"Kenapa bicara begitu? Karena bunga itu atau ciuman semalam??" tanya Ana dengan serius menatap dari dapur.
Sementara Braven tampak tidak percaya mendengar ucapan tersebut. Ia tersenyum mengerikan, mengusap wajahnya. "Apa yang kamu pikirkan? Saya menyuruh mu pergi karena kamu tidak becus!!"
Ana mendekat, "Lalu apa kamu akan membiarkan sisa hutang bibi jika saya pergi? Apa kamu juga akan membayar biaya rumah sakit nya karena ia lelah kau perbudak disini???"
Perdebatan pagi hari yang tidak terduga. Bahkan tukang kebun yang hendak masuk mengambil sarapan nya justru berbalik keluar lagi./ Tatapan mereka sama-sama memancarkan kemarahan.
"Maka saya akan menyeret anak kandung nya untuk menggantikan mu!! Kau pikir hutang itu hanya segelintir?? Saya membantu bibi mendapatkan kembali rumah nya setelah diklaim oleh rentenir!!..." murka Braven.
"Mendapatkan kembali rumah nya? Rentenir??? Jangan mengarang" Ana khawatir.
Braven berdecak kesal, "Itu benar!! Bahkan suku bunga nya berlipat sampai ratusan juta, kamu tau? Apa kamu justru hanya bersenang-senang di kapal pesiar dan membiarkan keluarga mu menderita selama 3 tahun…"
Pandangan Ana membeku. Ia tidak tau apa yang selama ini terjadi. Apa uang yang bibi berikan untuk nya pergi ke Paris saat itu juga hasil pinjaman? Harusnya nya ia tau itu.
"Heii !!....." bentak Braven melihat Ana berlari keluar entah kemana. Dengan amarah yang memuncak, Braven memilih untuk segera pergi ke perusahaan.
#Rumah sakit.
Ana membuka pintu ruangan Bibi dengan tergesa-gesa. Namun bibi masih memejamkan mata nya. Sementara Ana menangis sesak menutupi wajah nya. Ia tidak sangka ternyata semuanya tidak baik-baik saja. Dan mungkin itu juga alasan Paman dan Nasha marah padanya saat ia memutuskan untuk pergi.
Ana frustasi memukul dirinya sendiri. Pikiran nya sudah jauh melayang. Apalagi melihat kondisi bibi saat ini. Hatinya sungguh hancur. Mereka adalah keluarga satu-satunya. Ana menyesal.
"Sedang apa kamu disini?? Apa kamu melarikan diri?" sinis Nasha yang baru saja memasuki ruangan.
Ana berdiri sambil mengusap air mata nya. "Sha.. aku kesini untuk jenguk bibi. Bukan melarikan diri, kamu tenang saja. Aku akan lunasi biaya rumah sakit nya minggu depan"
"Yasudah sana, pergi kamu!" ketus nya merebut tempat duduk.
"Aku sudah tau semuanya. Aku minta maaf, akan ku lunasi hutang bibi.. aku bantu juga biaya lainnya" ucap Ana sesenggukan.
Nasha menghela nafasnya, "Akhirnya kamu tau dan sadar diri!! Apa boss itu memberi tau mu? Baguslah.. tanggung semuanya! Karna kamu pula kuliah ku tertunda 2 tahun karena tak ada biaya! Dasar wanita jahat…"
Ana memegang tangan Masha, "Aku menyesal tidak tau masalah itu. Dan ya.. aku akan bertanggung jawab bagaimana pun caranya.. kalau aku ada uang lebih nanti aku transfer untuk biaya lanjutin kuliah mu Sha. Aku minta maaf…."
Nasha menyingkirkan tangan Ana, "Itu sudah jadi tanggungan mu! Jangan minta maaf. Karena aku dan ayah sudah sangat membenci kamu!!! Pergi !"
Ana hanya bisa mengangguk sambil menangis. Ia pun keluar dari rumah sakit dan kembali ke Villa.
Bersambung...