrok" katanya
"Sabtu kamu bisa?" tanyaku
"kan Sabtu jadwal aku les balet"
ya benar, Jumat Sabtu jadwal Tasya sangat padat, bahkan aku sulit mengimbanginya. orang tua Tasya menaruh harapan yang besar pada Tasya, agar Tasya bisa di segala bidang seni. ibunya komposer, ayahnya gitaris yang handal, Tasya selalu berusaha, menjadi seseorang yang hebat versi dia, dan aku sangat bangga, melihat Tasya bekerja keras seperti itu.
"jadi kita ga jadi pergi?" tanyaku
"maaf ya sayang" ucapnya sembari menyentuh tanganku.
waktu sudah menunjukan pukul 10.30 jam istirahat berakhir, Tasya meninggalkan ku sendiri, aku masih duduk di kantin menunggu kantin sepi, dan saat semua orang sudah meninggalkan kantin, aku membeli satu buah roti dan air mineral kecil untuk rara aku rasa Rara perlu makan sedikit.
aku bergegas kembali ke kelas, sengaja lewat depan kelas Tasya dan rara, saat aku melihat ke arah Rara, Rara masih asik dengan bukunya. namu tidak lama Rara melihat ke arahku, dan beruntungnya yang lain sedang asik dengan kesibukan masing-masing, termasuk Tasya, Tasya sibuk menulis catatan.
aku melambaikan tangan ke arah Rara, dan Rara menangkap sinyal ku. dia datang menghampiri.
"ada apa?" tanyanya
"ini" aku menyodorkan roti dan minum ke Rara, lalu langsung bergegas ke kembali ke kelas
Rara melihat masuk ke dalam kelas.
saat pulang sekolah aku mengantar Tasya ke tempat les yang tidak jauh dari sekolahan, Tasya biasa pulang jam 3 sore, jika aku menunggu selama itu rasanya akan terasa bosan.
"gal, kamu ke mall aja ya, nonton bioskop sama jihan" katanya
"hah?"
"iya kasian kamu nunggu terlalu lama, eh sebentar aku telfon jihan ya"
(Jihan udah di bioskop? tolong beliin 2 tiket ya. aku nyusul kesitu sekarang.)
Tasya langsung menutup telfon, dan menyuruhku untuk segera bergegas ke bioskop yang lumayan aga jauh dari lokasi aku kali ini.
"hati hati di jalan sayang" katanya
aku tidak tahu apa yang Tasya pikirkan. mengapa Tasya membuat aku semakin dekat dengan Rara, aku dan Rara berkali kali coba untuk saling tidak mengenal. namun berkali-kali juga Tasya dengan sengaja membuat aku semakin sering berinteraksi dengannya.
aku melihat Rara berdiri di pintu masuk, sembari memegang pop corn. aku menghampiri Rara. dia tidak terkejut sama sekali, seperti biasa ekspresi fletnya selalu menghiasi wajah sinis itu.
"gue disuruh Tasya" kataku mencoba membuka obrolan
"makasih buat roti sama minumnya"
aku terdiam sejenak, sialan jantungku berdebar sangat cepat.
"ini popcornnya kurang ngga?"tanyanya
"cukup kali, kan Lo beli yang big" kataku
"oke" jawabnya
kami memasuki bioskop 3, sebentar lagi filmnya akan dimulai.
kami duduk bersebelahan, Rara menonton film horor, ya bisa ku tebak dia tidak menyukai film yang romantis. karakternya kuat sekali prihal ini.
kami mencoba menikmati jalannya film, sesekali aku melirik kearah Rara, sesekali Rara memergoki aku yang sedang melihat kearahnya. dia hanya tersenyum.
tanganku tiba-tiba menyentuh tangan Rara saat akan mengambil pop corn. alih alih langsung menarik tanganku kembali, aku malah menggenggamnya.
"Ra" ucapku
"iya ga. why?"
lalu aku hanya tersenyum ke arahnya, Rara tidak melepaskan genggaman ku. dia membiarkan aku menggenggam tangannya sampai film sel selesai.
"mau makan dulu?" tanyaku
"udah setengah 3, sebentar lagi Tasya keluar kelas piano, Lo balik aja" katanya
aku tidak bisa mengiyakan pernyataan Rara, aku ingin lebih lama menghabiskan waktuku dengan Rara, tapi bagaimana jika Tasya menangkap aku yang tersenyum bahagia saat bersama rara. aku tidak bisa membayangkan sehancur apa menjadi Tasya. seseorang yang dia cintai, menyukai temannya yang paling dekat dengan dia.
"Lo gimana?" tanyaku
"gue pesen ojol aja" katanya
"yaudah sok pesen sekarang, gue ngga mau pergi sebelum liat Lo baik-baik aja" kataku
aku benar benar posesif prihal ini, aku bahkan tidak tau alasannya apa, hanya saja aku pikir, Rara seperti anak kecil bagiku, seperti seseorang yang perlu di jaga. seseorang yang lemah. dan aku tidak tau,perasaan pahlawan dari mana yang menanggap Rara perlu di jaga. namun aku menikmatinya. menikmati setiap kekhawatiran yang aku buat untuknya.
aku menemani Rara di pinggir jalan, menunggu Abang ojol datang.
sudah pukul 03.05 aku sedikit tidak tenang, Tasya pasti sedang menungguku juga. aku hampir dibuat tak berdaya. aku tidak bisa meninggalkan Rara sendiri, dan aku tak sanggup juga melihat Tasya menungguku terlalu lama. namun aku tidak bisa membuat Rara berdiri sendiri di pinggir jalan seperti ini. ah sialan
"telfon abangnya udah nyampe mana? lama banget" ucapku yang sedikit kesal
Rara tidak menanggapi ku, dia tetap berdiri dengan tenang.
"telfon Ra, lama banget" kataku lagi
"Gaga, Lo kalau khawatir sama Tasya, udah pergi aja. ga usah nemenin gue" katanya juga yang sedikit emosi.
"Gilak Lo ya Ra, gue udah selama ini nemenin Lo, dan Lo nyuruh gue buat ninggalin Lo gitu aja. pikir lah ga mungkin gue ngelakuin hal setengah-setengah" ucapku
"ga, gue ga mau debat. pergi tinggalin gue" katanya
"maaf" ucapku
ah sialan aku tidak berdaya.
pukul 03.15. ojol baru datang menghampiri, aku bisa sedikit tenang. aku langsung melajukan motorku ke tempat les Tasya. aku tidak tahu apa yang akan Tasya katakan. aku yakin Tasya pasti kesal dan marah
"Tasya" aku buru buru menghampirinya
"maaf ya" ucapku
"gapapa sayang" ucapnya
gadis baik ini, kenapa bisa aku sakiti. apa yang kurang dari Tasya?
"ayo pulang" ucapku
Tasya naik di belakang motorku, Susana sore itu sangat hangat. kami tidak banyak mengobrol aku yakin Tasya marah.
aku berkali kali memaki diriku. mengapa bisa aku bergetar saat bersama orang lain, padahal Tasya tidak ada kurangnya.
sialan aku kenapa?
merasa bodoh, karena membiarkan orang lain masuk di kehidupanku.